Komunitas Pegon, Temukan 5 Naskah Al Quran Versi Tulis Tangan
Merdeka.com - Sekelompok pemuda yang tergabung dalam Komunitas Pegon, menemukan 5 kitab suci Al-Quran versi tulis tangan dari Pondok-pondok Pesantren di Kabupaten Banyuwangi. Naskah Al-Quran yang sudah berwarna kecoklatan dan cukup rapuh bila disentuh, dipamerkan dalam kotak-kota kaca di halaman SMP Unggulan Al-Anwari, Kelurahan Kertosari, Kabupaten Banyuwangi.
Pendiri Komunitas Pegon, Ayung Notonegoro menjelaskan, pameran naskah Al-Quran kuno ini diharapkan bisa menunjukkan kepada generasi muda bahwa sebelum adanya era percetakan naskah Al-Quran yang sudah tertata rapi dan seragam, mulanya ditulis secara manual.
"Memperkenalkan khasanah kesilaman di Banyuwangi, yang tersambung dengan masa lalu. Dulu ada Al-Qur'an tulis tangan, ada yang dicetak dengan cetak batu," jelasnya, Kamis (23/5).
-
Apa keunikan Alquran di Banyuwangi? Namun, menariknya adalah Alquran yang digunakan terlihat tak biasa. Alquran tersebut berukuran cukup besar dan tersimpan pada kotak kayu.
-
Bagaimana cara para santri di Ponpes Raudlotul Quran belajar Al-Quran? Di sana para santri harus menyetor hafalan Al-Qur’an kepada ustaz tiga kali sehari.
-
Bagaimana Ponpes Darul Amanah mengajarkan kitab kuning? Mengutip dari rilis yang diterima merdeka.com, tidak semua pondok pesantren berani menerapkan kurikulum kitab kuning. Penyebabnya adalah level kesulitan dari membaca dan memahami kitab kuning itu sendiri. Diperlukan pemahaman khusus terhadap bahasa Arab agar dapat lancar membaca kitab kuning. Ustadz Fatwa, Pimpinan Pondok Pesantren Darul Amanah, mengatakan bahwa Ponpes Darul Amanah punya metode sendiri dalam mengajarkan kitab kuning. Ia mengatakan, hal pertama yang penting dikuasai sebelum belajar kitab kuning adalah kemampuan dalam berbahasa Arab. Setidaknya, santri harus tahu cara menulis, membaca, dan mengartikan bahasa Arab.
-
Apa itu kitab kuning? Merujuk pada Undang-undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, kitab kuning adalah kitab keislaman berbahasa Arab atau kitab keislaman berbahasa lainnya yang menjadi rujukan tradisi keilmuan Islam di pesantren.
-
Kenapa Alquran raksasa dibaca di Banyuwangi? Seperti masjid-masjid pada umumnya, Masjid Agung Baiturrahman di Kota Banyuwangi, Jawa Timur, juga memiliki tradisi tadarus Alquran selama bulan suci Ramadan.
-
Kenapa Ponpes Darul Amanah menggunakan kitab kuning? Bagi pria yang akrab disapa Gus Fatwa itu, belajar kitab kuning merupakan hal yang wajib karena menjadi sumber penting dalam pembelajaran agama Islam.
Dari temuan naskah Al-Quran tulis tangan, Komunitas Pegon kemudian melakukan pentashihan (koreksi) Al-Quran kuno oleh para hafidz (penghafal quran). Hasilnya, Naskah Al-Quran yang ditulis secara manual memiliki beberapa kesalahan yang dinilai wajar, seperti panjang pendek pelafalan, penulisan huruf hijaiyah.
"Selain pameran, kita juga memeriksa Al-Qur'an tulis tangan, karena memiliki peluang untuk salah, dibandingkan dengan Alquran yang dicetak dan disahkan kementrian agama. Kami ingin tahu apakah ada perbedaan penulisan. Dan ada perbedaan, seperti perbedaan harokat, cara penulisan panjang pendek, atau ada huruf yang berbeda," ujarnya.
Naskah Al-Quran yang paling kuno, ditulis dengan kertas berbahan serat pohon, kemudian ditulis yang diproduksi negara-negara Eropa. "Dari lima Al-Quran yang kami koleksi ada perbedaan, mulai dari bahan kertas, bentuk penulisan khot-nya (font)," ujarnya.
