Kapolri Ogah Tanggapi Tudingan Keterlibatan Parcok di Pilkada 2024: Tanya Partai Lah
Sigit mempersilakan awak media menanyakan ke partai politik soal tudingan keterlibatan parcok dalam Pilkada 2024.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo enggan menanggapi tuduhan keterlibatan aparat berseragam cokelat yang dikenal dengan aparat kepolisian dalam Pilkada 2024.
Belakangan, aparat kepolisian disebut partai cokelat atau diakronimkan dengan istilah ‘parcok’.
Sigit mempersilakan awak media menanyakan ke partai politik soal tudingan keterlibatan parcok dalam Pilkada 2024.
"Ya tanyakan partai lah," kata Sigit sambil tersenyum di Rupatama Mabes Polri, Kamis (5/12).
Sigit tak mau mengomentari lagi. Dia memilih masuk ke dalam ruangan.
PDIP Tuding Parcok Intervensi Pilkada 2024
Sebelumnya, Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menuding, Parcok atau Partai Cokelat dikerahkan pada Pilkada 2024. Parcok ini turun gunung di sejumlah daerah, termasuk di Banten, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara.
Hasto meminta aparat kepolisian untuk meneladani Jenderal Polisi Purn. Hoegeng Iman Santoso, sosok Kapolri yang diyakini berintegritas tinggi semasa mengabdi.
"Ini ada tampilan bagaimana Jenderal Hoegeng yang menjadi panutan. Beliau bukan politisi, beliau polisi Merah Putih, bukan parcok (partai cokelat),” kata Hasto saat konferensi pers di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Minggu.
Menurut Hasto, Polri seharusnya mengabdi kepada Merah Putih dan loyal kepada Presiden RI Prabowo Subianto. Polisi tidak terlibat dengan kepentingan politik mana pun, tetapi hanya mendedikasikan diri untuk bangsa dan negara.
"Oleh karena itulah, kami mengajak seluruh anggota Polri, mari jaga spirit Polri Merah Putih. Kita jaga seluruh keteladanan yang diberikan, seluruh kepercayaan rakyat, mandat rakyat di dalam menegakkan keadilan dan ketertiban hukum,” tuturnya.
Menurut Hasto, keterlibatan Parcok pada Pilkada 2024 menumbangkan jagoan PDIP. Pergerakan Parcok ini bersamaan dengan manuver Pj Kepala Daerah. Hasto juga menyinggung ambisi Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
"Pertama adalah ambisi Jokowi sendiri, kemudian yang kedua adalah gerakan parcok, partai coklat, dan yang ketiga Pj kepala daerah. Dan ini terjadi kejahatan terhadap demokrasi," ujarnya.