Drone Emprit: Masyarakat Jadikan Media Mainstream Sebagai Legitimasi Opininya
Merdeka.com - Senior Analyst Drone Emprit Yan Kurniawan mengungkapkan bahwa media massa atau media mainstream masih menjadi sumber informasi bagi masyarakat. Namun, berita-berita yang diproduksi media mainstream hanya dijadikan sebagai alat legitimasi semata atas keyakinan.
Sebagai gambaran, seseorang sudah memiliki keyakinan atau sikap tertentu terhadap pemerintah. Entah menyukai atau tidak menyukai pemerintah.
"Pola masyarakat melihat media pertama sebagai alat legitimasi dia untuk membenarkan opini," ujar dia dalam diskusi Trijaya FM, Sabtu (23/10).
-
Siapa yang mengkritik Jokowi? Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengkritik kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
-
Kenapa Jokowi dikritik? Khususnya terhadap keluarga Jokowi yang ikut dalam kontestasi politik baik Pilpres maupun pilkada.
-
Apa yang sebenarnya diunggah Jokowi di Instagram? Postingan tersebut diunggah pada 5 Oktober 2023. Sementara itu, bagian komentar juga dibanjiri dengan warganet yang meminta bantuan Jokowi untuk kembali mengangkat kasus Jessica-Mirna agar diusut tuntas.'Pak tolong angkat kasus jessica, ini kemauan rakyat,' tulis akun @scarlattinoj***.
-
Siapa yang menggugat Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
-
Kenapa Joe Biden dikritik? Biden juga diserang beberapa anggota Partai Demokrat karena mendanai Israel dan mengabaikan genosida penjajah Israel terhadap warga Palestina di Gaza.
-
Bagaimana Jokowi meminta awak media untuk informasi lebih lanjut? 'Tanyakan langsung ke Kapolri. Kapolri ada. Kapolri? Kapolri ada. Tanyakan ke kapolri langsung,' ujar dia.
Ketika yang bersangkutan hendak menyampaikan opininya, dia akan mengambil produk berita media mainstream. Berita itu dijadikan sebagai legitimasi untuk mendukung opininya.
"Saya tidak suka Pak presiden saya cari link berita yang negatif terhadap Pak Presiden saya masukkan di akun sosmed saya saya ngomong statement tidak suka presiden dengan legitimasi sumber berita tersebut," urai dia.
Hal tersebut berbeda dengan media partisan yang secara jelas mengambil sikap. Misalnya ada media yang sudah pasti arahnya mendukung pemerintah atau menjadi oposisi. "Tapi kalau media mainstream terombang-ambing tergantung selera publik," jelas dia.
"Jadi bisa dibilang posisi media di sosmed tergantung dari apa yang dia konsumsi dan dia yakini," katanya.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi tetap menganggap sebuah kritikan sebagai kebebasan berekspresi.
Baca SelengkapnyaJokowi menganggap itu sebuah kritikan yang harus didengar
Baca SelengkapnyaPrabowo melemparkan guyon, menyebut awak media terkadang meresahkan pemimpin partai politik.
Baca SelengkapnyaBuzzer sering dikaitkan dengan orang yang membuat pencitraan.
Baca SelengkapnyaJangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menyebut masih banyak media online yang tidak memiliki dewan redaksi.
Baca SelengkapnyaCapres Anies Baswedan mengaku kerap mengkritik pemerintahan.
Baca SelengkapnyaAnies Baswedan menyebut penting untuk menyampaikan gagasan, ide dan kebijakan dalam debat Capres.
Baca SelengkapnyaDi Indonesia istilah ini mulai populer setelah pemilu tahun 2019.
Baca SelengkapnyaSecara pribadi, Jokowi mengaku tak masalah dihina dan diejek.
Baca SelengkapnyaFenomena ini dikhawatirkan akan berdampak buruk pada kualitas proses demokrasi hingga berpotensi menimbulkan konflik antar pendukung calon kepala daerah.
Baca Selengkapnya