Kronologi Munculnya Baliho Jokowi di UGM, Alumnus Memalukan Diganti Jadi Membanggakan
BEM UGM mengkritik kinerja pemerintahan Presiden Jokowi melalui baliho dan sertifikat.
Kronologi Munculnya Baliho Jokowi di UGM, Alumnus Memalukan Diganti Jadi Membanggakan
Kritik Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Gadjah Mada (UGM) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapat reaksi luas dari banyak pihak. Bahkan aksi tersebut juga direspons oleh Jokowi.
Kritik kepada Presiden Jokowi itu dilakukan pada Jumat (8/12), terpampang pada baliho berukuran sekitar 4x3 meter dan dipasang di sebelah utara Bundaran UGM.
Baliho tersebut memuat tulisan berwarna merah "Penyerahan Nominasi Alumnus UGM Paling Memalukan" dengan wajah Jokowi tampak terbagi menjadi dua sisi, yakni menggunakan mahkota raja dan memakai topi petani.
Selain memberikan gelar sebagai alumnus UGM paling memalukan, para mahasiswa juga memberikan sertifikat penghargaan kepada Jokowi.
Ketua BEM KM UGM Gielbran Muhammad Noor menyerahkan sertifikat ini kepada seorang mahasiswa lain yang memakai topeng wajah Jokowi.
Gielbran menyebut pemberian gelar alumnus paling memalukan ini dilakukan seremoninya di Bundaran UGM, namun nantinya sertifikat ini akan dikirimkan pada Jokowi di Istana Negara dengan jasa pengiriman paket.
Dalam sertifikat itu tertulis "Sertifikat diberikan kepada Ir. H. Joko Widodo sebagai Alumnus UGM Paling Memalukan dari BEM KM UGM". Sertifikat itu ditandatangani oleh Ketua BEM KM UGM periode 2023 Gielbran Muhammad Noor.
Gielbran mengatakan penghargaan sebagai alumnus UGM paling memalukan ini sebagai bentuk kekecewaan mahasiswa terhadap Jokowi yang merupakan alumnus UGM dan saat ini menjabat sebagai kepala negara.
"Ini wujud kekecewaan kita sebagai mahasiswa UGM juga. Sudah hampir dua periode Pak Jokowi memimpin tapi pada kenyataannya masih banyak sekali permasalahan fundamental yang belum terselesaikan. Padahal, beliau punya cukup banyak waktu menyelesaikan masalah-masalah itu," ujar Gielbran.
Gielbran menerangkan masalah-masalah yang menjadi perhatian ini di antaranya adalah masalah korupsi. Sorotan lainnya adalah soal revisi UU ITE. Revisi UU ITE ini dianggap berpotensi membuat aktivis rentan dikriminalisasikan.
"Belum bicara soal konstitusi yang sangat ambruk. Terbukti bersalahnya hakim konstitusi di sidang MKMK itu menjadi gerbang awal, menjadi bukti empiris memang MK tidak independen. Erat kaitannya dengan kedekatan personal kekeluargaan Jokowi dan Anwar Usman," ucap Gielbran.
"Belum lagi indeks demokrasi yang semakin merosot. Belum lagi bicara soal dinasti politik beliau yang secara vulgar terpampang di depan mata kita. Saya rasa tadi tidak ada momentum lain selain sekarang untuk menobatkan beliau sebagai alumnus UGM yang paling memalukan," pungkas Gielbran.
Reaksi Presiden Jokowi
Jokowi menjawab soal kritikan dari BEM UGM. Dia mengatakan Indonesia merupakan negara demokrasi di mana rakyat bebas menyampaikan pendapatnya. Hanya saja, dia mengingatkan bahwa soal etika dan sopan santun ketimuran.
"Ya itu proses demokrasi boleh-boleh saja. Tetapi perlu saya ingatkan kalau kita ada etika dan sopan santun ketimuran," kata Jokowi usai meresmikan Statiun Pompa Ancol Sentiong, Jakarta Utara, Senin (11/12).
Kendati begitu, dia menanggapi santai soal kritikan dari BEM UGM. Jokowi pun enggan berbicara banyak soal dirinya dinobatkan sebagai alumni UGM paling memalukan.
"Ya biasa aja," ucap Jokowi.
Munculnya Baliho Alumnus Membanggakan
Seminggu kemudian, tepatnya pada Jumat (15/12), muncul baliho bergambar Jokowi di kawasan Bundaran UGM. Dalam baliho tersebut berisi tulisan 'Penyeran Nominasi Alumnus UGM Paling Membanggakan'.
Pihak UGM angkat bicara. Sekretaris UGM Andi Sandi Antonius Tonralipu menjelaskan bahwa baliho yang dibuat BEM UGM tidak diubah, namun dibuat sendiri oleh mahasiswa yang berbeda.
"Itu tidak diubah, melainkan dilakukan oleh mahasiswa yang berbeda," kata Sandi Antonius Tonralipu kepada Liputan6.com, Sabtu (16/12).
Menurut dia, munculnya baliho 'Jokowi Alumnus UGM Paling Membanggakan' merupakan dinamika di lingkungan mahasiswa. Sandi menyebut pihak universitas memberikan ruang bagi para mahasiswa untuk menyampaikan aspirasinya.
"Hal tersebut merupakan dinamika sehingga UGM tetap memberikan ruang bagi mahasiswa dalam menyampaikan aspirasinya. Penyampaiannya dilakukan dengan cara yang santun dan tidak menganggu ketertiban," jelas Sandi.