Jejak Samanhudi, Dulu Pasangan Politik Kini Terlibat Perampokan Walkot Blitar Santoso
Merdeka.com - Nama mantan Wali Kota Blitar M Samanhudi Anwar kembali mencuat setelah kejadian penetapan status tersangka kasus suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 8 Juni 2018 lalu. Bukan karena prestasi, namun namanya kembali sensasional lantaran terseret dalam kasus perampokan rumah dinas Wali Kota Blitar pada 12 Desember 2022 lalu.
Namun siapa sangka, nama eks Wali Kota Samanhudi dan Wali Kota Blitar Santoso ternyata bukan nama baru dalam kancah perpolitikan di Blitar, Jawa Timur. Dari data yang dihimpun, pada periode 2010-2015 lalu Samanhudi rupanya pernah berpasangan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Blitar. Keduanya dipercaya warga untuk menjabat sebagai pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Blitar.
Pada pilkada periode 2016-2019, pasangan petahana ini kembali memenangi kursi Blitar 1 dan 2, sebutan untuk jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Blitar. Keduanya, solid didukung oleh hampir semua partai pemilik kursi di parlemen.
-
Siapa yang dipilih dalam Pilkada? Pilkada adalah proses di mana masyarakat memilih pemimpin lokal, seperti gubernur, bupati, atau wali kota, yang akan memegang kendali atas pemerintahan daerah mereka selama beberapa tahun ke depan.
-
Siapa yang dipilih di Pilkada? Pilkada adalah proses pemilihan demokratis untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah.
-
Siapa saja yang dipilih dalam Pilkada? Pilkada memilih beberapa posisi penting yang mencakup: 1. Gubernur dan Wakil Gubernur, 2. Bupati dan Wakil Bupati, 3. Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
-
Dimana Pilkada ini? Pilkada Jawa Tengah semakin menarik karena bakal ada 'perang bintang'.
-
Apa itu Pilkada? Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah adalah proses demokratisasi di Indonesia yang memungkinkan rakyat untuk memilih kepala daerah mereka secara langsung.
-
Siapa saja yang terlibat dalam Pilkada? Selain itu, Pilkada juga merupakan ujian bagi penyelenggara pemilu, partai politik, dan para calon kepala daerah dalam menjalankan proses demokrasi yang jujur dan adil.
Namun sayang, kemesraan keduanya harus terpisahkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada 8 Juni 2018, komisi anti rasuah menjebloskan tokoh dari PDIP Blitar itu ke penjara karena kasus suap. Secara otomatis, Santoso yang saat itu menjabat sebagai Wawali, naik jabatannya menjadi penjabat sementara Wali Kota Blitar.
Usai nasib Samanhudi inkracht atau berkekuatan hukum tetap, Santoso pun meneruskan masa jabatan Wali Kota hingga masa jabatannya berakhir pada 2020.
Pada Pilkada 2020, Santoso rupanya maju kembali di Pilkada Blitar dengan menggandeng politikus bernama Tjutjuk Sunario. Pasangan ini pun diusung oleh PDIP, Gerindra, PPP, Demokrat dan Hanura. Mereka melawan pasangan Henry Pradipta Anwar-Yasin Hermanto yang disusung oleh PKB, Golkar dan PKS. Namun, kemenangan pun berpihak pada Santoso.
Kasus suap yang menyeret Samanhudi, rupanya tak dapat diterima olehnya. Ia pun sempat berkoar-koar bakal membalas dendam karena merasa didzalimi secara politik. Hal itu diungkapkannya pada hari pertama setelah kebebasannya dari penjara Lapas Sragen, Senin (10/10) di rumahnya.
"Saya akan terjun ke dunia politik (lagi), karena saya dizalimi oleh politik. Saya akan balas dendam," katanya pada wartawan saat itu.
