Duduk Perkara Rizieq Shihab Gugat Jokowi Rp5.246 Triliun
Jumlah gugatan senilai utang luar negeri Indonesia periode 2014 hingga 2024, dan diminta menyetorkan kas negara senilai Rp5.264 triliun.
Mantan Pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab mengajukan gugatan perdata kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) senilai Rp5.246 triliun ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 30 September 2024.
Gugatan dengan nomor perkara 611/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst. diajukan Rizieq Shihab karena menganggap Jokowi telah melakukan perbuatan melawan hukum berupa rangkaian kebohongan selama periode 2012-2024, sejak dirinya menjadi Calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta tahun 2012, Calon Presiden (Capres) tahun 2014 dan 2019, hingga menjabat sebagai presiden.
Adapun yang dimaksud Rizieq adalah terkait komitmen untuk menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta selama satu periode penuh atau 5 tahun, mengenai data 6.000 unit pesanan mobil Esemka, komitmen untuk menolak dan tidak akan melakukan pinjaman luar negeri, komitmen akan melakukan swasembada pangan, kemudian komitmen tidak akan menggunakan APBN untuk pembiayaan sejumlah infrastruktur seperti kereta cepat Indonesia-China (KCIC), hingga soal data uang Rp11 triliun yang ada di kantong Jokowi.
Atas segala tuduhan tersebut, Rizieq Shihab bersama dengan Tim Advokasi Masyarakat Anti Kebohongan (TAMAK) menggugat Jokowi untuk membayar ganti rugi materil sebesar nilai utang luar negeri Indonesia periode 2014 hingga 2024, dan diminta menyetorkan kas negara senilai Rp5.264 triliun.
Tidak hanya itu, Rizieq juga meminta agar negara tidak memberikan rumah sebagai mantan presiden kepada Jokowi, dan meminta agar negara menahan atau tidak memberikan seluruh uang pensiun Jokowi.
Menanggapi gugatan perdata yang dilayangkan Rizieq Shihab kepada Jokowi, Staf Khusus (Stafsus) Presiden Dini Purwono menyebut agar hukum yang disediakan tidak digunakan untuk mencari sensasi.
"Tentu merupakan hak bagi setiap warga negara untuk mengajukan upaya hukum, namun sebaiknya setiap upaya hukum dilakukan dengan serius dan bertanggung jawab. Jangan menggunakan upaya hukum yang disediakan oleh konstitusi secara semena-mena hanya untuk sekadar mencari sensasi atau tujuan provokasi," kata Dini kepada wartawan di Jakarta, Senin (7/10).
Melansir laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, sidang perdana akan dilaksanakan hari ini, Selasa (8/10) pukul 10.00 WIB. Sidang akan dilakukan dengan agenda pemeriksaan legal standing dari para pihak.
Reporter Magang: Maria Hermina Kristin