Ketua Dewan Pers Sebut Perpres Publisher Rights Segera Diteken Presiden
Dewan pers bersama konstituen dan pemerintah sudah memiliki kesamaan pandangan soal perpres publisher rights untuk segera disahkan
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu sangat yakin perpres akan segera diteken presiden.
Ketua Dewan Pers Sebut Perpres Publisher Rights Segera Diteken Presiden
Masyarakat Pers di Indonesia sangat menanti peraturan presiden tentang publisher rights yang hampir empat tahun dibahas, namun belum kunjung ada tanda akan diteken presiden Joko Widodo.
Sebaiknya perpres itu segera diteken karena semakin ditunda, akan semakin membuat nasib perusahan pers semakin berat.
terkait hal itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu sangat yakin perpres akan segera diteken presiden. Hal ini dia sampaikan dalam diskusi yang diselenggarakan AMSI dengan tema "What's Next After Publisher's Right: AI For Media".
“Mung kurang sak-nil (hanya kurang sedikit lagi akan diteken-red),” ujar Ninik.
Menurut Ninik, dewan pers bersama konstituen dan pemerintah sudah memiliki kesamaan pandangan soal perpres publisher rights untuk segera disahkan karena dalam peraturan ini sudah mengakomodasi kepentingan-kepentingan terbaik untuk pers dan publisher rights.
Pertama, menjaga ekosistem pers kita agar bekerja dengan sebaik-baiknya, sehingga jurnalistik kita adalah jurnalistik berkualitas, jauh dari hoaks, disinformasi dan misinformasi.
“Perpres ini akan menjamin pers, dan platform bersama-sama ikut menjaga itu,” kata Ninik.
Kedua, perpres publisher rights memberikan jaminan untuk keadilan pembagian revenue kepada media maupun platform atas iklan yang didapat dari konten berita yang diproduksi oleh publisher.
“Karena ini didukung bersama, disusun bersama, kami yakin perpres bisa diterima oleh platform, oleh media, dan masyarakat. Oleh karena itu kami sangat berharap untuk segera disahkan. Saya dapat informasi penanya sudah di atas kertas,” kata Ninik.
Kemudian terkait Artificial Intelligence (AI), Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyatakan perlu digunakan secara bijak. Hal ini supaya tidak memperbesar persebaran haoks, misinformasi dan disinformasi atau justru menenggelamkan pers kita.
“Satu sisi melihat AI membantu kerja kawan-kawan, tetapi tetap memerlukan catatan penting bahwa penggunaan AI harus transparans, ada declare bahwa konten ini dibuat dengan memakai AI, dan harus diikuti dengan cek fakta supaya pemberitaan yang dikeluarkan tetap memberi data yang valid. Jangan sampai teknologi gegap gempita justru menenggelamkan kerja dan karya jurnalistik kita,”
kata Ninik.
Menurut Ninik, selama belum ada aturan penggunaan AI, tidak berarti jurnalis tidak bisa mengendalikan. Ada kode etik, pedoman pemberitaan media, perlindungan hak cipta. “Pakai dulu pedoman ini pun cukup,” tegasnya.
Sementara itu, Indri D. Saptaningrum, Staf Ahli Wamen Kominfo, mengungkapkan, proses penyusunan publisher rights memang sangat alot negosiasinya. Menurut Indri, Kementerian Kominfo memastikan ada percepatan.
“Jangan sungkan-sungkan untuk mengingatkan mas Wamen. Ini sudah jelang ultah ke-empat dan belum diteken,” kata Indri.
Sementara dalam kata sambutannya, Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika, menyoroti pentingnya kerjasama dan sinergi antara platform dan penerbit sebagai kunci utama keberlanjutan media.
Wahyu menyampaikan, "Sangat mutlak adanya kerjasama dan sinergi antara platform dengan penerbit itu sendiri. Inilah kunci dari sustainability media."
Menurut Wahyu, pada kongres III AMSI di Bandung, Agustus 2023 lalu, seluruh anggota AMSI telah menyepakati perubahan AD/ART yang akan memberi ruang bagi pengurus nasional AMSI bernegosiasi dengan platform secara kolektif atas nama media anggota yang skalanya kecil dan menengah.
Namun, tambah Wahyu, pada saat bersamaan, kita juga mulai mendengar kemunculan teknologi baru generativeAI yang ditandai dengan populernya Chat GPT.
“Kehadiran AI dan teknologi baru apapun sebaiknya jangan hanya ditanggapi dengan ketakutan, tapi juga dengan sikap optimistis karena teknologi punya potensi untuk dimanfaatkan kemajuan industri pers,” kata Wahyu.