Kapolri Pastikan Ada Kesempatan Bagi Disabilitas Berkarier di Kepolisian
Listyo Sigit menegaskan untuk mewujudkan keadilan bagi kelompok rentan, Polri terus berupaya mengembangkan fasilitas yang menunjang kesehatan.
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengatakan pihaknya terus membuka ruang bagi disabilitas untuk berkarier di kepolisian.
"Saat ini ada 19 penyandang disabilitas yang sudah menjadi anggota Polri. Ini adalah bagian dari upaya memberikan ruang yang sama bagi masyarakat, termasuk memberikan ruang yang sama mereka berkarier di kepolisian," katanya di Jakarta pada Rabu (15/1).
Listyo Sigit menegaskan untuk mewujudkan keadilan bagi kelompok rentan, Polri terus berupaya mengembangkan fasilitas yang menunjang kesehatan para penyandang disabilitas, dimana saat ini terdapat 19 ribu lebih fasilitas kesehatan di bawah naungan Polri yang tersebar di seluruh Indonesia.
Selain itu ia juga menyebutkan Polri memiliki enam Sekolah Luar biasa (SLB) untuk memfasilitasi anak-anak disabilitas dalam mengenyam pendidikan.
"Untuk meningkatkan kualitas SDM, selain penelitian dan pengembangan, Polri juga memiliki 625 lembaga pendidikan PAUD, 55 lembaga pendidikan mulai SD-SMA, enam SLB, tiga madrasah, 19 TPQ, serta SMA unggulan Kemala Bhayangkara," ujarnya.
Kesetaraan Gender
Pada kesempatan tersebut, Kapolri juga menyoroti isu kesetaraan gender, dimana di Indonesia, perjuangan gender telah dilakukan sejak lama melalui kontribusi tokoh-tokoh perempuan Tanah Air, salah satunya Raden Ajeng (RA) Kartini.
Dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender di lingkungan Korps Bhayangkara, kata dia, Polri terus memberikan ruang bagi polisi wanita (polwan) untuk berkembang.
Komitmen tersebut telah tercantum dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pengarusutamaan Gender di Lingkungan Polri. Aturan tersebut membuka peluang bagi polwan untuk berkarier di bidang operasional maupun staf.
Kekerasan Seksual
Selain itu Kapolri juga memberi perhatian pada penanganan kekerasan seksual terhadap perempuan, yang tidak lantas selesai dengan menikahkan korban.
"Ada beberapa model penyelesaian (kekerasan seksual), belum tentu pihak korban setuju, namun kemudian terpaksa dilakukan, misalnya terhadap korban-korban kekerasan seksual, diselesaikan dengan cara dinikahkan, padahal belum tentu dengan dinikahkan masalah selesai. Namun terpaksa dilakukan untuk menyelesaikan atau menutupi aib," ucapnya.
Untuk menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak, Kapolri menyampaikan pihaknya telah membentuk Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO).
"Kami menyampaikan tentang pentingnya ada direktorat khusus yang menangani perempuan dan anak. Alhamdulillah, saat itu Presiden Jokowi setuju, sekarang Polri berhasil membentuk Direktorat Perempuan dan Anak," ujar Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
Ke depan ia berharap Direktorat PPA-PO dapat dikembangkan hingga ke tingkat Polda dan Polres.