Kemenkes Jawab Undip: Tak Ada Tekanan ke Dirut RS Kariadi soal Penghentian Sementara Aktivitas Klinis Dekan FK
Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril menegaskan, pihaknya tidak pernah menekan Dirut RS Dr. Kariadi Semarang.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjawab pernyataan Wakil Rektor IV Universitas Diponegoro (Undip), Wijayanto yang menyebut Kemenkes menekan Dirut RS Dr. Kariadi Semarang sehingga menghentikan sementara aktivitas klinis Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Yan Wisnu Prajoko.
Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril menegaskan, pihaknya tidak pernah menekan Dirut RS Dr. Kariadi Semarang.
"Tidak ada penekanan dari Kemenkes" kata Syahril kepada merdeka.com, Senin (2/9).
Syahril mengingatkan Undip soal isi surat penghentian sementara aktivitas klinis Dekan FK Yan Wisnu Prajoko di RS Dr. Kariadi Semarang.
Dalam surat itu disebutkan, aktivitas klinis Dekan FK Undip dihentikan sementara untuk menghindari konflik kepentingan dalam proses investigasi kematian mahasiswi Program Studi Dokter Spesialis (PPDS) Aulia Risma Lestari (ARL).
"Tujuan surat itu jelas disebutkan," ucapnya.
Syahril meminta Undip bisa bekerja sama dalam proses investigasi kematian ARL. Dugaan sementara, ARL bunuh diri karena dibully senior.
"Diharap semua pihak memberikan perhatian, dukungan dan kerja samanya supaya didapatkan hasil yang obyektif dan maksimal. Sehingga kita semua mempunyai peran dalam pencegahan dan penanganan perundungan di Rumah Sakit Pendidikan," ujar Syahril.
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi Semarang menghentikan sementara praktik Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko buntut dari kasus meninggalnya ARL.
Keputusan itu tertuang dalam surat Nomor KP.04.06/D.X/7465/2024 perihal Penghentian Sementara Aktivitas Klinis. Surat ini dikeluarkan RSUP dr Kariadi pada 28 Agustus 2024.
Namun, keputusan itu diprotes Wakil Rektor IV Undip, Wijayanto. Wijayanto mengaku mendengar kabar Dirut RS Dr. Kariadi mendapat tekanan dari Kemenkes sehingga menghentikan sementara aktivitas klinis Yan Wisnu Prajoko.
"Kami mendengar Pak Dirut mendapat tekanan luar biasa dari Kementerian Kesehatan sehingga mengeluarkan keputusan itu," kata Wijayanto, dikutip dari Antara, Minggu (1/9).
Wijayanto heran mengapa RS Dr. Kariadi menghentikan aktivitas klinis Yan Wisnu Prajoko. Padahal, Undip sudah melakukan investigasi internal terkait penyebab kematian ARL.
Menurut dia, Undip sudah menegaskan bahwa kampus terbuka dengan hasil investigasi dari pihak luar, baik Kepolisian maupun Kementerian Kesehatan. Bahkan, kata dia, jika memang terbukti ada perundungan maka hukuman untuk pelaku jelas dan tegas, yakni drop out alias dikeluarkan.
Namun, dia mengatakan bahwa faktanya saat investigasi itu masih jauh dari kata selesai ternyata penghakiman, bahkan hukuman sudah dilakukan berkali-kali terhadap FK Undip.
Hukuman pertama, berupa penutupan PPDS Undip yang dilakukan Kemenkes pada 14 Agustus 2024, kata dia, jauh sebelum penyidikan atas kasus itu rampung dan ada keputusan dari polisi, apalagi pengadilan.
Penutupan program studi itu, dia menilai, tidak hanya merugikan 80-an mahasiswa PPDS lainnya, namun juga masyarakat yang mesti panjang mengantre karena kelangkaan dokter di RSUP dr Kariadi.
Hukuman kedua, kata dia, baru saja diberikan kepada dokter Yan Wisnu Prajoko selaku Dekan FK Undip yang ditangguhkan praktiknya di RSUP dr Kariadi, bahkan sebelum hasil investigasi keluar.
Dia menilai penangguhan praktik dokter spesialis bedah onkologi itu merupakan hukuman kedua yang diberikan oleh Kemenkes atas kasus yang sebenarnya masih dalam tahap investigasi, dan hukuman kemungkinan akan berlanjut.
"Di sini, kita segera teringat kasus yang menimpa Dekan Fakultas Kedokteran Unair (Universitas Airlangga) yang diberhentikan oleh menteri karena berani kritis pada kebijakan pemerintah," katanya.