Alvara Research Center bantah jadi lembaga survei pesanan
Merdeka.com - Jelang pemilu 2014, survei terhadap capres dan partai politik seakan tak pernah berhenti dilakukan. Hampir setiap bulan selalu ada lembaga yang merilis hasil surveinya.
CEO Alvara Research Center Hasanuddin mengaku, survei yang dilakukannya dalam 'Survei Popularitas, Citra, dan Elektabilitas Partai dan Calon Presiden' menggunakan dana lembaganya. Dia menjamin independensi hasil surveinya.
"Ini bukan survei pesanan. Lembaga kami bukan hanya lembaga survei. Kami juga lembaga riset, baik sosial, ekonomi, dan politik. Lembaga kami memang memiliki dana untuk alokasi survei seperti ini. Toh ini juga bukan kali pertama kami merilis survei. Kalau survei pesanan tidak mungkin kami publis seperti ini, hanya klien yang kami berikan hasilnya," kata Hasanuddin dalam jumpa pers di Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (28/10).
-
Bagaimana survei ini dilakukan? Survei dilakukan di seluruh Indonesia melibatkan 1.262 responden secara nasional, dan 4.000 responden di Jawa.
-
Bagaimana Indikator Politik melakukan survei ini? Metode pengambilan data dilakukan melalui wawancara tatap muka kepada 1.200 sampel responden yang dipilih menggunakan multistage random sampling.
-
Bagaimana cara survei dilakukan? Survei dilakukan dengan wawancara responden menggunakan telepon pada 23-24 Desember 2023.
-
Apa yang diukur dalam survei indikator? Lembaga Survei Indikator Politik merilisi hasil survei elektabilitas pasangan calon (paslon) pada Pilpres 2024.
-
Bagaimana metode survei Litbang Kompas? Survei dilakukan Litbang Kompas pada 29 November hingga 4 Desember 2023 terhadap 1.364 responden yang dipilih secara acak. Metode penelitian yaitu dengan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi di Indonesia. Sementara tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error penelitian +-2,65 persen.
-
Siapa yang meragukan tes sidik jari? Banyak ahli di bidang psikologi dan pendidikan meragukan akurasi serta validitas dari tes tersebut.
Hasanuddin memahami ketakpercayaan publik dengan banyaknya survei dalam kurun setahun terakhir ini. Dia memberikan contoh bagaimana mengetahui survei yang didanai untuk memenangkan tokoh atau partai tertentu.
"Pertama lihat motifnya. Siapa yang membayar dan mendanai. Kedua lihat metodelogi atau alat ukur yang digunakan. Kalau alat ukurnya dengan untuk memenangkan sosok tertentu dan menjegal tokoh atau partai yang lain, Anda bisa ambil kesimpulan akan hasil surveinya," ujar Hasanuddin.
Dalam survei yang dilakukan lembaganya, Hasanuddin mengaku, dia tidak mau menggunakan metodelogi yang bisa menjegal calon lain yang juga memiliki potensi yang sama kepada responden. Menurutnya, semua calon atau tokoh untuk Capres misalnya, ditawarkan ke responden, biar dipilih sesuai dengan keyakinannya.
Sebelumnya, Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi calon presiden dengan elektabilitas paling tinggi (25,9 persen). Namun dari segi popularitas, Jokowi masih kalah dengan Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie.
Hal itu muncul dalam rilis survei Alvara Research Center, "Survei Popularitas, Citra, dan Elektabilitas Partai dan Calon Presiden" di Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (28/10).
Setelah Jokowi, kemudian diikuti oleh Prabowo Subianto (9,2 persen), Aburizal Bakrie (7,6 persen), Megawati (7,2 persen), Wiranto (7,1 persen), Jusuf Kalla (4,0 persen), Dahlan Iskan (2,7 persen), Rhoma Irama (1,4 persen), Hatta Rajasa (1,2 persen), Mahfud MD (1,0 persen), tokoh lainnya (3,2 persen), dan yang belum menentukan pilihannya sebanyak 29,5 persen.
"Hanya Jokowi yang memiliki tingkat kelayakan menjadi capres di atas 20 persen sementara kandidat lainnya tidak mampu menembus 10 persen," kata pendiri dan CEO Alvara Hasanuddin Ali.
Sedangkan untuk popularitas calon presiden dalam survei itu menempatkan Aburizal Bakrie sebagai calon yang paling populer dengan persentase 78,4 persen. Diikuti oleh Joko Widodo (76 persen), Prabowo Subianto (66,3 persen), Wiranto (62,5 persen), Megawati (62,4 persen).
Survei Alvara, dilakukan dengan wawancara langsung kepada 1553 responden berusia 20-54 tahun di semua kelas sosial ekonomi dengan margin of error 2,5 persen. Survei dilaksanakan pada 24 September - 13 Oktober 2013 di 10 kota di Indonesia, Medan (143), Palembang (150), Balikpapan (145), Manado (85), Makassar (150), Jabotabek (310), Bandung (152), Semarang (142), dan Surabaya (148). (mdk/dan)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kredibilitas lembaga survei dipertanyakan jelang Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaPerkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) membeberkan alasan memberikan sanksi kepada lembaga Poltracking.
Baca SelengkapnyaPeneliti Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad buka-bukaan cara kerja lembaga survei
Baca SelengkapnyaLembaga survei Indopol Survey and Consulting memutuskan tidak merilis hasil survei untuk periode Januari 2024.
Baca SelengkapnyaHal ini menanggapi perbedaan hasil survei Poltracking Pilgub Jakarta hingga memutuskan keluar dari Persepi. Poltracking juga diberi sanksi oleh Persepi.
Baca SelengkapnyaLembaga survei yang manipulasi data tidak akan dipercaya oleh kliennya dan bakal berumur pendek.
Baca SelengkapnyaSetelah, Poltracking Indonesia, dilanjutkan dengan Parameter Politik Indonesia (PPI) dan Voxpol Center Research and Consulting.
Baca SelengkapnyaSaidiman Ahmad menilai dugaan publikasi hasil survei lembaga survei mempengaruhi pilihan publik soal calon presiden, salah total.
Baca SelengkapnyaPoltracking menyebut keputusan ini merupakan pertaruhan integritas.
Baca SelengkapnyaKetua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengkritisi keberadaan lembaga survei yang ada saat ini. Menurutnya, survei bisa dibeli.
Baca SelengkapnyaHasil itu terpotret dalam survei dilakukan Lembaga Survei Indonesia.
Baca SelengkapnyaDalam chat tersebut, Dewan Etik Persepi mengatakan, jika hasil survei Poltracking beda dengan LSI dan membingungkan publik, maka perlu dipecat.
Baca Selengkapnya