Heboh RS Medistra Larang Dokter Pakai Hijab, Begini Reaksi Keras IDI
Rumah Sakit (RS) Medistra Jakarta melarang dokter dan perawat menggunakan hijab.
Rumah Sakit (RS) Medistra Jakarta melarang dokter dan perawat menggunakan hijab. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memprotes keras aturan tersebut.
Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota PB IDI, dr Beni Satria mengatakan, RS Medistra melakukan diskriminasi terhadap pekerja.
"Perbuatan tersebut dikategorikan sebagai perlakuan diskriminasi terhadap pekerja atas dasar agama, perbuatan tersebut juga dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi pekerja untuk melaksanakan ibadah," kata Beni, Senin (2/9).
Beni menegaskan, tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan, baik itu berdasarkan agama, kelamin, suku, ras, maupun aliran politik.
Jika ada rumah sakit yang melarang pekerja memakai hijab, kata Beni, bisa dikenakan delapan sanksi. Di antaranya, sanksi teguran, tertulis, pembatasan operasional, hingga pencabutan izin.
Beni merujuk pada Pasal 28 E ayat (1), (2) UUD 1945. Pasal 28E ayat 2 berbunyi, setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Dia juga menyinggung Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 22 menyebutkan, negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
"Ini artinya, mengenakan jilbab sepenuhnya merupakan hak asasi yang pekerja miliki dan tidak bisa dilarang oleh Rumah Sakit/Perusahaan," ujarnya.
Beni menyarankan tenaga medis dan tenaga kesehatan yang dilarang menggunakan hijab oleh rumah sakit melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
RS Medistra Minta Maaf
Pihak RS Medistra akhirnya buka suara terkait dugaan larangan penggunaan jilbab bagi dokter dan perawat. Rumah sakit menyampaikan surat permohonan maaf yang ditandatangani langsung oleh Direktur RS Medistra Agung Budisatria.
"Kami memohon maaf atas ketidakyamanan yang ditimbulkan akibat isu diskriminasi yang dialami oleh salah seorang kandidat tenaga kesehatan dalam proses rekrutmen. Hal tersebut kini tengah dalam penanganan Manajemen," tulis surat yang diterima awak media, Selasa (2/9).
Dia memastikan, RS Medistra terbuka untuk siapa pun selama mau bekerja sama. Pascakejadian ini, RS Medistra akan memperbaiki komunikasi dalam proses rekrutmen.
"RS Medistra inklusif dan terbuka bagi siapa saja yang mau bekerja sama untuk menghadirkan layanan kesehatan terbaik bagi masyarakat. Ke depan, kami akan terus melakukan proses kontrol ketat terhadap proses rekrutmen ataupun komunikasi, sehingga pesan yang kami sampaikan dapat dipahami dengan baik oleh semua pihak," ujarnya.