Ramai Ormas hingga Pengurus RW Minta THR ke Pengusaha
Permintaan tersebut dinilai sebagai pungutan liar (pungli) dan telah mendapatkan kecaman dari berbagai pihak, termasuk pemerintah.

Jelang Lebaran Idulfitri 2025, kelakuan sejumlah organisasi masyarakat (ormas) dan pengurus Rukun Warga (RW) yang meminta Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pengusaha menjadi viral dan menimbulkan kontroversi.
Permintaan tersebut dinilai sebagai pungutan liar (pungli) dan telah mendapatkan kecaman dari berbagai pihak, termasuk pemerintah. Aksi ini terjadi di berbagai daerah di Indonesia, di antaranya Depok dan Jakarta Barat.
Di Jakarta Barat, pengurus RW mematok THR per perusahaan hingga Rp1 juta. Permintaan THR itu disampaikan lewat surat.
Dalam surat tersebut, pengurus RW memberikan tenggat waktu kepada para pengusaha untuk menyetorkan THR paling lama satu minggu sebelum Idulfitri 2025.
Dalam surat yang sama, pengurus RW meminta jatah THR kepada perusahaan yang memakai jasa parkir 'Laksa Street'. Uang THR itu nantikan akan dibagikan kepada anggota linmas pengurus RW.
Cara yang sama terjadi di Depok. Sejumlah ormas meminta partisipasi dari pelaku usaha di Depok. Surat tersebut menimbulkan keresahan karena berisi permintaan uang hingga Rp50.000 per usaha.
Dalam salah satu surat, disebutkan bahwa ormas mengklaim berperan dalam pengamanan di tempat-tempat rawan dan meminta bantuan dalam bentuk dana atau materi.
Pemerintah, melalui berbagai kementerian dan instansi terkait, serta pemerintah daerah, telah menyatakan sikap tegas untuk menindak praktik pungutan liar dikemas dalam bentuk ‘permintaan THR’ ini.
Presiden, Wakil Menteri Investasi, dan sejumlah kepala daerah telah mengeluarkan instruksi untuk menindak tegas para pelaku pungli THR. Langkah-langkah penegakan hukum pun telah dilakukan untuk memberikan efek jera dan menciptakan iklim usaha yang kondusif menjelang Lebaran.
Permintaan THR Secara Paksa Langgar Hukum
Wakil Menteri Investasi, Todotua Pasaribu, menyebut permintaan THR oleh ormas sebagai masalah krusial yang perlu mendapat perhatian serius.
Pemerintah pusat dan daerah telah mengambil langkah-langkah tegas untuk mengatasi masalah ini, termasuk koordinasi dengan aparat penegak hukum dan penerbitan surat edaran larangan meminta dan memberikan THR di luar ketentuan.
Di Kabupaten Karawang, misalnya, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) telah mengeluarkan imbauan yang melarang ormas/LSM meminta sumbangan THR kepada perusahaan.
Larangan ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang tidak menyebutkan perusahaan sebagai sumber keuangan ormas.
Gubernur Jawa Barat dan Wakil Gubernur DKI Jakarta juga telah mengeluarkan instruksi serupa, melarang ASN meminta atau menerima THR dari pihak mana pun, dan melarang lembaga usaha memberikan THR kepada pihak di luar pekerja. Praktik permintaan THR secara paksa jelas melanggar hukum dan dapat dipidana.