Jejak Kasus Wamenkumham Hingga Jadi Tersangka Gratifikasi Rp7 Miliar
Eddy Hiariej sempat membatah menerima gratifikasi, bahkan menyebut laporan IPW mengarah ke fitnah.
Eddy Hiariej sempat membatah menerima gratifikasi, bahkan menyebut laporan IPW mengarah ke fitnah.
Jejak Kasus Wamenkumham Hingga Jadi Tersangka Gratifikasi Rp7 Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi.
"Penetapan tersangka terhadap Wamenkum HAM? Benar, itu sudah kami tandatangani sekitar dua Minggu yang lalu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (9/11).
Kasus ini bermula ketika, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso melapor ke KPK terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp7 miliar oleh Eddy Hiariej. Penerimaan itu disebutkan Sugeng terjadi pada April 2022 sampai dengan Oktober 2022.
Pelaporan itu terkait posisinya sebagai Wamenkumham dalam konsultasi kasus hukum dan pengesahan badan hukum PT CLM. Sebab, PT CLM kini tengah bermasalah di Polda Sulawesi Selatan dalam kasus dugaan tindak pidana izin usaha pertambangan (IUP).
Menanggapi laporan tersebut, Eddy mengaku tak mau mempersoalkannya.
"Saya tidak perlu menanggapi secara serius karena pokok permasalahan adalah hubungan profesional antara aspri (asisten prinadi) saya YAR dan YAM sebagai lawyer dengan kliennya Sugeng (Ketua IPW)"
kata Eddy dalam keterangannya, Selasa (13/3).
Merdeka.com
Eddy juga sudah mendatangi KPK untuk memberikan klarifikasi berkaitan hal tersebut pada Senin, 20 Maret 2023. Dalam kesempatan itu, Eddy juga memperkenalkan Yogi Arie Rukmana sebagai asisten pribadinya sejak sebelum dia menjadi Wamenkumham.
Usai memberikan klarifikasi, Eddy menyatakan tak akan melaporkan balik Sugeng. Tak seperti Yogi yang melaporkan Sugeng ke Bareskrim Polri terkait pencemaran nama baik.
Eddy merasa laporan yang disampaikan IPW sudah mengarah ke fitnah. Meski demikian, Eddy tak akan melaporkan balik IPW.
"IPW kan LSM, tugasnya watch doh, ya silakan. Yang kedua, ya kalau pejabat itu diadukan, yang harus dilakukan itu bukan melaporkan ke Bareskrim, tetapi dilakukan klarifikasi," kata dia.
Selain itu, Eddy mengatakan, jika dirinya melaporkan IPW berarti masuk dalam sistem peradilan pidana yang merupakan mode berperang. Eddy mengatakan dalam peperangan itu harus mencari lawan yang seimbang.
"Sistem peradilan pidana di mana pun the batle model, model berperang. Kalau berperang kan kita harus cari lawan yang seimbang," jelas Eddy.
Mendapatkan laporan dari IPW, KPK kemudian menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hasilnya, terdapat transaksi mencurigakan dalam kasus yang menyeret Eddy Hiariej.
"Kan memang semua penanganan tugas masing-masing antara PPATK dan KPK jika terdapat irisan kewenangan (TPPU-Korupsi), pasti dilakukan kerja sama tukar menukar informasi," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam keterangannya, Kamis (9/11).Berkaitan dengan kebenaran adanya transaksi mencurigakan yang dilakukan Eddy Hiariej, Ivan enggan membicarakannya lebih jauh. Menurut Ivan, hal itu bukan kewenangan PPATK.
KPK berkoordinasi dengan PPATK untuk menelusuri aliran uang dalam kasus yang menyeret nama Eddy Hiariej. Lembaga antirasuah itu melakukan koordinasi karena ada dugaan transaksi yang tidak wajar.
"Bahwa betul kami ada koordinasi dengan PPATK terkait proses penyidikan yang sedang berlangsung. Adapun substansi tentu tidak bisa kami sampaikan, karena sedang berproses," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (9/11).
KPK menegaskan akan menggunakan pasal gratifikasi untuk perkara yang berhubungan dengan Eddy Hiariej. Setelah suap dan gratifikasi, kemungkinan akan menerapkan juga pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Nanti juga setelah gratifikasi, biasanya kita lapisi lagi dengan pasal TPPU, karena untuk menjaring seluruh kekayaan yang memang kita duga atau kita anggap hasil dari tindak pidana korupsi," ujar Deputi penindakan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung KPK, Senin (6/11) Malam.