Ironis, Mahasiswi Korban Pelecehan Seksual di NTB Malah Jadi Tersangka ITE Usai Lapor Kasus ke Polisi
Korban malah dijadikan tersangka oleh kubu pelapor karena dianggap suka mengunggah kasusnya dan membuat terlapor terpojok.
Polisi beralasan pelaporan kasus pelecehan disetop karena tak cukup bukti.
Ironis, Mahasiswi Korban Pelecehan Seksual di NTB Malah Jadi Tersangka ITE Usai Lapor Kasus ke Polisi
Kepolisian Resor(Polres) Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat(NTB) mengungkap pertimbangan penghentian penanganan laporan kasus dugaan pelecehan seorang mahasiswi kampus ternama yang sedang menjalani program praktik kerja lapangan (PKL).
Kepala Satreskrim Polres Lombok Utara Iptu Ghufron Subeki mengatakan, pertimbangan pihaknya menghentikan penanganan kasus pelecehan tersebut melihat kurangnya kelengkapan alat bukti.
"Jadi, keterangan saksi dengan korban tidak ada yang sejalan. Kalau CCTV, memang ada di lokasi, tetapi yang mengarah langsung ke tempat kejadian, belum kami temukan, makanya penanganan laporan ini kami hentikan," kata Ghufron. Demikian dikutip dari Antara, Jumat (10/5).
Kepala Seksi Humas Polres Lombok Utara Ipda Made Wiryawan turut menyampaikan bahwa pihaknya tidak bisa melanjutkan penanganan laporan ini berdasarkan hasil gelar perkara yang tidak menemukan kelengkapan alat bukti.
"Jadi, waktu kami lakukan gelar perkara, kami kekurangan syarat, seperti kurang alat bukti," ujarnya.
Usai adanya penghentian penanganan laporan, korban terungkap mengunggah beberapa kali status di media sosial pribadinya dengan kalimat yang menyudutkan terlapor berinisial AK atas dugaan pelecehan.
Karena unggahan tersebut, terlapor AK sebagai manajer hotel tempat korban menjalani PKL, melaporkan korban ke Polda NTB atas pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Jadi, klien kami ini sudah terlanjur sakit hati dengan unggahan-unggahan yang bersangkutan di media sosialnya itu, namanya sudah tercoreng dengan adanya tuduhan itu. Makanya klien kami ini memilih melapor ke Polda NTB" kata Lalu Anton Hariawan sebagai kuasa hukum AK.
Apabila masih belum terima alasan penghentian laporan di Polres Lombok Utara, alangkah baiknya mahasiswi tersebut kembali menempuh jalur hukum, bukan memainkan isu yang belum jelas kebenarannya di media sosial.
"Kalau memang ada alat bukti baru, silakan lapor kembali, biar jelas jadi terang benderang, kami tidak permasalahkan, mau itu di polres, polda, Mabes Polri, silakan, kami menjunjung tinggi proses hukum yang berjalan," ujarnya.
Namun, sebaliknya apabila laporan dugaan pelecehan itu kembali dinyatakan tidak terbukti, Anton mengingatkan agar mahasiswi tersebut menerima konsekuensi hukum atas unggahannya di media sosial.
"Kalau pada akhirnya tidak terbukti, yang bersangkutan harus siap menerima konsekuensi hukum atas laporan klien kami di Polda NTB" ucap dia.
Dari penanganan laporan AK, Polda NTB terungkap telah menetapkan korban kasus dugaan pelecehan seksual tersebut sebagai tersangka yang diduga melanggar Undang-Undang ITE.
Atas adanya persoalan ini, korban yang menjadi tersangka kasus ITE di Polda NTB mendapatkan pendampingan hukum dari Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) NTB.
Yan Mangandar, Ketua PBHM NTB memberikan klarifikasi terkait unggahan status media sosial dari mahasiswi PKL tersebut.
"Bahwa unggahan status itu tidak menyebut identitas siapapun dan lokasi di manapun. Unggahan itu juga sudah dihapus sepuluh hari kemudian," ujar Yan.