Kesaksian Bidan Bertahan di Rumah yang Dilempari Massa saat Tragedi Wamena
Merdeka.com - Sekian pasang mata tertuju ke arah Frisca Sitohang (30) yang turun dari Pesawat Hercules C-130, dengan menggendong bayi perempuan. Sementara tangan kirinya juga menggandeng balitanya yang lain.
Beruntung, anak laki-lakinya, si sulung tampak mandiri saat mendapatkan tempat duduk di kursi samping kanannya. Ia tampak memainkan gelas air mineral usai diminum, sambil sesaat menggoda adiknya.
Rambut Frisca yang diikat ekor kuda sesekali terbang menutup wajahnya, namun itu dibiarkan begitu saja. Ia sesaat tampak berbincang dengan adiknya yang menginjak remaja, duduk di samping kirinya.
-
Apa yang terjadi saat pasukan Mataram menyerang Malang? Pasukan Bupati Ronggosukmo jumlahnya lebih sedikit dari pasukan Tumenggung Alap-alap, namun berhasil mempertahankan daerahnya dari serangan pasukan Kerajaan Mataram.
-
Apa dampak pengepungan Warsawa? Dampak Pengepungan Warsawa benar-benar dirasakan oleh masyarakatnya. Sekitar 18.000 warga sipil Warsawa tewas selama pengepungan.
-
Bagaimana Distan Semarang menenangkan warga? Ia meminta pada masyarakat untuk tidak perlu khawatir terhadap kucing-kucing liar yang ditangkap di Sampangan karena berdasarkan hasil pemeriksaan tak ada satupun yang terkena rabies.
-
Siapa yang mengalaminya di Indonesia? Riskesdas 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional.
-
Siapa yang menikmati wisata di Malang? Di sini terdapat wisata petik apel yang dikelola oleh warga sekitar yang dapat dinikmati wisatawan.
-
Bagaimana kerusuhan terjadi di Banyumas? Para suporter menyalakan flare dan kemudian merangsek masuk ke dalam stadion.
Saya terdiam, bibir tanpa sadar bergetar dan tenggorokan serasa sakit menahan ludah. Saya berusaha menahan agar saya tetap bisa wawancarainya.
Yah, Frisca Sitohang, perempuan di depan saya ternyata seorang bidan honorer asal propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Ia bersama dua anaknya, satu adik perempuannya terpaksa mengungsi ke Malang.
Baginya tidak penting ke mana harus mengungsi, tetapi memang harus meninggalkan Wamena, tempatnya mengabdikan diri selama tujuh tahun. Sementara ke Malang dulu dan tidak tahu kapan akan sampai ke Aceh Tenggara, tempat kelahirannya.
"Nggak ada saudara di Jawa Timur. Tapi yang penting suami datang dulu, tinggal sementara sambil menunggu suami di sana nunggu antrean Hercules. Nggak tahu nanti ke mana," katanya.
Frisca masih menunggu suaminya, Abdel Kultum (maaf jika salah dengar) yang tidak terangkut Hercules bersama-sama ke Malang. Posisi suaminya masih menunggu antrean agar bisa menyusul istri, anak dan adiknya.
Sang suami memintanya berangkat berempat terlebih dahulu, dan segera menyusul bersama pesawat berikutnya. Ia berharap segera menyusul pesawat berikutnya, sehingga tidak lama-lama berada di Malang.
Tetapi sementara waktu merasa lega bisa tiba di Malang, dan masa yang dirasa menegangkan sudah terlampaui. Frisca pun bercerita secuil tentang kisah yang tidak ingin dialaminya kembali.
"Rumah-rumah di sana dibakar. Kacau ya, semuanya terbakar, terutama yang di pinggir jalan," kisahnya dengan logat Papua.
Saat itu, Frisca memilih bersembunyi di dalam rumah yang dilempari oleh orang-orang yang tidak diketahui jumlahnya. Keluarganya pun bisa terselamatkan setelah patroli polisi datang dan membawanya ke pengungsian.
"Itu kejadiannya hari Senin, hari kamis kita turun ke Jayapura," kisahnya.
Kondisi terakhir rumahnya memang tidak dibakar, tetapi tetap harus segera mengungsi karena kondisi sudah tidak memungkinkan. Begitupun warga lainnya harus mengungsi dan meninggalkan harta bendanya.
Saat kejadian, Frisca mengaku hendak mengantarkan anaknya ke sekolah, tetapi kemudian massa terus berdatangan. Dia tidak tahu persis jumlahnya, tetapi mendengar teriakan jumlahnya sangat banyak. Frisca mengaku tidak berani melihat ke luar rumah.
"Saya kira massa biasa. Demo biasa, ternyata lebih parah. Rumah dilempari. Saya dijemput patroli dibawa ke Polres," katanya.
Tidak banyak harta yang bisa dibawa Frisca dan keluarga selama mengungsi di Kota Malang. Tetapi Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa berjanji akan berkoordinasi dengan daerah asal para pengungsi, termasuk Aceh.
Sebanyak 120 pengungsi, di antaranya 15 anak-anak mengungsi ke Malang dengan pesawat Hercules C-130. Rata-rata, pengungsi berasal dari Lumajang, Blitar, Pasuruan dan Madura, hanya Frisca asal Aceh.
Saat ini, mereka ditempatkan di Kantor Bakorwil Malang di Jalan Jakarta sambil dilakukan koordinasi oleh Pemprov Jawa Timur dengan daerah asal para pengungsi.
Semoga segera terselesaikan. Yakinlah pasti akan menemukan jalan untuk segara berkumpul dengan keluarga.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Balita ini terjebak selama 3 hari. Proses evakuasi ini dilakukan pada Minggu (11/2) lalu.
Baca SelengkapnyaGempa kedua di Tuban terjadi di laut 126 km Timur Laut Tuban dengan kedalaman 10 km.
Baca Selengkapnya