Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Moeldoko Disuntik Vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto

Moeldoko Disuntik Vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto Moeldoko Kunjungi TMII. ©2021 Merdeka.com

Merdeka.com - Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menerima suntikan vaksin nusantara di RSPAD Gatot Soebroto. Vaksin disuntikkan Mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto.

"Hari ini, saya menerima suntikan vaksin Nusantara untuk mencegah penularan Covid-19 dari Letjend (Purn.) Terawan Agus Putranto di RSPAD Gatot Soebroto," katanya dalam akun Instagram-nya dikutip merdeka.com, Jumat (30/7).

Moeldoko menjelaskan alasan menggunakan vaksin tersebut. Menurutnya, vaksin tersebut menggunakan metode dendritik. Yakni, bahan dasar berasal dari sel darahnya sendiri kemudian diproses di laboratorium. Setelah itu, sel darah kembali dimasukkan ke dalam tubuh.

"Sebuah inovasi dari anak bangsa untuk berperan serta dalam mengatasi pandemi Covid-19. Biarlah saya ikut mencoba dulu sebagai dukungan pada kerja keras anak bangsa. Semoga dukungan saya ini tidak diasumsikan macam-macam," ungkapnya.

Sebelumnya, Moeldoko juga pernah menerima vaksin Covid-19 dosis ke pertama pada 3 Maret 2021. Kemudian dosis kedua pada 31 Maret 2021 di RSPAD Gatot Soebroto.

"Hari ini, Rabu (31/3), Kepala Staf Kepresidenan @dr_moeldoko menerima suntikan dosis kedua vaksin COVID-19 di Ruang MCU, RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan telah menerima vaksin dosis pertama pada Rabu (3/3) lalu," dikutip dalam akun instagram @ kantorstafpresidenri.

Sekadar diketahui, peneliti utama vaksin Nusantara, dr. Jonny, menjabarkan tahapan pembuatan vaksin Nusantara. Pertama, mengambil darah dari subjek atau pasien. Kemudian, darah tersebut dibawa ke laboratorium untuk dipisahkan antara sel darah putih dan sel dendritik (sel pertahanan, bagian dari sel darah putih).

Di laboratorium, sel dendritik akan dipertemukan dengan rekombinan antigen sehingga memiliki kemampuan untuk mengenali virus penyebab Covid-19 SARS-CoV-2.

"Memang vaksin lain tidak ada yang diambil darah, jadi ini bedanya. Karena vaksin ini diambil dari sel tubuh kita sendiri, kemudian sel darah putih kita biarkan selama lima hari dulu," kata Jonny saat ditemui di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, Rabu (14/4).

Setelah lima hari berselang, sel darah tersebut akan dikenalkan kepada protein seperti yang dimiliki oleh protein virus, atau protein S (spike) yang berasal dari rekayasa genetik. Pengenalan itu ditujukan untuk menentukan bagaimana virus itu bisa menyerang tubuh si pemilik sampel darah.

"Protein ini kita kenalkan selama dua hari. Jadi lima hari dibiarkan, dua hari dikenalkan, kemudian sel darah putih kita akan mengenali virus Covid-19 itu," jelas dokter TNI AD berpangkat kolonel ini.

Dengan pengenalan yang terjadi, Jonny meyakini tubuh yang memiliki sampel darah terkait selanjutnya akan lebih kebal saat ada virus Covid-19 yang menyerang.

Menurut dia, hal itu terjadi karena tubuh tidak lagi perlu memproses pengenalan dan membentuk imunitas seluler, sebab hal itu sudah dilakukan saat di luar tubuh.

"Jadi vaksin menyediakan imunitas seluler untuk tubuh kita jadi itulah kelebihan vaksin Nusantara ini," Jonny menandasi.

BPOM Belum Beri Izin Uji Klinis

Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum memberikan izin uji klinis lanjutan vaksin Nusantara. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito, mengungkapkan alasan BPOM belum izinkan uji klinis lanjutan untuk vaksin Nusantara.

Pertama, 20 dari 28 subjek penelitian vaksin Nusantara mengalami kejadian tidak diinginkan.

"Sebanyak 20 dari 28 subjek (71,4 persen) mengalami kejadian yang tidak diinginkan, meskipun dalam grade 1 dan 2," katanya melalui keterangan tertulis, Rabu (14/4).

Penny mengatakan, subjek uji klinik fase satu vaksin Nusantara yang mendapatkan kadar adjuvant 500 mcg mengalami kejadian tidak diinginkan lebih banyak. Sementara subjek dengan kadar adjuvant 250 mcg dan tanpa adjuvant lebih sedikit mengalami kejadian tidak diinginkan.

Kejadian tidak diinginkan yang dimaksud yakni nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Kemudian penebalan, kemerahan, gatal, ptechiae, lemas, mual, demam, batuk, pilek dan gatal.

"Terdapat kejadian yang tidak diinginkan grade 3 pada 6 subjek dengan rincian yaitu 1 subjek mengalami hipernatremi, 2 subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan 3 subjek mengalami peningkatan kolesterol," jelasnya.

