BKKBN Jelaskan Pentingnya Lahirkan Satu Anak Perempuan dalam Keluarga
KB berperan penting menjaga kualitas sebuah keluarga
KB berperan penting menjaga kualitas sebuah keluarga
BKKBN Jelaskan Pentingnya Lahirkan Satu Anak Perempuan dalam Keluarga
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dokter Hasto meluruskan pernyataan wajib punya anak perempuan dalam satu keluarga. Awalnya, dokter Hasto melontarkan candaan kepada masyarakat tentang target BKKBN satu perempuan rata-rata melahirkan satu anak perempuan.
Pernyataan tersebut dilontarkan oleh dokter Hasto saat menyikapi angka kelahiran Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia yang sudah mencapai angka ideal 2,1 pada saat kegiatan Media Briefing yang diselenggarakan di Hotel Santika Semarang, Jumat (27/6).
Dokter Hasto menggarisbawahi, penafsiran makna ‘rata-rata’. Yakni perwakilan kuantitas dari sekelompok data.
Besar kecilnya nilai rata-rata dipengaruhi oleh jumlah semua data dan banyaknya data.
Menurut Hasto, bukan lantas bermakna satu keluarga wajib mempunyai anak perempuan.
Bisa jadi ada keluarga yang mempunyai dua anak laki-laki semua, atau justru mempunyai dua anak perempuan semua. "Kalau depan rumah saya punya anak perempuan dua, belakang saya enggak punya anak perempuan, pas sudah,” ujar dokter Hasto.
Lebih lanjut, dokter Hasto menjelaskan tentang program KB yang mempengaruhi angka kelahiran TFR di Indonesia.
Salah satu program KB yakni 4Terlalu. Yaitu Terlalu muda, Terlalu tua, Terlalu dekat dan Terlalu banyak dalam perencanaan kehamilan.
Caranya, dengan menggunakan alat kontrasepsi, merupakan tujuan dari program KB. Dampaknya, meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta menekan angka kematian ibu dan bayi pada saat melahirkan.
Dokter Hasto menjelaskan, program KB juga berperan menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu, terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan.
Kebijakan pemerintah meluncurkan program KB sejak tahun 1970-an dinilai telah berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), laju pertumbuhan penduduk Indonesia melambat dalam beberapa dekade terakhir.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, sepanjang 2010-2020, rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,25 persen, menurun cukup tajam dibandingkan periode 1971-1980 yang sebesar 2,31 persen.
Bahkan, laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2024 ini hanya 1,11%, persentase ini menurun 0,2% dari tahun 2023.
Banyak faktor yang pada akhirnya mempengaruhi penurunan laju penurunan penduduk di Indonesia.
Salah satunya adalah penurunan angka kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia. Diketahui, berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2020, angka TFR di Indonesia sudah mendekati angka standar 2,1.
Angka rujukan tersebut merupakan angka capaian ideal bagi seluruh negara yang kemudian disebut dengan istilah Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS).
Jika TFR berada di bawah angka 2,1, maka penduduk cenderung akan mengalami penurunan jumlah. Namun jika TFR lebih dari 2,1, maka akan terjadi pertumbuhan penduduk.
TFR sendiri merupakan indikator penting yang mencerminkan rata-rata anak yang dilahirkan seorang wanita selama masa reproduksinya.
Nilai TFR menjadi acuan strategis untuk menilai efektivitas program KB dalam mengendalikan laju pertumbuhan penduduk di suatu negara.
“Di Jawa (TFR) sudah 2,00 sekian ya. Di Jabar sudah 2,00 sekian. Sementara di Jawa Tengah 2,04, di DIY 1,9, di DKI 1,89. Jadi, pembangunan yang sifatnya asimetris harus disikapi bersama,” terang dokter Hasto.
"Ada wilayah lain seperti NTT dan Papua yang anaknya masih banyak. Tapi di daerah Jawa rendah sekali," ungkapnya.
Ditambahkan dokter Hasto, untuk itulah BKKBN berkomitmen untuk merumuskan kebijakan yang tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan spesifik masing-masing wilayah.
Hal ini dilakukan demi menjaga keseimbangan dan mencapai angka kelahiran ideal di seluruh wilayah Indonesia.
Seperti diketahui, dikatakan suatu negara telah mencapai penduduk tumbuh seimbang, maka angka fertilitas atau TFR ideal sebesar 2,1. Maka, agar tidak terjadi de-populasi nilai Net Reproductive Rate (NRR) sebesar 1,00.
NRR sendiri adalah jumlah bayi perempuan yang dilahirkan selama masa reproduksinya dengan asumsi bayi perempuan tersebut mengikuti pola fertilitas dan pola mortalitas ibunya.
Karena itulah ada korelasi kuat antara TFR dengan NRR.
“Bahasa mudahnya, rata-rata kelahiran anak perempuan di masyarakat dianjurkan satu anak, tetapi dengan tetap mengupayakan di setiap keluarga memiliki anak rata-rata sebanyak dua anak,” jelas dokter Hasto.
Dokter Hasto menambahkan, meskipun terdengar seperti mengatur kelahiran, tetapi begitulah pentingnya merencanakan suatu kehamilan.
“Hak prerogatif memang milik Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi tidak ada salahnya merencanakan suatu kehamilan dalam keluarga,” kata dia.