Mitos Warak Ngendok dan cerita asal muasal Kota Semarang
Merdeka.com - Bagi mayoritas warga Kota Semarang, sosok Warak Ngendok hanya dikenal sebagai mainan berukuran raksasa yang kerap diarak keliling jalan raya setiap bulan Sa'ban dalam penanggalan Jawa atau jelang perayaan Dugderan di Pasar Johar yang ada di jantung Kota Lumpia itu.
Namun, tak banyak yang tahu bahwa sebenarnya Warak Ngendok dahulu kala dikenal sebagai hewan mitologi yang sakti oleh warga Semarang. Bentuknya merupakan perpaduan antara kambing pada bagian kaki, naga pada bagian kepala dan buraq di bagian badannya.
Warak Ngendok sendiri berasal dari dua kata, yakni Warak yang berasal dari bahasa arab 'Wara'I' yang berarti suci. Sedangkan Ngendog sama artinya dengan bertelur. Dua kata itu bisa diartikan sebagai siapa saja yang menjaga kesucian di Bulan Ramadan kelak di akhir bulan akan mendapatkan pahala di Hari Lebaran.
-
Siapa yang diarak keliling Jakarta? Pawai Emas Timnas Indonesia Diarak Keliling Jakarta
-
Kenapa Ngarak Panganten di Bekasi? Tradisi Ngarak Panganten sendiri memiliki maksud yang baik bagi kedua pengantin, yakni mengenalkan pernikahan mereka sehingga tidak timbul fitnah.Ini sekaligus untuk menjunjung budaya lokal Betawi yang kental dan agamis.
-
Apa itu Ngarak Panganten? Ngarak Panganten sendiri merupakan salah satu prosesi dari keseluruhan rangkaian pernikahan adat di Bekasi.
-
Dimana Ngarak Panganten? Di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, misalnya, prosesi mengarak pengantin keliling kampung masih dilakukan setelah pelaksanaan ijab qabul.
-
Kenapa Adang diiringi ritus? Di sela-sela prosesi memasak warga juga memuji Nyi Pohaci sebagai lambang kesuburuan dan keberlimpahan hasil alam.
-
Bagaimana Ngarak Panganten di Bekasi? Adapun Ngarak Panganten diawali dengan pelepasan kedua mempelai oleh kedua orang tuanya. Kemudian keduanya disambut oleh para penari dan pemandu acara (Mang Lengser) untuk diantar menuju kuda. Kampung yang dituju tak hanya tempat keduanya melangsungkan prosesi, melainkan juga sampai ke kampung tetangga dengan dipandu oleh Mang Lengser di depan rombongan, lalu diikuti para penari.Tak lupa, pemusik gamelan ajeng maupun tanjidor juga ikut mengiringi arak-arakan tersebut di paling belakang.
Konon menurut cerita warga, Warak Ngendok sudah hadir sejak awal mula pendirian Kota Semarang. Pastinya kapan sampai sekarang belum ada yang tahu. Bahkan, saat Ki Ageng Pandan Arang mendirikan Kota Semarang dan menjadi Bupati pertama kali, pun hewan mitologi ini pun sudah hadir di tengah masyarakat.
Ki Ageng Pandan Arang sendiri lebih dikenal sebagai Raden Pandanaran. Dialah putra dari pangeran Suryo Panembahan Sabrang Lor yang menjadi Sultan kedua Kesultanan Demak. Raden Pandanaran, menolak tahta Demak karena lebih suka mendalami spiritual.
Namun versi warga Arab yang menetap di Semarang menyebut, Raden Pandanaran adalah saudagar asal Arab, Persia, atau Turki, yang meminta izin kepada Sultan Demak untuk berdagang dan menyebarkan Islam di Pragota yang sekarang disebut sebagai wilayah pemakaman Bergota.
Dalam mensyiarkan agama Islam, dia memadukan unsur kebudayaan lokal seperti Warak Ngendok. Raden Pandanaran memperkenalkan Warak Ngendok ini pertama kali kepada warga Semarang kuno kala itu. Dan sejak saat itu, Warak Ngendok terus dijadikan salah satu maskot Kota Semarang.
Bahkan pada saat Pilwakot tahun 2010 lalu, KPU Semarang menjadikan boneka Warak Ngendok sebagai maskot Pilwalkot Semarang. Dengan kata lain, Warak Ngendok tidak bisa dilepaskan dari cikal bakal pembentukan Kota Semarang pada masa lampau. Saat ini, Warak Ngendok dikenal warga lokal sebagai ikon kota bersama Tugu Muda dan Gedung Perkeretaapian kuno Lawang Sewu.
Menurut penuturan warga asli Semarang, sosok Warak Ngendok digambarkan sebagai seekor naga kecil yang membawa telur. Sri Bekti seorang warga Kampung Kuningan Semarang Utara berkata, Warak Ngendok yang dia tahu bentuknya menyerupai naga kecil yang memiliki empat kaki yang kokoh.
"Warak Ngendok itu selalu ada kalau pas mulai Dugderan. Dia selalu diarak keliling kota dan jadi pusat perhatian bagi warga yang mengunjungi Dugderan," kata perempuan berusia 52 tahun ini, kepada merdeka.com, Kamis (8/5).
Sementara warga Perum Graha Citra Gading, Kelurahan Ngijo Kecamatan Gunungpati, Eko Wahyu Budi lebih mengenal Warak Ngendok sebagai mainan raksasa yang dibuat dari kayu berukuran besar dan dihiasi pernak pernik kertas warna-warni. "Menurut cerita kakek saya, itu dulunya sudah ada pas Pangeran Pandanaran datang ke Semarang," urainya. (mdk/hhw)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tradisi Suran Mbah Demang dilaksanakan setiap tanggal 7 Sura penanggalan Jawa
Baca SelengkapnyaMeski di tengah guyuran hujan, prosesi Kirab Dudgeran Kota Semarang tetap berlangsung semarak dan meriah.
Baca SelengkapnyaUpacara yang digelar tiap bulan Sapar itu digelar untuk menjaga nilai-nilai budaya yang diwariskan turun-temurun.
Baca SelengkapnyaAcara Grebeg Maulud digelar setiap tahun. Setiap perayaan itu menyimpan momen sejarahnya masing-masing.
Baca SelengkapnyaBerbagai bangunan bersejarah dapat ditemui di Semarang.
Baca SelengkapnyaMasyarakat setempat menganggap sosoknya seperti "damar" atau lentera yang menerangi dalam gelap
Baca SelengkapnyaUngaran merupakan ibu kota Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang banyak memiliki tempat wisata yang indah dan memesona.
Baca SelengkapnyaSemarang semakin memperkuat reputasinya sebagai tujuan wisata yang tak boleh terlewatkan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaUmuh Muchtar hadir dalam acara Ngalaksa di Sumedang dan naik kuda keliling kampung.
Baca SelengkapnyaModa transportasi dengan tenaga manusia ini dulunya menjadi kendaraan ikonik dan digunakan untuk mengangkut penumpang di Kota Medan.
Baca SelengkapnyaSaking berpengaruhnya di masa lalu, makam-makam ini sering diziarahi walau kondisi tidak surut.
Baca SelengkapnyaKota Semarang memiliki sederet julukan yang menjadi identitasnya.
Baca Selengkapnya