Al-Quran versi tulis tangan yang ditemukan di Banyuwangi, diprediksi ditulis pada akhir abad 18 dan awal abad 19. Ayung kemudian menemukan Al-Quran Bombay versi cetak di Banyuwangi yang dicetak di India pada tahun 1860-an.
"Paruh terakhir abad 19, itu mulai menggunakan cetak, persamaan nya tidak pakai nomor ayat," ujarnya.
Komunitas Pegon menemukan naskah Al-Quran versi tulis tangan dari beberapa pondok Pesantren di Banyuwangi, antara lain dari koleksi Kyai Saleh, Lateng, kemudian Hj Musafak, Mojopanggung.
Salah satu yang memiliki identitas lengkap adalah mushaf yang didapat dari koleksi almarhum KH. Saleh Syamsudin Lateng (w. 1951). Dalam naskah tersebut terdapat kolofon yang menyebutkan selesai ditulis pada Jumadil Akhir 1282 H atau sekitar 1860 M. Penulisnya tercatat dengan nama lokal, Mas Ahmad bin Mas Mangun Sastra Banyuwangi.
Dia kemudian membandingkan dengan Al-Quran versi tulis pertama yang ditulis di Banyuwangi, namun naskahnya sekarang disimpan di Malaysia. Naskah tersebut ditulis pada pada 6 Jumadits Tsani 1221 H atau sekitar 1806 M. Dari situ, Ayung menemukan hipotesa sebaran Agama Islam di Banyuwangi mulai merata di tahun 1840-an ke atas, sesuai dengan temuan adanya penulis Al-Quran dari keturunan pribumi.
"Penulisnya adalah Mas Khalifah Ibnu al-Habib al-Masfuh Banyuwangi yang dari namanya terlihat keturunan Arab. Pada awal abad 19, penulis Quran di Banyuwangi masih dari keturunan Arab. Baru 60 tahun kemudian ada penulis Quran lokal, Mas Ahmad bin Mas Mangun Sastra Banyuwangi, dari namanya terlihat jika beliau orang lokal," terang Ayung.
Gagasan tersebut, relevan dengan perkembangan Islam di Banyuwangi dalam catatan Y.W. De Stoppelaar, Blambangansch Adatrech (1926), agama Islam menjadi mayoritas di Banyuwangi baru pada 1840 ke atas.
"Itu jeda 60 tahun baru ditulis orang lokal. Bisa jadi mayoritas Islam dipeluk penduduk lokal Banyuwangi kurang dari 100 tahun," katanya. (mdk/hrs)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kabarnya, seluruh mushaf di Al Quran tersebut ditulis tangan oleh ustaz pondok pesantren bernama Kiai Ahmad Basarudin Bin Ali Jaya di tahun 1990-an silam
Baca SelengkapnyaAlquran tersebut ditemukan warga saat sedang melakukan aktivitas perendaman bibit padi di saluran irigasi.
Baca SelengkapnyaMasjid tua itu konon merupakan peninggalan Ki Ageng Pandanaran
Baca SelengkapnyaBatu Quran merupakan situs bersejarah, berisi batu dengan lafaz yang dipercaya merupakan ukiran jari telunjuk dari Syekh Maulana Mansyuruddin.
Baca SelengkapnyaTradisi ini sudah jadi bagian dari masyarakat Betawi dan kini masuk kategori Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Baca SelengkapnyaPemerintah Kabupaten Banyuwangi bekerjasama dengan Komunitas Pegon meluncurkan buku berjudul Lentera Blambangan di Auditorium IAI Ibrahimy.
Baca SelengkapnyaPPPA Daarul Qur'an mengunjungi Pondok Pesantren Rehabilitasi At-Tauhid Kota Semarang pada Senin pekan lalu.
Baca SelengkapnyaDalam kegiatan yang dilaksanakan selama Ramadan, para santri difabel tunarungu itu belajar mengaji dengan menggunakan bahasa isyarat.
Baca SelengkapnyaVideo persiapan menyambut Ramadan ini pun viral dan membuat warganet iri.
Baca SelengkapnyaPondok pesantren itu punya metode sendiri agar santri bisa menyerap ilmu yang terkandung di kitab kuning.
Baca SelengkapnyaSimak cara membaca kitab kuning dan ketahui pengertian lengkapnya.
Baca SelengkapnyaKelompok remaja yang menamakan diri gengnya dengan 'Kampung Tengah' itu kerap beraksi kekerasan.
Baca Selengkapnya