Kilas Balik Kasus Ronald Tannur Berujung Hakim Pemberi Vonis Bebas Ditangkap Kejagung
Komisis Yudisial (KY) merekomendasi pemberian sanksi pemberhentian tetap dengan hak pensiun kepada tiga hakim tersebut.
Kasus pembunuhan dan penganiayaan Dini Sera Afriyanti oleh Gregorius Ronald Tannur, anak eks anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur kini memasuki babak baru setelah sebelumnya sempat divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Ketiga Majelis Hakim PN Surabaya antara lain Erintuah Damanik selaku Hakim Ketua, serta Mangpaul dan Heru Hanindyo sebagai Hakim Anggota yang memvonis bebas tersangka dalam kasus tersebut kini resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) setelah terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu (23/10) kemarin.
Diketahui sebelumnya Komisis Yudisial (KY) merekomendasi pemberian sanksi pemberhentian tetap dengan hak pensiun kepada tiga hakim tersebut karena disebut terbukti melanggar Kode Etik Pedoman dan Perilaku Hakim (KEPPH) atas vonis bebas yang diberikan kepada Ronald Tannur.
Kilas Balik Kasus
Sebelumnya, PN Surabaya menjatuhkan vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur atas kasus penganiayaan hingga tewas terhadap sang kekasih, Dini Sera Afrianti.
Hal tersebut sesuai dengan amar putusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik yang menyatakan terdakwa dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya korban.
Tak hanya itu, terdakwa pun dianggap masih melakukan upaya pertolongan di masa-masa kritis korban. Hal itu dibuktikan dengan upaya terdakwa yang sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
"Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa penuntut umum diatas," ujarnya, Rabu (24/7).
Hakim Erintuah menegaskan, agar jaksa penuntut umum (JPU) segera membebaskan terdakwa dari tahanan, segera setelah putusan dibacakan. "Memerintahkan untuk membebaskan terdakwa segera setelah putusan ini dibacakan," ucapnya. Mendengar vonis bebas ini, terdakwa Gregorius Ronald Tannur langsung menangis. Ia menyebut, bahwa putusan hakim itu dianggapnya sudah cukup adil.
"Enggak apa-apa, yang penting Tuhan yang membuktikan," katanya.
Rekam Jejak Tiga Hakim
Kini resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung setelah terjerat OTT, tiga hakim yang memvonis bebas pelaku pembunuhan dan penganiayaan oleh anak eks anggota DPR fraksi PKB menjadi sorotan publik.
Berdasarkan informasi yang dirangkum, berikut rekam jejak tiga hakim tersebut.
1. Erintuah Damanik, S.H., M.H.
Erintuah Damanik tercatat sebagai Hakim Tingkat Pertama di PN Surabaya. Adapun pangkat dan golongannya saat ini adalah Pembina Utama Madya (IV/h).
Pria kelahiran Pematang Siantar, 24 Juli 1961 ini menempuh pendidikan tinggi tingkat Sarjana di Universitas Jember mengambil jurusan Hukum Keperdataan dan lulus pada 1986. Di kemudian melanjutkan pendidikan tingkat Magister di Universitas Tanjungpura, mengambil jurusan Studi Ilmu Hukum dan lulus tahun 2009.
Sebelum bertugas di PN Surabaya, pada tahun 2019 lalu Erintuah pernah menempati jabatan sebagai Humas PN Medan. Dia kemudian dipindahkan ke PN Surabaya pada tahun 2020 dan mengemban tugas dari jabatannya saat ini.
Selama berkarir, Erintuah tercatat pernah menangani berbagai kasus besar lainnya selain vonis bebas Ronald Tannur. Kasus besar yang pernah ditanganinya antara lain sebagai ketua majelis hakim yang menjatuhkan vonis pidana mati terhadap terdakwa Zuraida, pembunuh hakim Jamaluddin di PN Medan pada 2019.
Selanjutnya, dia pernah menangani kasus yang melibatkan nama mantan Gubernur Sumatera Utara. Saat itu, ia menolak praperadilan yang diajukan empat tersangka kasus suap mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho di PN Medan.
2. Mangapul, S.H., M.H.
Hakim Mangapul merupakan hakim anggota dalam kasus perdamaian Gregorius Ronald Tannur. Pangkat/golongannya saat ini adalah Pembina Utama Madya (IV/d).
Pria kelahiran Labuhanbatu, 23 Juni 1964 ini menempuh pendidikan di Universitas HKBP Nommensen, Medan dan lulus tahun 1989. Dia kemudian melanjutkan pendidikan tingkat Magister di Universitas Pembangunan Panca Budi mengambil jurusan Hukum dan lulus tahun 2016.
Adapun hakim anggota Mangapul diketahui pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Tebing Tinggi pada 2021. Selama berkarir, berbagai kasus pernah ditanganinya.
Salah satu kasus besar yang pernah ditanganinya adalah tragedi Kanjuruhan, yang dalam kasus tersebut dia menjatuhkan vonis bebas terhadap mantan Kabag Ops Polres Malang Wahyu Setyo Pranoto dan mantan Kasat Samapta Polres Malang Bambang Sidik Achmadi.
Sayangnya, di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) putusan itu dibatalkan dan keduanya dijatuhi hukuman penjara 2,5 tahun dan 2 tahun.
3. Heru Hanindyo, S.H., S.E., M.H., L.L.M.
Heru Hanindyo merupakan Hakim Tingkat Pertama di PN Surabaya dengan golongan Pembina Utama Muda (IV/c). Dalam kasus Ronald Tannur, Heru menjadi hakim anggota.
Pria kelahiran Dompu, 24 Februari 1979 ini menempuh pendidikan tingkat Sarjana di Universitas Trisakti, mengambil jurusan Akuntansi dan melanjutkan ke tingkat Magister jurusan Manajemen pada Universitas yang sama dan lulus tahun 2003.
Setelah lulus, Heru kemudian melanjutkan studinya ke tingkat Magister di Universitas Padjajaran jurusan Ilmu Hukum dan lulus tahun 2004. Dia kemudian mengambil studi di Universitas Kyushu, Jepang pada Prodi Hukum dan lulus pada 2013.
Selama berkarir, Hakim Heru pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Manokwari Klas IIB pada tahun 2018 lalu. Pada tahun 2019 ia dimutasi ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan sempat menjadi Hakim Ketua pada kasus gugatan KLHK yang terhadap PT Agri Bumi Sentosa (PT ABS).
Pada saat itu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan PT ABS bersalah telah menyebabkan kebakaran lahan seluas 1500 hektar pada tahun 2019 lalu di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.
Hakim Heru juga pernah menangani kasus lain yakni menolak gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan My Indo Airlines (MYIA) kepada PT Garuda Indonesia pada Oktober 2021
Reporter Magang : Maria Hermina Kristin