Korban Anak Bos Toko Roti Ungkap Sempat Dikirimi Pengacara dari Keluarga Pelaku Saat BAP di Kepolisian
Anak yang menjadi korban penganiayaan oleh bos roti mengungkapkan bahwa pengacara dari pihak pelaku hadir saat BAP di kantor polisi.
Kasus penganiayaan yang melibatkan George Sugama Halim (GSH), anak dari pemilik toko roti, terus menarik perhatian masyarakat setelah adanya pengakuan mengejutkan dari korban. Dalam sebuah pertemuan dengan Komisi III DPR, Dwi Ayu Darmawati (DA), selaku korban, mengungkapkan bahwa ia pernah didampingi oleh seorang pengacara yang sebenarnya merupakan utusan dari keluarga pelaku. Fakta ini terkuak saat proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Polres Metro Jakarta Timur.
DA mengungkapkan bahwa pada awalnya ia tidak menyadari bahwa pengacara tersebut adalah perwakilan dari keluarga pelaku. Pengacara tersebut mengklaim sebagai perwakilan lembaga bantuan hukum (LBH) yang ditugaskan oleh pihak kepolisian untuk membantu proses hukum yang sedang berlangsung.
Namun, kebenaran terungkap ketika pengacara tersebut mengakui bahwa ia diutus langsung oleh ibu dari pelaku. Kejadian ini semakin memperpanjang penderitaan yang dialami oleh korban, yang sebelumnya telah melalui berbagai rintangan, mulai dari penolakan laporan hingga penipuan oleh pengacara lain.
Berikut adalah informasi selengkapnya, seperti yang dirangkum oleh Merdeka.com pada Rabu (18/12).
Pengakuan Mengejutkan Korban: Pengacara Utusan Pelaku
Dwi Ayu Darmawati menceritakan bahwa ia pernah didampingi oleh seorang pengacara yang mengklaim berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Pengacara tersebut datang kepada korban dan keluarganya untuk menawarkan bantuan hukum dengan alasan bahwa proses hukum akan lebih cepat jika ia terlibat dalam kasus ini.
Namun, saat berlangsungnya pemeriksaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Polres Metro Jakarta Timur, pengacara itu mengungkapkan bahwa ia sebenarnya diutus oleh ibu pelaku, Linda. Pengakuan tersebut mengejutkan korban dan keluarganya, karena sebelumnya mereka menganggap pengacara itu sebagai pihak yang netral.
"Ada cerita juga yang tentang pengacaranya, saya sempat dikirim pengacara dari pihak pelaku, tapi awalnya saya nggak tahu kalau pengacaranya dari pihak pelaku. Dia ngakunya dari LBH, utusan dari Polda," ujarnya, seperti yang dikutip dari YouTube Liputan6.
Korban Merasa Tidak Aman
Fakta bahwa pengacara yang dipercayai oleh korban ternyata berasal dari pihak pelaku membuat mereka semakin merasa terancam. Kepercayaan yang diberikan kepada pengacara tersebut beralih menjadi rasa kecewa, sehingga korban memutuskan untuk tidak lagi menggunakan jasa pengacara itu.
Untuk menghindari adanya konflik kepentingan, mereka pun mencari pengacara baru. Namun, sayangnya, pengacara yang baru juga tidak dapat diandalkan. Ketika korban meminta informasi mengenai perkembangan kasus, pengacara baru tersebut selalu memberikan informasi yang tidak jelas.
"Waktu di Polres saat mau BAP, di situ dia ngasih tau kalau dia disuruh oleh bos saya, Ibu Linda," katanya. Kejadian ini semakin memperburuk situasi yang dihadapi oleh korban, yang merasa terjebak dalam ketidakpastian hukum yang berkepanjangan.
Rela Jual Motor untuk Bayar Pengacara Namun Tiba-Tiba Hilang
Setelah mendapatkan pengacara baru, situasi korban dan keluarganya tetap tidak aman. Pengacara yang baru ini ternyata tidak menjalankan tugasnya dengan baik bahkan menghilang dari tanggung jawabnya.
Lebih parahnya, ia sering datang ke rumah untuk memberikan informasi yang tidak jelas dan sering meminta uang. Untuk memenuhi permintaan pengacara tersebut, DA dan keluarganya terpaksa menjual sepeda motor satu-satunya yang mereka miliki.
"Terus mama saya ganti pengacara yang kedua ini, kalau saya tanya kelanjutannya, dia selalu bilang, sedang diproses, sedang diproses. Di situ, dia, setiap ada info selalu ke rumah dan minta duit," terangnya.
Tanggapan Publik terhadap Kasus Ini
Pernyataan korban mengenai keberadaan pengacara palsu ini memicu reaksi yang signifikan di kalangan masyarakat. Banyak pengguna media sosial mengutuk tindakan keluarga pelaku yang dinilai tidak menghormati proses hukum dan berusaha memanipulasi korban.
Kasus ini juga menarik perhatian dari berbagai pihak, termasuk organisasi advokasi hukum serta Komisi III DPR RI, yang meminta agar korban diberikan perlindungan dan pendampingan yang tepat. Tekanan dari publik membuat aparat penegak hukum harus bertindak lebih cepat untuk memastikan bahwa proses hukum berlangsung sesuai dengan ketentuan yang ada.
Kejadian ini menjadi pengingat penting tentang perlunya reformasi dalam sistem hukum agar lebih transparan dan adil, terutama bagi korban yang berasal dari lapisan ekonomi yang kurang beruntung.
Bagaimana cara mengetahui pengacara memiliki konflik kepentingan?
Anda dapat melakukan pengecekan terhadap rekam jejak serta afiliasi pengacara yang Anda pertimbangkan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa mereka tidak memiliki hubungan dengan pihak lawan dalam kasus yang Anda hadapi.
Apa yang harus dilakukan jika menemukan pengacara palsu?
Segera laporkan insiden ini kepada otoritas yang berwenang dan carilah pengacara baru yang mampu memberikan dukungan hukum secara mandiri.
Mengapa korban kekerasan sering menghadapi manipulasi hukum?
Sering kali, korban kekerasan berada dalam posisi yang rentan terhadap manipulasi hukum. Hal ini disebabkan oleh kurangnya akses terhadap informasi dan sumber daya yang memadai untuk memilih pendamping hukum yang sesuai.
Apa langkah terbaik untuk melindungi hak korban dalam kasus kekerasan?
Pemerintah harus meningkatkan sistem perlindungan bagi korban, salah satunya dengan menyediakan pendampingan hukum yang bersifat independen. Selain itu, akses yang mudah terhadap layanan bantuan hukum juga sangat diperlukan untuk memastikan hak-hak korban terlindungi dengan baik.