BPJS Jadi Sorotan, Bagaimana Kondisi Keuangan Sebenarnya?
Kondisi keuangan BPJS Kesehatan menjadi sorotan, dengan laporan beragam yang menunjukkan surplus dan defisit. Apa sebenarnya yang terjadi?

Kondisi keuangan BPJS Kesehatan saat ini menjadi topik hangat di kalangan publik. Pelbagai laporan yang beredar menunjukkan gambaran yang berbeda-beda mengenai stabilitas dan kesehatan finansial lembaga ini.
Beberapa pihak mengklaim bahwa BPJS Kesehatan berada dalam kondisi stabil dan bahkan surplus, sementara yang lain melaporkan adanya defisit yang signifikan. Mari kita telusuri lebih dalam mengenai kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang menjadi sorotan ini.
Keuangan BPJS Kesehatan
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, dalam pernyataannya menegaskan bahwa pendapatan BPJS Kesehatan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2024, pendapatan diproyeksikan mencapai Rp166 triliun dan diperkirakan akan melampaui Rp200 triliun pada tahun 2025.
Ghufron juga menyatakan keyakinannya bahwa BPJS Kesehatan tidak akan mengalami kebangkrutan atau gagal bayar klaim rumah sakit.
Menurut dia, tingkat kolektibilitas iuran BPJS Kesehatan juga menunjukkan angka yang menggembirakan, mencapai 98,77% pada tahun 2024.
Keberhasilan ini didukung oleh kemudahan akses melalui berbagai kanal pembayaran yang tersedia bagi peserta. Selain itu, per 30 November 2024, kondisi finansial Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan tercatat sebesar Rp52,40 triliun, dan aset bersih BPJS Kesehatan pada 31 Desember 2023 mencapai Rp57,76 triliun, yang cukup untuk menutupi klaim selama 4,36 bulan ke depan.
Faktor Penyebab Defisit
Namun, di sisi lain, Dewan Pengawas BPJS Kesehatan melaporkan adanya defisit sebesar Rp9,56 triliun pada tahun 2024. Defisit ini disebabkan oleh ketimpangan antara pendapatan iuran yang mencapai Rp165,34 triliun dan beban jaminan kesehatan yang mencapai Rp174,90 triliun.
Faktor lain yang berkontribusi terhadap defisit ini termasuk peningkatan beban jaminan kesehatan pasca-pandemi Covid-19, perubahan pola tarif jaminan kesehatan nasional, dan biaya tindak lanjut skrining 14 penyakit.
Selain itu, laporan lain juga menyebutkan defisit yang sama, dengan selisih antara pendapatan iuran dan beban klaim jaminan kesehatan. Hal ini menunjukkan adanya tantangan besar yang dihadapi BPJS Kesehatan dalam mengelola anggaran yang terbatas, terutama ketika harus menanggung biaya untuk penyakit-penyakit yang mahal.
Keterbatasan BPJS Kesehatan
Dalam sebuah pernyataan yang mengundang perhatian, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui keterbatasan anggaran BPJS Kesehatan. Ia secara terbuka menyatakan bahwa BPJS Kesehatan belum mampu meng-cover 100 persen biaya pengobatan untuk semua jenis penyakit. Dengan iuran yang terjangkau, BPJS Kesehatan harus menanggung penyakit-penyakit paliatif yang biayanya bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.
“Jadi, tidak semua jenis perawatan bisa dibiayai oleh BPJS,” kata Budi. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun BPJS Kesehatan berupaya memberikan layanan yang terbaik, ada batasan yang harus dihadapi dalam hal pembiayaan kesehatan.