Fatia dan Haris Divonis Bebas, Kontras: Ini Pesan agar Kita Harus Terus Mengkritik
KontraS angkat bicara terkait putusan bebas terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam perkara dugaan pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) angkat bicara terkait putusan bebas terhadap dua aktivis, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam perkara dugaan pencemaran nama baik Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Fatia dan Haris Divonis Bebas, Kontras: Ini Pesan agar Kita Harus Terus Mengkritik
Tim Advokasi untuk Demokrasi sekaligus pengacara keduanya, Muhammad Isnur menyatakan, putusan itu memiliki pesan agar masyarakat jangan takut untuk terus mengkritik, sebagaimana kebebasan berekspresi dalam kehidupan berdemokrasi.
"Putusan ini memberikan pesan bahwa kita harus dan terus mengkritik, berbicara dan menyampaikan pendapat," kata Isnur dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/1).
"Apa yang disampaikan hakim adalah kebenaran, karena menyebut demokrasi dan kebebasan berekspresi. Putusan ini menyampaikan pesan bahwa jangan takut dan jangan berhenti," tambahnya.
Terlebih, kata Isnur, dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa kata "lord" bukan masuk ke dalam unsur pencemaran baik. Begitu pun yang diucapkan oleh Fatia dalam video podcast, yakni kata "jadi penjahat juga kita" tidak menuju kepada LBP sehingga tidak dapat diklasifikasikan kepada penghinaan.
Selain itu, dalam putusan yang dibacakan, majelis hakim menyatakan bahwa Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak bisa dilepaskan dari putusan Mahkamah Konstitusi dan Surat Keputusan Bersama tiga lembaga yakni Kominfo, Jaksa Agung dan Kapolri.
"Tujuan awal podcast ini adalah membantu masyarakat di Papua yang masih hidup dalam situasi kekerasan dan pelanggaran HAM." kata Isnur.
Pada keterangan yang sama, anggota Tim Advokasi untuk Demokrasi, Arif Maulana juga menyampaikan kalau kalimat "bisa dibilang bermain tambang yang terjadi di Papua hari ini" yang diucapkan Fatia, terbukti dan tidak dapat diingkari.
Lewat podcast yang dipandu Haris itu, memang PT TDM sebagai anak perusahaan PT Toba Sejahtera yang sahamnya dimiliki 99 persen oleh Luhut, memiliki keterkaitan pada penjajakan bisnis di Papua. Alhasil, unsur pasal Pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik atau dalam dakwaan pertama tidak terbukti.
"Apa yang dibacakan majelis hakim dalam putusannya mengakui bahwa riset dari koalisi masyarakat sipil adalah benar dan harus diakui sebagai sebuah fakta. Riset tersebut menyatakan bahwa terdapat conflict of interest dari LBP," kata dia.
Termasuk terkait Pasal 14 UU No 1 Tahun 1946 tentang pemberitahuan bohong. Dalam pasal ini pun pertimbangan hakim menyatakan bahwa PT Toba sebagai Beneficiary Owner (BO) terlihat dari korespondensi antara Paulus Prananto dengan PT MQ dan West Wits Mining untuk derewo project.
Karena itu, ucapan Fatia dan Haris yang didasari pada hasil riset koalisi masyarakat sipil bukan merupakan berita bohong. Lebih lanjut, hakim pun menilai bahwa judul podcast "Ada Lord Luhut di Balik Operarasi Militer di Papua" juga bukan merupakan pemberitaan bohong sehingga dakwaan primair kedua tidak terpenuhi.
"Maka, ketika ingin hukum setara, polisi harus mengusut jejak bisnis pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan Luhut," ujar Arif.
Pasal 311 KUHP sebagai dakwaan dalam putusannya pun menjabarkan unsur-unsur yang ada. Hakim menyatakan yang diucapkan Fatia dan Haris bukanlah melanggar kehormatan dan nama baik, melainkan sebuah kenyataan sehingga delik pada unsur pasal ini tidak terpenuhi.
"Ada harapan bagi demokrasi, kami berharap Mahkamah Agung bisa konsisten jika ada upaya hukum yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum," tuturnya.
Jaksa Ajukan Kasasi
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) ternyata langsung mengajukan kasasi atas vonis bebas yang dijatuhkan kepada Haris dan Fatia.
Vonis bebas tersebut tertuang dalam amar putusan yang dibacakan Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Senin (8/1).
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta, Herlangga Wisnu Murdianto mengatakan, pengajuan kasasi sesuai Akta Permintaan Kasasi Nomor 02/Akta.Pid/2024/PN.Jkt.Tim tanggal 08 Januari 2024 untuk perkara atas nama terdakwa Haris Azhar dan 03/Akta.Pid/2024/PN.Jkt.Tim tanggal 08 Januari 2024 untuk perkara atas nama terdakwa Fatiah Maulidiyanti.
"Terhadap putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur langsung menyatakan kasasi," kata Herlangga dalam keterangan tertulis, Senin (8/1).