Bertepatan dua bulan kemudian, terjadi peristiwa perampokan di rumah dinas Wali Kota Blitar Santoso. Sejumlah orang yang menyamar sebagai pegawai Pemkot Blitar, menyatroni rumdin tersebut. Para perampok itu bahkan menggunakan plat nomor dinas palsu berwarna merah.
Sejumlah petugas satpol PP yang berjaga di rumah dinas pun disekap. Tak luput dari aksi itu, Wali Kota Santoso beserta istri juga turut disekap. Harta ratusan juta yang tersimpan dalam suatu tempat pun dapat dikuras secara leluasa oleh para perampok.
Saat beraksi, para perampok seperti sudah cukup mengetahui seluk beluk rumah dinas tersebut. Kecurigaan dalang perampokan dari orang dalam pun sempat menyeruak ke publik.
Polisi pun bergerak cepat. Awalnya, polisi berhasil menangkap 3 orang komplotan perampok. Pelaku yang pertama kali ditangkap adalah berinisial NT, yang tak lain merupakan otak dari aksi pencurian tersebut. NT ditangkap di salah satu penginapan di Kota Bandung, Jawa Barat.
Perencanaan pencurian dimulai sejak yang bersangkutan menjalani hukuman di Lapas Sragen. Saat itu yang bersangkutan mengajak empat tersangka lain untuk melakukan aksi di rumah dinas Wali Kota Blitar. NT juga yang membeli satu unit mobil Innova warna hitam, yang digunakan dalam aksi pencurian.
Uang yang diperoleh dari aksi pencurian tersebut sekitar Rp 730 juta. Kemudian NT mendapat bagian sebesar Rp 140 juta. Setelah menangkap NT, polisi pun terus mengembangkan dan menangkap tersangka lainnya berinisial AJ (57) di SPBU Jombang, Jawa Timur.
Tersangka AJ berperan membangunkan Satpol PP yang berjaga di Pos keamanan sambil melakukan pengancaman dan mengikat anggota Satpol PP yang berjaga. Tersangka AJ mendapat bagian Rp100 juta.
Di hari berikutnya, polisi menangkap tersangka ketiga atas nama AS atau ASN. Tersangka ketiga ditangkap di Medan saat sedang menginap di indekos adiknya.
Tersangka ketiga mendapat bagian Rp 125 juta, kalung 10 gram, dan gelang 10 gram. Barang bukti tersebut, sudah disita oleh petugas.Termasuk barang bukti tiga senjata api NT.
Adapun untuk dua tersangka yang masih buron, kata Totok, pihaknya telah menerbitkan DPO. Pertama, DPO atas nama Oki Supriadi. Kemudian yang kedua adalah tersangka Medi Afriant.
Selang beberapa waktu, polisi tiba-tiba menangkap mantan Wali Kota Blitar, Samanhadi. Ia ditangkap oleh Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim pada Jumat (27/1).
Ia disangka turut serta melakukan perencanaan perampokan rumdin Walkot Santoso. Samanhadi disebut polisi sebagai pihak yang memberitahu situasi dan kondisi rumah yang pernah ditempatinya itu.
Direktur Ditreskrimum Polda Jatim Kombes Pol Totok Suharyanto mengatakan, dalam perkara ini tersangka Samanhudi diketahui berperan memberikan keterangan terkait dengan lokasi, termasuk waktu dan kondisi rumah dinas Wali Kota Blitar Santoso.
"Terhadap mantan Wali Kota Blitar berinisial S yang dikenakan pasal 365 juncto pasal 56 KUHP berkaitan dengan membantu melakukan tindak pidana dengan memberikan keterangan berkaitan dengan lokasi termasuk waktu dan kondisi rumah dinas Wali Kota Blitar," kata Totok, Jumat (27/1).
Dia pun menjelaskan, bahwa peristiwa ini diawali pada 2020 lalu, sekitar bulan Agustus hingga Februari 2021. Pada waktu itu, antara tersangka Samanhudi dan dua tersangka lain yang telah ditangkap lebih dulu, diketahui bersama-sama menjalani hukuman pidana di salah satu Lapas di Jawa Tengah.
