Apakah Ormas Minta THR Bisa Dipidana? Begini Penjelasannya
Permintaan Tunjangan Hari Raya (THR) oleh ormas secara paksa dapat berujung pada pidana, simak penjelasannya di sini.

Permintaan Tunjangan Hari Raya (THR) oleh organisasi masyarakat (ormas) menjadi sorotan publik baru-baru ini. Hal ini terjadi setelah sejumlah ormas diduga meminta jatah THR kepada pengusaha dengan cara yang tidak sah.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan, apakah tindakan tersebut dapat dipidana? Jawabannya, ya, ormas yang meminta THR secara paksa dapat dikenakan sanksi hukum.
Menurut informasi yang beredar, tindakan meminta THR dengan cara memaksa atau pemerasan merupakan tindak pidana. Pihak kepolisian berkomitmen untuk menindak tegas ormas yang melakukan praktik tersebut.
Permintaan THR yang dilakukan secara sukarela tidak termasuk dalam kategori tindak pidana, namun apabila terdapat unsur paksaan, maka hal itu jelas melanggar hukum dan dapat diproses secara hukum.
Pengusaha yang menjadi korban pemerasan dianjurkan untuk segera melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib. Hal ini penting agar tindakan yang merugikan tersebut tidak terus berlanjut dan memberikan efek jera bagi pelaku.
Viralnya Permintaan THR oleh Ormas dan Tanggapan Pemerintah
Isu permintaan THR oleh ormas ini menjadi viral dan banyak dibicarakan di media sosial. Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi, Todotua Pasaribu, menyatakan bahwa masalah ini sangat krusial dan perlu perhatian serius.
"Betul, ya itu memang adalah permasalahan yang sangat krusial," ungkap Todotua di Kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Jakarta.
Menanggapi isu ini, Polres Metro Depok juga tidak tinggal diam. Kapolres Metro Depok, Kombes Abdul Waras, menyampaikan bahwa pihaknya segera melakukan penyelidikan terkait dugaan ormas yang meminta THR.
Polres Metro Depok akan menurunkan tim untuk menyelidiki lebih lanjut, dan jika ditemukan unsur pemerasan, tindakan tegas akan diambil.
Regulasi yang ada juga mengatur tentang fleksibilitas pemberian THR dalam kondisi tertentu, seperti saat perusahaan mengalami kesulitan finansial. Dalam situasi ini, perusahaan dapat bernegosiasi dengan pekerja mengenai mekanisme pembayaran THR, namun tetap dengan prinsip bahwa THR adalah hak yang harus dipenuhi.
Pengertian dan Regulasi Terkait THR
THR merupakan singkatan dari Tunjangan Hari Raya, yang merupakan pendapatan tambahan di luar gaji yang wajib diberikan oleh pemberi kerja kepada pekerja menjelang hari raya keagamaan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan diperkuat dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016.
THR berbeda dengan bonus atau insentif lainnya yang bersifat kondisional. THR adalah hak normatif yang wajib diberikan tanpa melihat kinerja atau kondisi keuangan perusahaan. Tunjangan ini menjadi bentuk penghargaan dan apresiasi terhadap dedikasi karyawan selama bekerja.
Pemberian THR juga tidak terbatas pada agama tertentu. Setiap pekerja berhak mendapatkan THR sesuai dengan hari raya yang dianutnya, baik itu Idul Fitri, Natal, Galungan, Waisak, dan hari raya keagamaan lainnya. Pemberian THR harus dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya, dengan besaran minimal satu bulan upah bagi pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan atau lebih.
Imbauan kepada Ormas di Karawang
Di Karawang, imbauan telah dikeluarkan kepada sekitar 350 Ormas/LSM berbadan hukum untuk tidak meminta sumbangan THR kepada perusahaan. Hal ini dilakukan untuk menghindari masalah yang dapat mengganggu iklim investasi. Surat permohonan THR yang beredar di media sosial menjadi pemicu imbauan tersebut, di mana surat tersebut meminta kompensasi tahunan untuk membantu kegiatan operasional ormas.
Kesbangpol Karawang menilai tindakan tersebut tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Oleh karena itu, penting bagi ormas untuk mematuhi peraturan dan tidak melakukan praktik yang dapat merugikan pihak lain.
Dengan adanya regulasi yang jelas, diharapkan praktik meminta THR secara paksa dapat diminimalisir. Pemberian THR seharusnya menjadi instrumen kesejahteraan pekerja dan bukan menjadi ajang pemerasan oleh oknum-oknum tertentu.