Komnas Perempuan: Kekerasan Seksual pada 2019 Capai 4.898 Kasus
Merdeka.com - Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat jumlah kekerasan seksual selama 2019 mencapai 4.898 kasus. Jumlah ini menurun jika dibandingkan tahun 2018 silam.
"Pada 2018 jumlah kasus kekerasan seksual justru mencapai 5.280 kasus," kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, saat dihubungi. Demikian dikutip dari Antara, Kamis (2/7).
Namun, kata dia, penurunan kasus itu tergantung pada pengembalian kuesioner berkaitan dengan kasus kekerasan seksual baik pada anak ataupun perempuan.
-
Apa bentuk kekerasan seksualnya? 'Keluarga korban direlokasi, namun untuk mempersiapkan tersebut korban masih tinggal dengan pamannya. Pada kesempatan itu pamannya tersebut itu melakukan kekerasan seksual kepada yang bersangkutan itu sebanyak 4 kali. Sehingga mengakibatkan korban hamil dan saat ini korban sudah melahirkan,' kata Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto melanjutkan.
-
Kapan kekerasan seksual paling banyak terjadi pada anak? Dalam data IDAI yang dihimpun pada periode 1 Januari hingga 27 September 2023, Meita menyebut kasus kekerasan seksual paling banyak dilaporkan oleh korban yang berusia remaja atau pada rentang usia 13-17 tahun.
-
Siapa yang mengalami kekerasan? Kekerasan ekonomi terjadi ketika pelaku KDRT menguasai aspek keuangan korban untuk mengendalikan dan merugikannya.
-
Mengapa kekerasan di Papua meningkat? Sekretaris Gugus Tugas Papua UGM Arie Ruhyanto mengatakan bahwa angka kekerasan di Papua meningkat di tengah gencarnya proses pembangunan oleh pemerintah.
-
Kapan kekerasan itu terjadi? Tzuyang menyebut bahwa mantan pacarnya memiliki rekaman ilegal atau molka tentang dirinya. Ancaman tersebut membuatnya terus hidup dalam ketakutan selama lima tahun.
-
Apa bentuk kekerasan? Kekerasan seksual mencakup semua bentuk aktivitas seksual yang dilakukan tanpa persetujuan dari korban. Ini termasuk pemerkosaan, pelecehan seksual, pencabulan, eksploitasi seksual, dan memaksa korban untuk melakukan hubungan seksual dengan orang lain.
Ia merincikan dari 4.898 kasus kekerasan seksual tersebut dibagi menjadi dua bagian lagi yakni ranah personal berjumlah 2.807 kasus dan ranah komunitas 2.091 kasus.
"Sementara itu sampai dengan lima bulan pertama tahun 2020, di mana terjadi pandemi Covid-19, kami telah menerima laporan sebanyak 461 kasus," ujar dia.
Dari jumlah tersebut, 258 kasus adalah kekerasan seksual di ranah KDRT/Relasi Personal kemudian untuk ranah komunitas berjumlah 203 kasus kekerasan seksual.
Di kedua ranah tersebut, kekerasan seksual yang paling banyak diadukan adalah kekerasan berbasis gender siber (KBGS) baik yang dilakukan oleh mantan pacar, pacar, bahkan orang yang tidak dikenal dengan berbagai macam bentuk kekerasan. Beberapa di antaranya adalah ancaman penyebaran foto dan video bernuansa seksual, mengirimkan atau mempertontonkan video bernuansa seksual, eksibisionis, hingga eksploitasi seksual.
Ia mengkhawatirkan jika pembahasaan RUU penghapusan kekerasan seksual ditunda terus, akan bertambah kasus kekerasan seksual di Indonesia.
Selama ini, katanya, penegakan hukum di Indonesia belum memadai dalam menangani kasus kekerasan seksual. Sehingga bisa saja kekerasan seksual terus terjadi apalagi didukung dengan masalah ekonomi, teknologi informasi, sosial dan budaya.
"Yang lebih utama adalah korban tidak mendapatkan keadilan dan pemulihan, jika tidak ada UU yang menjaminnya," tambah dia.
Ia menjelaskan persoalan di tingkat substansi dari hukum pidana, struktur dan kultur hukum ditengarai telah menghalangi korban kekerasan seksual, terutama perempuan, untuk memperoleh keadilan dan mendapatkan dukungan penuh untuk pemulihan.
"Salah satu indikasinya adalah rendahnya jumlah kasus yang kemudian dapat diproses hukum. Dalam tinjauan kami, dari 13.611 kasus perkosaan yang dilaporkan dalam kurun 2016-2019, jumlah laporan kasus perkosaan di kepolisian hanya sekitar 29 persen dari yang diterima oleh lembaga layanan di tingkat pertama." ujar dia.
Kemudian sekitar 70 persen dari kasus yang dilaporkan kepolisian diputus oleh pengadilan, atau sekitar 22 persen dari jumlah total kasus yang diterima lembaga layanan.
"Konteks-konteks khusus dari latar belakang korban, seperti disabilitas, lokasi geografis, maupun ragam kekerasan yang tidak memiliki payung hukum menyebabkan halangan-halangan tersebut semakin nyata," tambah dia.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Paling tinggi yang dilaporkan adalah KDRT. Kemudian di posisi kedua kasus pelecehan seksual.
Baca SelengkapnyaKemenPPPA mencatat korban kekerasan didominasi oleh anak perempuan
Baca SelengkapnyaPerempuan juga mengalami bentuk kekerasan non-kontak seperti pelecehan daring atau verbal.
Baca SelengkapnyaMeski laporan kekerasan dalam dunia kerja tinggi, kurang dari 5 persen kasus berujung penuntutan.
Baca SelengkapnyaSetidaknya tiga perempuan di Indonesia yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di setiap jamnya.
Baca SelengkapnyaTindak kejahatan seksual dengan anak sebagai korban adalah yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Baca SelengkapnyaMencatat ada 8 orang meninggal dunia, terdiri atas lima anggota TNI/POLRI dan tiga warga sipil
Baca SelengkapnyaPolitisi Rieke DIah Pitaloka bahas soal korban KDRT yang memutuskan kembali ke pasangannya.
Baca SelengkapnyaKasus dengan jam kerja yang lebih panjang juga banyak dialami oleh para pekerja rumah tangga.
Baca SelengkapnyaNahar menambahkan terdapat sejumlah LPKA yang mengalami kelebihan kapasitas, salah satunya adalah LPKA Kutoarjo.
Baca SelengkapnyaKetua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengatakan, angka kekerasan seksual di masyarakat cukup tinggi berdasarkan hasil penelitian.
Baca SelengkapnyaSebab, termasuk enggan terjerat sebagai pelaku di UU ITE dan UU Pornografi.
Baca Selengkapnya