Dia menambahkan, masih data studi klinik fase satu vaksin Covid-19 Nusantara, terdapat 3 dari 28 subjek atau sekitar 10,71 persen mengalami peningkatan titer antibodi lebih dari 4 kali setelah 4 minggu penyuntikan. Namun, 8 dari 28 subjek atau setara 28,57 persen mengalami penurunan titer antibodi setelah 4 minggu penyuntikan.

"3 Subjek yang mengalami peningkatan titer antibodi lebih dari 4 kali tersebut yaitu 2 subjek terdapat pada kelompok vaksin dengan kadar antigen 0.33 mcg dan adjuvant 500 mcg serta 1 subjek terdapat pada kelompok vaksin dengan kadar antigen 1.0 mcg dan adjuvant 500 mcg. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kadar titer antibodi dipengaruhi oleh peningkatan konsentrasi adjuvant, bukan karena peningkatan kadar antigen," terangnya.

Kedua, persetujuan lolos kaji etik tidak dilakukan oleh Komite Etik (KE) tempat penelitian vaksin Nusantara.

"Tidak ada notifikasi dan penyerahan protokol kepada KE di RSUP Dr. Kariadi terkait penelitian ini, sehingga tidak ada kajian dari KE setempat," katanya.

Penny menjelaskan, kaji etik merupakan hal yang kritikal karena tugas utama KE adalah mengawasi hak dan keamanan subjek penelitian.

Tak hanya itu, Penny menyebut pihaknya menemukan data keamanan uji klinis fase satu vaksin Nusantara dihilangkan peneliti.

"Terdapat data-data keamanan yang diganti oleh peneliti dengan menghilangkan data yang lama, sehingga tidak dapat ditelusuri keaslian data dan tidak dapat diketahui penyebab perubahan data tersebut," terangnya.

Penny melanjutkan, terdapat inkonsistensi pencatatan data pada dokumen sumber, worksheet dan case report form terhadap Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) yang dialami oleh subjek penelitian vaksin Nusantara. Ini menyebabkan tidak dapat diketahui data yang benar.

BPOM juga menemukan subjek yang seharusnya tidak dapat direkrut karena tak masuk dalam kriteria inklusi (sudah memiliki antibodi) tetapi diikutkan dalam penelitian vaksin Nusantara. Hal ini tidak sesuai dengan protokol penelitian dan menyebabkan hasil tidak valid.

Doktor dari Universitas Wisconsin Madison ini juga menjelaskan Case Report Form (CRF) penelitian vaksin Nusantara menggunakan sistem elektronik dengan nama Redcap Cloud yang dikembangkan oleh Aivita Biomedical Inc dengan server di Amerika. Dia menyebut, keberadaan Aivita Biomedical Inc tidak disinggung dalam perjanjian kerja sama dengan Badan Litbangkes, Kemenkes.

"Beberapa tahapan proses pembuatan dan pengujian vaksin sel dendritik dilakukan oleh Aivita Biomedical Inc (dilaksanakan oleh tenaga dari warga negara asing). Terkait hal tersebut, belum ada kontrak antara Aivita Biomedical dengan RSUP Dr. Kariadi," kata Penny.

Perjanjian kerja sama antara Badan Litbangkes dengan PT Rama Emeralds tidak menyebutkan apa yang menjadi kewajiban dari Aivita Biomedical Inc dalam uji klinik vaksin dendritik yang dilakukan di Indonesia dan lingkupnya hanya untuk uji klinik fase II dan fase III. Dengan perjanjian seperti ini membuat pihak Aivita Biomedical merasa tidak punya kewajiban untuk bekerja sesuai standar dan peraturan di Indonesia.

Ketiga. Penny mengatakan pembuatan produk vaksin yang menggunakan campuran sel dendritik itu tidak steril.

"Produk vaksin dendritik atau yang dikenal sebagai vaksin Nusantara tidak dibuat dalam kondisi yang steril," katanya.

Penny menjelaskan, laporan yang diterimanya pembuatan vaksin Nusantara menggunakan close system. Tetapi pada kenyataannya proses pembuatan vaksin Nusantara dilakukan secara manual dan open system.

Selain itu, produk antigen SARS CoV-2 yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan vaksin Nusantara bukan Pharmaceutical grade dan dinyatakan oleh produsen (Lake Pharma-USA) tidak dijamin sterilitasnya. Bahkan, antigen tersebut hanya digunakan untuk riset di laboratorium bukan untuk diberikan kepada manusia.

"Hasil produk pengolahan sel dendritik yang menjadi vaksin tidak dilakukan pengujian sterilitas dengan benar sebelum diberikan kepada manusia. Hal tersebut berpotensi memasukkan produk yang tidak steril dan menyebabkan risiko infeksi bakteri pada penerima vaksin," jelasnya.

