6 Lokasi Karhutla di Sumsel Disegel, 5 di Antaranya Milik Perusahaan
Lahan milik perusahaan yang disegel luasnya mencapai ribuan hektare.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyegel enam lokasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera Selatan. Lima di antaranya milik perusahaan dengan luas mencapai ribuan hektare.
6 Lokasi Karhutla di Sumsel Disegel, 5 di Antaranya Milik Perusahaan
Penyegelan dilakukan Tim Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Sumatera.
Tim Gakkum KLHK Wilayah Sumatera yang terdiri dari pengawas lingkungan hidup dan polisi kehutanan memasang papan larangan kegiatan dan garis PPLH guna menghindari terjadinya perusakan lingkungan yang lebih besar.
Keenam lokasi yang disegel itu sebagian besar berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Yakni PT KS (sekitar 25 ha), PT BKI (60 ha), PT SAM (30 ha), PT RAJ (1.000 ha), PT WAJ (1.000 ha), dan lahan seluas 1.200 ha di Kedaton Kayuagung OKI yang masih diselidiki pemiliknya.
Direktur Jenderal Gakkum LHK Rasio Ridho Sani mengungkapkan, penyegelan lokasi karhutla oleh tim pengawas merupakan upaya awal guna mencegah meluasnya dampak karhutla yang ditimbulkan sesuai kewenangan Pasal 74 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Gakkum KLHK juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan satgas penanganan karhutla guna mengefektifkan upaya penanganan karhutla, termasuk upaya penegakan hukum.
"Kami lakukan penyegelan di enam lokasi karhutla di Sumsel, mayoritas di areal perusahaan."
Direktur Jenderal Gakkum LHK Rasio Ridho Sani seperti dalam siaran pers yang diterima merdeka.com, Selasa (26/9).
Sesuai Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Karhutla, KLHK terus berupaya dalam penguatan pencegahan dan penegakan hukum sebagai upaya penanggulangan karhutla. Monitoring secara intensif dilakukan guna mendeteksi lokasi-lokasi yang terindikasi terdapat titik panas maupun titik api.
Kemudian verifikasi lapangan dilakukan sebagai langkah awal untuk menindak dan mencegah meluasnya dampak karhutla. Jika terbukti terjadi kesengajaan atau kelalaian, instrumen penegakan hukum yang menjadi wewenang KLHK akan digunakan untuk menindak tegas penanggung jawab usaha dan kegiatan atas terjadinya karhutla.
Dia menegaskan, sanksi bagi perusahaan yang areal konsesinya terjadi kebakaran dapat berupa sanksi administratif paksaan pemerintah, atau pembekuan dan pencabutan izin, serta penegakan hukum pidana.
"Perusahaan yang terbukti lalai atau dengan sengaja melakukan pembakaran hutan dan lahan diancam hukuman penjara maksimal 10 tahun serta denda maksimal Rp10 miliar sesuai ketentuan Pasal 108 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," tegas Rasio Ridho Sani.
Selain itu dapat dikenakan penegakan hukum berupa sanksi administratif dan hukum pidana. Penegakan hukum pembakaran hutan dan lahan dapat juga dilakukan melalui gugatan perdata ganti rugi lingkungan hidup.
Mengingat pembakaran hutan dan lahan merupakan kejahatan serius, Rasiomenyebut pelaku badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan selain pidana pokok berupa pidana penjara dan denda sesuai Pasal 119 UU Nomor 32 Tahun 2009,.
Rasio membeberkan hukuman tambahan yang dimaksud yakni perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan atau kegiatan, perbaikan akibat tindak pidana, pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak, dan atau penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.
"Kasus karhutla harus menjadi perhatian khusus, karena berdampak langsung terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Gakkum KLHK berkomiten akan terus menjalankan tugas sesuai kewenangannya guna mencegah dan menindak tegas pelaku pembakaran hutan dan lahan," pungkas Rasio.