KPU Disebut Hadapi Situasi Serba Salah Usai Putusan MK Soal Batas Usia Capres Cawapres
KPU menghadapi dua laporan. pertama di Bawaslu dan kedua di DKPP.
KPU menghadapi dua laporan, ke Bawaslu dan DKPP
KPU Disebut Hadapi Situasi Serba Salah Usai Putusan MK Soal Batas Usia Capres Cawapres
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), terkait penerapan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia pencalonan presiden dan calon wakil presiden.
Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas menilai, KPU dihadapkan pada situasi serba salah. Menurutnya, putusan MK itu mengharuskan KPU melakukan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023.
"Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini diperhadapkan pada situasi yang serba salah, pasca-putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," kata Fernando kepada wartawan, Jumat (24/11).
Dia melanjutkan, putusan tersebut dibacakan oleh MK pada saat anggota DPR sedang masa reses. Sedangkan, putusan MK membuat suatu perubahan atas persyaratan Capres Cawapres.
"Sehingga KPU juga harus melakukan perubahan terhadap PKPU Nomor 19 Tahun 2023," ucapnya.
Padahal, untuk melakukan perubahan PKPU, KPU harus melakukan konsultasi dengan Komisi II DPR dan semua pihak terkait untuk melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dan menyetujui perubahan PKPU pada tanggal 31 Oktober 2023.
Tetapi, lanjut Fernando, batas akhir pendaftaran pasangan capres dan cawapres adalah tanggal 25 Oktober 2023. Sehingga dia menganggap wajar KPU mengubah PKPU yang menyesuaikan keputusan MK.
"Sehingga sangat wajar kalau pada akhirnya KPU mengalami beberapa gugatan terkait dengan diterima dan diloloskannya pasangan Prabowo-Gibran," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia berpesan, Bawaslu sebaiknya menindaklanjuti laporan dari masyarakat sipil atas nama Amunisi Peduli Demokrasi secara bijak dan mengedepankan prinsip keadilan.
"Demi terwujud Pemilu yang jujur dan adil bagi semua serta berdasarkan hukum yang berlaku," pungkasnya.
Sebelumnya, KPU dilaporkan oleh tiga aktivis pro demokrasi yakni Petrus Hariyanto, Firman Tendry Masengi dan Azwar Furgudyama bersama dengan kuasa hukumnya dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia 2.0, Patra M Zen ke DKPP, Kamis (16/11).
Mereka menduga KPU telah melakukan pelanggaran kode etik terkait penerimaan berkas dan penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pilpres 2024.
"Kami ke DKPP itu untuk mengajukan pengaduan atau laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh KPU. Terkait penerimaan berkas dan penetapan saudara Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dalam Pemilu tahun 2024," ujar Advokat TPDI 2.0, Patra M Zen di kantor DKPP.
Sementara, Masyarakat sipil atas nama Amunisi Peduli Demokrasi melaporkan KPU ke Bawaslu terkait dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Kami meminta kepada Bawaslu untuk bersikap responsif dan menindaklanjuti terhadap segala bentuk kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu, termasuk dalam tahapan pembentukan regulasi oleh KPU RK, khususnya dalam pembentukan PKPU 23/2023 yang mengandung cacat hukum serius," kata Ketua Tim Advokasi Amunisi Peduli Demokrasi Kurnia Saleh di Kantor Bawaslu, Jakarta.