Penny melanjutkan, produk akhir dari vaksin Nusantara tidak dilakukan pengujian kualitas sel dendritik. Peneliti hanya menghitung jumlah selnya saja. Sementara itu, penghitungan sel juga tidak konsisten karena ada 9 dari 28 sediaan yang tidak diukur. Kemudian, dari 19 yang diukur terdapat 3 sediaan yang di luar standar tetapi tetap dimasukkan.

Keempat. Penny menyebut metode pengujian vaksin Nusantara tidak dilakukan validasi dan standardisasi sebelum pelaksanaan penelitian.

Peneliti vaksin Nusantara juga hanya menyerahkan hasil dengan 2 macam pengujian menggunakan alat yang berbeda dan hasil yang berbeda.

"Hal tersebut tidak diperbolehkan karena akan timbul subjektivitas peneliti dengan memilih hasil yang dianggap lebih baik memberikan nilai. Terkait perbedaan hasil tersebut, saat diklarifikasi kepada tim peneliti, setiap orang memberikan pendapat yang berbeda-beda, di mana peneliti dari Aivita menyatakan hasil pengujiannya yang benar, dan peneliti dari Litbangkes menyatakan hasil pengujiannya yang benar," jelasnya.

"Berdasarkan hal tersebut, BPOM menyatakan bahwa hasil tidak dapat diterima validitasnya," sambung Penny.

(mdk/lia)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
FOTO: Kasus Covid-19 Meningkat Signifikan, Warga Antre Vaksin Booster saat Car Free Day Jakarta
FOTO: Kasus Covid-19 Meningkat Signifikan, Warga Antre Vaksin Booster saat Car Free Day Jakarta

Beberapa waktu terakhir terjadi lonjakan kasus Covid-19 yang cukup signifikan di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Menkes Klaim Vaksin Covid-19 Buatan Dalam Negeri Relatif Lebih Aman
Menkes Klaim Vaksin Covid-19 Buatan Dalam Negeri Relatif Lebih Aman

Namun kalau untuk yang komorbid, kata Menkes, risiko tetap ada karena virusnya tidak hilang.

Baca Selengkapnya
Menkes Dorong Percepatan Produksi Vaksin Dalam Negeri untuk Ketahanan Kesehatan Nasional
Menkes Dorong Percepatan Produksi Vaksin Dalam Negeri untuk Ketahanan Kesehatan Nasional

Produksi vaksin dalam negeri dianggap akan mampu mendorong ketahanan kesehatan nasional.

Baca Selengkapnya
Jenderal TNI Eks Panglima Kaget Ada yang Kesurupan, Akhirnya Tidak Terduga
Jenderal TNI Eks Panglima Kaget Ada yang Kesurupan, Akhirnya Tidak Terduga

Jenderal TNI Moeldoko dikagetkan dengan aksi pemuda-pemudi yang tiba-tiba kesurupan. Mereka berteriak histeris di depan eks Panglima TNI.

Baca Selengkapnya
Strategi Pemerintah Cegah Penyebaran Mpox, Karantina hingga Vaksinasi
Strategi Pemerintah Cegah Penyebaran Mpox, Karantina hingga Vaksinasi

Menkes Budi ungkap cara pemerintah mencegah penyebaran penyakit monkey pox (Mpox) di Indonesia

Baca Selengkapnya
Empat Strategi Menkes Hadapi Potensi Pandemi Selanjutnya
Empat Strategi Menkes Hadapi Potensi Pandemi Selanjutnya

Dari semua perang yang dihadapi manusia, melawan patogen mencatatkan kematian yang paling banyak.

Baca Selengkapnya
Moeldoko ke Pensiunan Jenderal: Jangan Sampai Gara-gara Politik kita Terpecah
Moeldoko ke Pensiunan Jenderal: Jangan Sampai Gara-gara Politik kita Terpecah

Moeldoko bertemu dengan purnawirawan TNI Akabri angkatan 81.

Baca Selengkapnya
Moeldoko Usulkan Indonesia jadi Pusat Pelatihan Petani Muda Asia Pasifik
Moeldoko Usulkan Indonesia jadi Pusat Pelatihan Petani Muda Asia Pasifik

Moeldoko Usulkan Indonesia jadi Pusat Pelatihan Petani Muda Asia Pasifik

Baca Selengkapnya
VIDEO: Menhan Prabowo Bangun Rumah Sakit Jenderal Soedirman Megah 28 Lantai
VIDEO: Menhan Prabowo Bangun Rumah Sakit Jenderal Soedirman Megah 28 Lantai

Rumah sakit ini diperuntukkan, tidak hanya bagi anggota TNI beserta keluarganya saja, tetapi juga untuk masyarakat umum.

Baca Selengkapnya
Moeldoko Ajak Masyarakat Beralih ke Kendaraan Listrik: Naik Mobil Listrik Aman, Jangan Takut Kebakaran
Moeldoko Ajak Masyarakat Beralih ke Kendaraan Listrik: Naik Mobil Listrik Aman, Jangan Takut Kebakaran

Ajakan itu disampaikan Moeldoko yang mewakili Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat diskusi Cita dan Cipta yang digelar Liputan6 dan Fimela.

Baca Selengkapnya