Kepala BKKBN Ungkap Akar Masalah Stunting di NTB
Hasto Wardoyo, mengatakan, keluarga harus dijadikan arus utama pembangunan
Hasto Wardoyo, mengatakan, keluarga harus dijadikan arus utama pembangunan
Kepala BKKBN Ungkap Akar Masalah Stunting di NTB
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr Hasto Wardoyo, mengatakan, keluarga harus dijadikan arus utama pembangunan.
Hal itu sesuai dengan pesan yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Arahan Bapak Presiden bagaimana keluarga itu menjadi bagian yang diarusutamakan di dalam pembangunan. Kalau kita sudah menganggap bahwa sumber daya manusia itu menjadi hal yang penting, maka ada sense of urgency,” ujar Hasto.
“Biasanya banyak orang yang tidak punya perhatian terhadap kualitas SDM, sehingga sense of urgency -nya itu tidak muncul di situ. Oleh karena itu, kita sepakat bahwa kita sudah bagus bahwa sekarang ini NTB sudah memprioritaskan, dan punya rasa bahwa ini adalah suatu hal yang penting, yaitu kualitas SDM khususnya stunting,” ungkap Hasto
saat menjadi pembicara kunci dalam Forum Koordinasi Stunting NTB.
Hal lain, menurut Dokter Hasto, adalah bagaimana kesadaran untuk makan makanan bergizi sebagai langkah nyata dan konkret dalam menurunkan stunting khususnya di NTB.
“Kesadaran untuk mengkonsumsi makanan yang bervariasi itu juga menjadi bagian dari urgency yang harus dikedepankan,” ujar Hasto.
“Kalau ada orang yang mengarusutamakan pembangunan katakanlah SDM itu mengarusutamakan gender atau perempuan, ini juga kita bisa mengarusutamakan bagaimana kita mengkonsumsi nutrisi gizi yang baik,” kata Hasto.
Hasto menambahkan, semakin bukti menunjukkan bahwa semakin ke pelosok desa, variasi makannya semakin tidak bagus.
Hal ini, kata Hasto, perlu langkah nyata yang ditunjukkan untuk membuat warga mau makan yang bervariasi.
Strategi menurunkan stunting memang butuh prioritas agar bisa fokus pada daerah-daerah yang stuntingnya masih tinggi.
Di sisi lain juga harus memegang teguh asas keadilan dan pemerataan.
“Jadi equal equity itu menjadi konsep yang selalu kita pegang teguh tentunya, hingga itu bagian dari strategi,” kata Hasto.
Kemudian juga melihat faktor-faktor lain, selain ada faktor sensitif dan spesifik, memang ada faktor menengah.
Faktor yang tidak jauh dan juga tidak dekat sekali seperti Total Fertility Rate (TFR) dan Age Specific Fertility Rate (ASFR) pada usia 15-19 tahun yang juga sangat berpengaruh terhadap penurunan angka stunting.
Dompu, Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Sumbawa memiliki ASFR yang masih cukup tinggi sehingga misalnya strategi prioritas program di Dompu dengan pendewasaan usia pernikahan akan sangat signifikan untuk menurunkan stunting. Inilah bagian strategi, kata Dokter Hasto.
“Nyata itu juga strategis, jadi dengan kita mengintervensi yang tepat permasalahan, jadi ketika kita di Dompu mau berbuat apa, kemudian di Lombok Barat mau berbuat apa, itu sesuai dengan faktor risiko yang muncul di sana,” kata Hasto.
“Jadi saya kira ini satu hal yang penting untuk kita sikapi bersama, memaksimalkan kecerdasan untuk menembak lebih tepat, sesuai dengan diagnosisnya di masing-masing wilayah,” tegas Hasto lagi.
Lebih lanjut, Hasto juga menyoroti permasalahan sensitif setiap wilayah seperti sanitasi dan jambanisasi.
“Kalau mengintervensi Lombok Timur sama Lombok Tengah itu bisa jadi semua NTB bisa turun sekali, sehingga saya kira ini perlu perhatian,” ujar Hasto.
“Ini sumber air yang tidak layak dan seterusnya ini hasil pendataan yang terkini, yang dari 2023, masih di Lombok Utara, persentase air minum yang kurang layak, meskipun persentasenya tidak besar hanya 6 persen, Lombok Barat hanya 4 persen,” ujar Hasto.
Hasto melanjutkan, tetapi sanitiasi sebagai suatu guidance untuk memberikan perhatian yang lebih kepada Lombok Timur.
Begitu juga jamban, di Lombok Barat masih cukup tinggi. 21,8 persen, di Bima masih 18 persen.
“Ini mungkin juga menjadi guidance bahwa pembangunan jamban rumah tidak layak itu menjadi penting,” terang Hasto.
Tiga Indikator
Sementara itu dalam evaluasi ini, Kepala Dinas Kesehatan NTB, Lalu Hamzi Fikri menyoroti beberapa aspek penting.
Di antaranya beberapa catatan untuk Kabupaten Kota yang masih tinggi angka stuntingnya dibanding dengan yang lain perlu fokus pada 3 indikator.
Yaitu, penggunaan alat ukur yang sesuai standar tidak lagi memakai dacin sebagai alat ukur.
Melainkan antropometri, peningkatan sumber daya manusia atau kader posyandu, dan penguatan SOP di level posyandu.
Lalu juga menyoroti tindakan nuata seperti mengubah perilaku makan pada anak.
“Pagi tadi, kami berdiskusi dengan teman-teman dari TNI AD terkait penanganan stunting dimana fokusnya adalah pada tindakan nyata, seperti memberikan pesan edukatif untuk mengubah perilaku anak yang suka makan snack, yang ternyata bisa mengurangi nafsu makan, dan selain itu, kami juga membahas perlunya penguatan SOP yang sudah ada untuk mengurangi kesalahan,” ujar Lalu.
“Terutama di level posyandu, sesuai dengan arah transformasi kesehatan yang menekankan pentingnya pelayanan primer,” ucap Lalu.
Lalu juga mengharapkan, gerakan seperti bakti stunting atau orang tua asuh dapat berlanjut.