Jadi Mendikdasmen, Ini Pemikiran Abdul Mu’ti dalam Pendidikan
Abdul Mu'ti mengaku memiliki kedekatan khusus dengan Nadiem Makarim. Dia merasa antara dirinya dan Nadiem Makarim tidak ada jarak.
Nadiem Makarim resmi menjalani serah terima jabatan (Sertijab) dengan tiga menteri baru. Salah satunya dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti di Gedung A Kemendikbudristek.
Momen menarik terjadi saat Abdul Mu’ti menyampaikan sambutan. Pria kelahiran Kudus, Jawa Tengah 1968 ini mengaku memiliki kedekatan khusus dengan Nadiem Makarim. Dia merasa antara dirinya dan Nadiem Makarim tidak ada jarak.
Abdul Mu’ti mengatakan, Nadiem Makarim hadir pada saat acara pengukuhan dirinya menjadi Guru Besar UIN Syahid Jakarta. Padahal, kenangnya, saat itu sedang transisi pandemi Covid-19.
“SK (guru besar) saya yang menandatangani itu Mas Nadiem. Yang menjadikan saya profesor adalah Mas Nadiem,” ujar Abdul Mu’ti.
Saat meluncurkan bukunya berjudul “Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan”, Sekretaris PP Muhammadiyah ini juga menyebut Nadiem sempat hadir dan turut menjadi salah satu pembicara.
Dosen UIN Syahid Jakarta ini juga merasa dekat dengan Nadiem lantaran sering membahas masalah-masalah pendidikan. “Mas Nadiem tetap keep in touch dan jangan khawatir saya tetap jadi pelanggan setia Gojek,” candanya.
Untuk diketahui, Abdul Mu’ti resmi dikukuhkan menjadi Guru Besar bidang Ilmu Pendidikan Agama Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (2/9/2020). Saat itu dia menyampaikan, pendidikan adalah kunci kemajuan bangsa.
Bagi Abdul Mu’ti, pendidikan bukan hanya untuk mencetak generasi yang cerdas, tetapi juga generasi yang berkarakter, beretika, dan memiliki rasa tangung jawab terhadap kemanusiaan.
Pria yang menyelesaikan studi magisternya di Universitas Flinders Australia ini dalam kesempatan tersebut menyampaikan pemikirannya terkait pendidikan yang lebih progresif. Menurutnya, pendidikan di Indonesia perlu direformasi secara mendasar agar relevan dengan kebutuhan zaman.
Dalam pandangannya, Abdul Mu’ti menerangkan, pendidikan bukan hanya sekadar mencetak siswa yang cerdas secara kognitif, tetapi juga siswa yang memiliki kesadaran sosial dan kemanusiaan yang tinggi.
Dia menekankan pentingnya pembelajaran yang "mindful" atau berkesadaran. Menurutnya, sistem pendidikan harus mampu membuat siswa tidak hanya fokus pada hasil akhir, tetapi juga memahami proses belajar itu sendiri. Pendidikan yang mindful akan menuntun siswa untuk berpikir kritis, memahami perbedaan perspektif, dan membangun kesadaran diri yang kuat dalam konteks sosial dan budaya yang beragam.
Selain itu, Abdul Mu’ti juga mendorong agar pendidikan nasional menjadi lebih "meaningful" atau bermakna. Pendidikan yang meaningful, menurut Mu’ti, adalah pendidikan yang tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Pendidikan harus mampu memberikan siswa keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan dunia modern, termasuk penguasaan teknologi, kemampuan berpikir kritis, dan keterampilan komunikasi.
Dia juga tidak lupa menekankan pentingnya pendidikan yang "joyful" atau menyenangkan. "Belajar harus menjadi sebuah proses yang menyenangkan, bukan beban bagi siswa," ujarnya. Ia percaya bahwa pendidikan yang menyenangkan akan meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses belajar dan memaksimalkan potensi mereka.
Dalam reformasi pendidikan nasional, Abdul Mu'ti mendorong kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat. Ia percaya bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama yang memerlukan dukungan dari semua pihak. Dengan pendekatan yang mindful, meaningful, dan joyful, ia berharap Indonesia dapat melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga unggul dalam karakter dan siap menghadapi tantangan global.