Berapa yang Harus Dibayar Jika Top Up Uang Elektronik Terkena PPN 12 Persen?
Pemerintah menjamin bahwa sistem pembayaran yang menggunakan QRIS tidak akan dikenakan PPN.
Masyarakat di media sosial hingga kini masih dihantui terkait penerapan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang menyasar sistem pembayaran yang menggunakan QRIS atau isi ulang kartu elektronik maupun e-wallet.
Beberapa masyarakat mempertanyakan terkait perhitungan PPN 12 persen jika ingi melakukan top up kartu elektronik.
-
Apa itu PPN 12%? Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% akan mulai diterapkan pada tanggal 1 Januari 2025.
-
Kapan PPN 12% mulai berlaku? Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% akan mulai diterapkan pada tanggal 1 Januari 2025.
-
Apa saja yang dikenakan pajak 12 persen? Viral Biaya Ibu Melahirkan Dikenakan Pajak 12 Persen, Cek Faktanya Publik dihebohkan dengan unggahan di media sosial Facebook yang mengeklaim biaya persalinan akan dikenakan pajak 12 persen.
-
Mengapa Netflix dan Spotify dikenakan PPN? DJP (Direktur Jenderal Pajak) Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, telah mengumumkan bahwa layanan hiburan seperti Netflix dan Spotify akan dikenakan tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 12 persen mulai tahun 2025.
-
Bagaimana cara menghitung iuran BPJS untuk PPU? Total iuran yang harus dibayarkan adalah 5% dari gaji atau upah bulanan. Pembagiannya adalah 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta.
-
Apa itu bunga persen pinjaman? Bunga persen pinjaman adalah biaya tambahan yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman sebagai imbalan atas penggunaan dana pinjaman.Bunga ini dihitung sebagai persentase tertentu dari jumlah pinjaman yang diberikan. Dalam praktiknya, bunga persen pinjaman disebut juga sebagai suku bunga.
"Pemakai e-money, siap². PPN 12 persen jatuhnya ke biaya top-up dan ke transaksi kita. Biaya top-up jadi tanggungan penyelenggara; pemakaian untuk transaksi² kita yang kena," tulis salah satu akun X, dikutip Senin (23/12).
Lantas bagaimana perhitungan top up elektronik?
Berikut cara perhitungan top up uang elektronik:
Seorang pekerja swasta, ingin mengisi ulang e-money sebesar Rp1.000.000. Untuk transaksi ini, dikenakan biaya admin sebesar Rp1.500. Selain itu, ada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dihitung dari biaya admin tersebut.
• Ketika PPN masih 11%, pajak yang harus dibayarkan adalah:
PPN = 11% x Rp1.500 = Rp165.
Jadi, total biaya yang harus dikeluarkan Slamet adalah:
Rp1.000.000 (nominal top-up) + Rp1.500 (biaya admin) + Rp165 (PPN 11%) = Rp1.001.665.
• Jika PPN naik menjadi 12%, pajak yang harus dibayarkan berubah menjadi:
PPN = 12% x Rp1.500 = Rp180.
Dengan demikian, total biaya yang harus dikeluarkan Slamet adalah:
Rp1.000.000 (nominal top-up) + Rp1.500 (biaya admin) + Rp180 (PPN 12%) = Rp1.001.680.
Perlu dicatat bahwa nominal top-up e-money yang diterima pekerja tersebut tetap Rp1.000.000, tidak terpengaruh oleh perubahan PPN. Namun, biaya yang dikeluarkan menjadi sedikit lebih besar jika PPN naik dari 11% ke 12%.
Pemerintah Bantah Transaksi QRIS Kena PPN 12 Persen
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa sistem pembayaran yang menggunakan QRIS tidak akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Airlangga menyatakan PPN hanya dikenakan pada barang yang dijual, bukan pada sistem transaksinya.
Menko Perekonomian tersebut juga menegaskan bahwa bahan pokok penting dan turunannya tidak akan dikenakan PPN. Selain itu, sektor transportasi, pendidikan, dan kesehatan juga tidak akan dikenakan pajak tersebut, kecuali untuk beberapa hal tertentu.
"Berita akhir-akhir ini banyak yang salah. Pertama urusan bahan pokok penting tidak kena PPN termasuk turunannya turunan tepung, terigu turunan minyak kita, turunan gula. Bayar tol juga tak kena PPN" jelas Airlangga.
Transaksi Uang Elektronik
Sebelumnya, terdapat isu di masyarakat yang menyatakan bahwa transaksi uang elektronik akan dikenakan tarif PPN sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Menanggapi hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberikan klarifikasi bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984.
"Artinya bukan objek pajak baru," ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, yang dikutip dari Antara pada Jumat (20/12).
UU PPN telah mengalami pembaruan dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam UU HPP tersebut, layanan uang elektronik tidak termasuk dalam daftar objek yang dibebaskan dari PPN. Dengan kata lain, ketika tarif PPN naik menjadi 12 persen, maka tarif tersebut juga akan berlaku untuk transaksi uang elektronik.