Jokowi Kirim Karangan Bunga ke Rumah Duka Faisal Basri
Hingga sore ini, Jokowi belum dijadwalkan menyambangi rumah duka ekonom senior itu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengirimkan karangan bunga ke rumah duka Faisal Basri. Hingga sore ini, Jokowi belum dijadwalkan menyambangi rumah duka ekonom senior itu.
Dari foto yang diterima merdeka.com, karangan bunga dari Jokowi berdiri di depan rumah Faisal Basri. Pada karangan bunga itu tertulis "Turut berduka cita atas wafatnya bpk Faisal Basri'. Di bagian bawanya terpampang nama 'Presiden Joko Widodo dan keluarga'.
Selain Jokowi, terlihat ada juga karangan bunga dari Presiden kelima RI yang juga Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Menko Marvest Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri BUMN Erick Thohir, hingga Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid
.
Faisal Basri meninggal dunia pada Kamis (5/9) dini hari di Rumah Sakit Mayapada Kuningan Jakarta. Pria kelahiran Bandung, 6 November 1959 itu tutup usia karena serangan jantung.
Faisal Basri dikenal sebagai sosok intelektual yang kritis, tegas dan berani melayangkan kritik pada Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pendiri Indef ini sempat mengkritisi wacana Wealth Management Centre (WMC) yang diusulkan Luhut kepada Presiden Jokowi. WMC tersebut dibentuk untuk menjaring dana berbasis perusahaan keluarga (family office) dari luar negeri.
Faisal Basri khawatir family office malah jadi sarana pencucian uang. Mengingat, sifat family office yang tak memungut pajak bagi dana-dana dari orang super kaya.
"Ada (potensi pencucian uang). Tapi gampang dideteksi kok. Di Singapura itu masalahnya. Cukup banyak family business office itu menjadikan Singapura pencucian uang," ujar Faisal di Jakarta, Kamis (4/7) lalu.
Saat ini satu negara yang menerapkan family office saat ini Singapura. Namun, Singapura mulai memperketat family office imbas dari kekhawatiran atas praktik pencucian uang.
"Jadi mereka sekarang lebih ketat. Ya, itu pencucian uang. Dan jangan-jangan ada judi online, narkoba, pelaku-pelakunya di luar, terus ya lewat nama orang, bikin family (office), bisa saja seperti itu," sambung Faisal.
Di sisi lain, dia pun mempertanyakan kesiapan instrumen hukum Indonesia untuk menghadapi tantangan tersebut. Apalagi, pengusaha super kaya yang mendatangi family office kerap mengejar kemudahan, salah satunya tanpa pajak.
Menurut dia, hal itu bisa dihadapi dengan adanya Financial Action Task Force (FATF). Indonesia sendiri sudah menjadi bagian FATF melalui keterlibatan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Tidak ada lagi yang kebal. Ada yang namanya rezim FATF, Financial Action Task Force. Nah itu, lintas negara itu. Kayak Interpol-nya untuk money laundering segala macam begitu," ucap Faisal.
Faisal Basri juga mengkritisi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada 2025 mendatang, rencana pembatasan penggunaan BBM bersubsidi, utang RI, hingga program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).