Kemenpora dan BKKBN Edukasi Program Keluarga Muda Berdaya, Ini Pesan untuk Calon Pengantin
Kemenpora dan BKKBN Edukasi Program Keluarga Muda Berdaya
Ini kolaborasi lintas sektor dalam meningkatkan keluarga berkualitas dan kepemimpinan pemuda dalam rumah tangga
Kemenpora dan BKKBN Edukasi Program Keluarga Muda Berdaya, Ini Pesan untuk Calon Pengantin
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berkolaborasi dalam Program "Keluarga Muda Berdaya X Siap Nikah Goes to Campus".
Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Raden Isnanta menjelaskan, Kemenpora memiliki program "Keluarga Muda Berdaya", yakni program peningkatan kualitas dan kapasitas kepemimpinan pemuda.
Sementara, BKKBN mengedukasi remaja dan pemuda untuk mempersiapkan diri memasuki dunia pernikahan melalui program "Siap Nikah".
Dia mengatakan, program ini merupakan kolaborasi lintas sektor dalam meningkatkan keluarga berkualitas dan kepemimpinan pemuda dalam rumah tangga melalui penguatan pemahaman remaja dan pemuda. Tujuannya untuk persiapan kehidupan berkeluarga dan peningkatan kapasitas keluarga muda berdaya.
"Kolaborasi program lintas sektor Kemenpora dan BKKBN untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan domestik pemuda melalui pemberian penguatan literasi kesehatan reproduksi, psikologi perkawinan, legalitas (hukum) keluarga, perencanaan keuangan, menghadapi masa pernikahan," kata Isnanta di Universitas Negeri Semarang (Unnes), Jawa Tengah, Rabu (26/6).
Asisten Deputi (Asdep) Kepemimpinan Pemuda Andi Susanto menambahkan, "Keluarga Muda Berdaya X Siap Nikah Goes to Campus" merupakan implementasi dari perjanjian kerja sama (PKS) yang belum lama ditandatangani Kemenpora dan BKKBN.
"Kemenpora dan BKKBN sepakat melakukan penguatan pemahaman remaja dan pemuda dalam rangka persiapan kehidupan berkeluarga dan peningkatan kapasitas keluarga muda berdaya," tambah Andi.
Sementara, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengingatkan pasangan yang akan menikah untuk menghemat biaya yang tidak perlu. Salah satu biaya yang bisa ditekan adalah biaya pranikah atau prewedding.
"Pesan praktisnya itu jangan terlalu membesar-besarkan yang enggak penting, contohnya prewedding. Kita itu bisa mencapai puluhan juta rupiah, bahkan ada yang sampai ratusan juta rupiah," ucap Hasto.
Menurut Hasto, biaya prewedding yang terlalu besar bisa dialihkan kepada kebutuhan lain, seperti untuk membiayai tes darah atau mengonsumsi obat penambah darah sehingga ada perbaikan kualitas kesehatan pasangan.
"Konsepsi untuk tes HB (hemoglobin), minum tablet tambah darah itu dikerjakan. Padahal itu murah banget, bahkan ada yang gratis. Itu pesan saya," tutur Hasto.
Dia pun meminta agar pernikahan tidak dilakukan pada usia terlalu dini dan terlalu tua.
Kemudian, jarak kehamilan tidak dekat dan tidak terlalu sering hamil.
"Jangan terlalu muda nikah. Jangan terlalu tua juga (minimal 21 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk pria). Kemudian jangan terlalu sering hamil (jarak kehamilan terlalu dekat). Satu lagi jangan terlalu banyak. Sebetulnya target kita anak itu 2,1 (untuk setiap pasangan menikah)," kata Hasto.
Hasto juga menyoroti perilaku seks pada anak muda yang dilakukan pada usia dini sebelum menikah. Menurutnya, angka persentase seks di luar nikah sudah lebih dari 50 persen.
"Remaja-remaja kita hubungan seksnya maju. Tapi nikahnya mundur. Jadi sekarang hampir 74 persen remaja laki-laki dan 69 persen remaja perempuan sudah hubungan seks antara usia 15 sampai 19 tahun. Tapi nikahnya di atas 22 tahun," ucap Hasto.
Baginya, seks di luar nikah bisa berdampak sistemik, misalnya lahirnya anak yang stunting. "Jadi kalau nanti banyak seks di luar nikah, otomatis banyak kejadian harus pakai dispensasi karena harus nikah, karena kecelakaan hamil di luar nikah. Anaknya akhirnya tidak terurus, stunting juga," kata Hasto.