Kontroversi Al-Zaytun, Terafiliasi NII hingga Berbentuk Komune
Selain terafiliasi NII, Ponpes Al-Zaytun berbentuk komune. Hal ini diungkapkan Menko PMK Muhadjir Effendy.
Kontroversi Al Zaytun, Terafiliasi NII hingga Berbentuk Komune
Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun menuai kontroversi. Ponpes besutan Panji Gumilang itu dianggap menerapkan ajaran yang menyimpang dari Islam.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Indramayu, Syatori mengatakan, syariat yang digunakan Ponpes Al-Zaytun sangat berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya. Baik pelaksanaan salat, puasa, maupun haji.
Khusus ibadah haji, Ponpes Al-Zaytun memperbolehkan dilaksanakan di Indonesia. Padahal syariat Islam telah menetapkan semua umat Islam yang akan menunaikan ibadah haji harus di Tanah Suci Makkah, Arab Saudi.
“Itu sangat tidak sesuai syariat Islam," tegas Ketua MUI Indramayu, Syatori.
Ibadah di Ponpes Al-ZaytunTerafiliasi NII
MUI menyatakan Ponpes Al-Zaytun berafiliasi dengan organisasi terlarang, Negara Islam Indonesia (NII). Temuan ini berdasarkan hasil penelitian pada 2002. MUI sudah melaporkan temuan ini kepada Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Bidang Hukum dan HAM Ikhsan Abdullah menyebut ada kesamaan pola rekrutmen anggota hingga penggalangan dana antara Ponpes Al-Zaytun dengan NII.
Berbentuk Komune
Selain terafiliasi NII, Ponpes Al-Zaytun berbentuk komune. Hal ini diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.
"Penilaian saya sementara Al-Zaytun ini bukan hanya sebagai ponpes sudah merupakan komune," kata Muhadjir, Rabu (28/6).
Muhadjir menjelaskan makna komune. Dia menyebut, komune merupakan sistem kemasyarakatan mirip negara. Komune memiliki hierarki hingga regulasi khusus. Pengikut komune juga biasanya mengedepankan kepatuhan kepada pimpinannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI), komune merupakan kelompok orang yang hidup bersama. "Komune di beberapa negara menunjukkan ada penyimpangan yang sangat ekstrem," ujar Muhadjir.
Muhadjir mengambil contoh komune di Wako, Amerika Serikat. Mereka melakukan pembunuhan massal. Sementara di Jepang, komune melepaskan gas sarin di kereta bawah tanah.
"Mudah-mudahan komune-komune yang ada di Indonesia ini termasuk Al-Zaytun tidak sampai sejauh itu," sambungnya.
Komune Diizinkan Selama Tak Langgar Hukum
Muhadjir menegaskan, pemerintah tidak melarang adanya komune selama tidak melanggar hukum. Dia mengungkap, sebetulnya ada banyak komune di Indonesia. Ada yang berbasis agama, budaya, relatif terbuka, bahkan sangat eksklusif. "Selama dia tidak menyimpang dari Undang-Undang (UU), tidak melanggar aturan, ya tidak masalah. Tapi kemudian melanggar masalah, melanggar UU, melanggar peraturan, pasti ada penindakan," tegasnya.