"Di sana mereka ketemu dan memberikan informasi. Selanjutnya oleh saudara N dan lima orang itu dilakukan curas di bulan Desember 2022," tegasnya.
Dikonfirmasi apakah tersangka turut menikmati hasil dari perampokan tersebut? Ia menjelaskan, bahwa tersangka Samanhudi tidak mendapatkan hasil perampokan. Namun dalam perkara ini Samanhudi hanya memberikan bantuan atas tindakan perampokan tersebut.
"Tidak, karena pasal 56 di ayat 2 dia memberikan bantuan dalam hal memberi keterangan delik di bantuan terhadap tindakan pidana," katanya.
Totok juga belum mau menjelaskan, apakah tindakan Samanhudi dikarenakan upaya balas dendam karena ia pernah mendekam di penjara gara-gara kasus korupsi yang menjeratnya. Namun ia memastikan, jika tersangka Samanhudi mengetahui bahwa tiga tersangka sebelumnya merupakan residivis dalam kasus perampokan.
"(Motif dendam?) Nanti dilakukan pendalaman. Tersangka sebelumnya memang sebagai pelaku dan profilnya sebagai pelaku 365. Dia sudah lima kali residivis. S (Samanhudi) sudah tahu profil tersangka sebelumnya bahwa dia pelaku 365. Kedua bahwa dari memberikan informasi. Ketiga waktunya sama-sama menjalani pidana," tegasnya.
Dikonfirmasi apakah Samanhudi merupakan dalang atau pihak yang menyuruh dan mendanai perampokan tersebut? Totok menyebut jika itu masuk dalam teknis pembuktian.
"Itu masuk teknis pembuktian sebelumnya. (Mendanai?) Itu masuk dalam proses pembuktian, namun keterangan awal hanya memberikan informasi berkaitan dengan keterangan tentang kondisi rumah," katanya.
Pada saat digelandang ke Mapolda Jatim, Samanhadi sempat menepis isu bahwa peristiwa perampokan itu ada kaitan dengan statemennya soal balas dendam.
“Opo, saya enggak tahu, saya enggak tahu, saya difitnah. Sopo seng balas dendam (siapa yang balas dendam),” ujarnya, Jumat (27/1).
Meski tak ikut menikmati hasil rampokan, ia pun disangka dengan pasal 365 KUHP Jo pasal 56 KUHP tentang turut serta membantu melakukan tindak pidana.
Nasib nahas Samanhadi ini pun menutup prestasi politik yang pernah dicapainya. Tercatat, selain menjabat dua kali Wali Kota Samanhadi juga pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Blitar.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perebutan kursi antara calon anggota DPR petahana dan wajah baru tersaji di beberapa daerah.
Baca SelengkapnyaSebanyak 17 calon legislatif terpilih untuk DPR RI asal daerah pemilihan Sumatera Selatan
Baca SelengkapnyaTernyata, fenomena koalisi ‘gemuk’ di Pilkada Jakarta pernah terjadi pada 2007 lalu.
Baca SelengkapnyaAndra-Dimyati pun telah menerima formulir B1-KWK dari Golkar sebagai salah satu syarat pencalonan ke KPU Provinsi Banten.
Baca SelengkapnyaGinda mengaku siap berseberangan dengan PDIP yang mengusung Teguh Prakosa-Bambang Nugroho.
Baca SelengkapnyaPantai pemenang pemilu 2019 adalah PDIP. PDIP berhasil meraih posisi pemenang dengan jumlah kursi terbanyak di parlemen.
Baca SelengkapnyaDedi Mulyadi - Erwan Setiawan resmi mendaftar sebagai calon gubernur dan wakil gubernur di Pilkada Jawa Barat.
Baca Selengkapnya