Pejabat Pemkab Gresik Kembalikan Uang Haram Hasil 'Sunat' Dana Insentif Pegawai
Merdeka.com - Sejumlah pejabat di Kabupaten Gresik yang disebut-sebut ikut menikmati aliran dana dugaan korupsi pemotongan anggaran insentif pegawai Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) ramai-ramai mengembalikan uang haram tersebut. Jumlah yang terkumpul, baru mencapai Rp 167 juta dari jumlah keseluruhan Rp 2 miliaran.
Pengembalian uang ini terungkap dalam persidangan dengan agenda tuntutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Kamis (15/8).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Gresik, Andrie Dwi Subianto mengatakan, pihaknya memang telah menerima sejumlah uang yang diserahkan oleh istri terdakwa M Mukhtar, Plt Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kab. Gresik. Uang tersebut berjumlah Rp 167 juta.
-
Bagaimana Tiko melaporkan mantan istrinya? Tiko melaporkan mantan istrinya atas dugaan tindak pidana mengakses data elektronik milik orang lain tanpa izin sebagaimana diatur Pasal 32 Juncto 48 Undang-Undang 11 tahun 2008 tentang ITE.
-
Siapa yang terlibat dalam kasus ini? Terdakwa Fatia Maulidiyanti menjalani pemeriksaan dalam sidang kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Luhut Binsar Pandjaitan pada hari ini, Senin (28/8).
-
Kenapa Tiko melaporkan mantan istrinya? Tiko melaporkan mantan istrinya atas dugaan tindak pidana mengakses data elektronik milik orang lain tanpa izin sebagaimana diatur Pasal 32 Juncto 48 Undang-Undang 11 tahun 2008 tentang ITE.
-
Kapan Tiko melaporkan mantan istrinya? Sebagaimana telah terdaftar dengan nomor LP/B/3968/VII/2024/SPKT POLDA METRO JAYA tertanggal 12 Juli 2024.
-
Data apa yang diambil mantan istri Tiko? '(Dari laporan Tiko) Diduga terlapor mengambil secara paksa, sebuah laptop milik korban. Kemudian di laptop itu diduga ada data-data perusahaan dimana korban bekerja yang saat ini tengah didalami Polres Metro Jaksel,' tuturnya.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas hilangnya aset? 'Aku sudah kehilangan jejak uangku. Aku sama sekali tidak tahu ke mana perginya sisa aset yang ada, dan bisa dihitung dengan jari, tinggal dua meskipun salah satunya sudah terjual. Di Jakarta ada dua, satu sudah dijual, sedangkan di Malang masih tersisa satu. Intinya, saat ini aku harus memulai semuanya dari awal lagi,' tegasnya.
"Sudah diserahkan pada kita, uang sebesar Rp 167 juta, oleh istri terdakwa. Uang tersebut diserahkan pada Rabu (14/8) kemarin," ungkapnya, Kamis (15/8).
Dikonfirmasi mengenai asal uang pengembalian itu, Andrie menyatakan jika uang tersebut merupakan uang hasil pengembalian secara kolektif yang dititipkan pada istri terdakwa. Mereka yang mengembalikan uang tersebut adalah pihak eksternal, yang disebut dalam persidangan sebelumnya.
"Mereka (pihak eksternal) mengembalikan melalui istri terdakwa. Ada daftarnya, tapi saya lupa. Yang dari eksternal," tegasnya.
Ia menambahkan, penyerahan uang sebesar Rp 167 juta tersebut, diakuinya masuk sebagai uang pengganti yang dituntutkan jaksa. Dalam tuntutan yang dibacakan tadi, jaksa minta agar terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 2 miliar.
"Otomatis uang tersebut masuk dalam hitungan uang pengganti yang telah dibayarkan terdakwa," tambahnya.
Lantas, apakah dengan adanya pengembalian oleh para penerima uang haram tersebut kejaksaan akan mengembangkan penyidikan, Andrie mengaku, masih akan menunggu hasil putusan hakim lebih dulu. "Kita tunggu putusan hakim dulu bagaimana," tegasnya.
Sebelumnya, dalam sidang ini jaksa menunjukkan sebuah daftar atau catatan uang hasil pemotongan insentif yang dibagikan ke sejumlah pihak. Dalam daftar itu disebutkan, ada 4 kali transaksi yang terbagi dalam setiap triwulan. Dalam setiap transaksi, tercatat dana tersebut dibagikan kepada siapa saja, berikut besaran yang diterima.
Di antaranya, untuk internal BPPKAD yang terdiri dari satpam dan cleaning service sebesar Rp 1.250.000. Kemudian untuk pihak eksternal yang terdiri dari pejabat Asisten 1, Asisten 2 dan Asisten 3 diberikan uang sebesar Rp 2 juta pada triwulan pertama. Namun, angka ini berubah pada triwulan berikutnya menjadi Rp 1,5 juta.
Lalu, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) sebesar Rp 2 juta, kemudian untuk Kepala Bagian Hukum sebesar Rp 5 juta. Ada juga untuk 2 ajudan bupati, yang masing-masing diberikan Rp 2 juta pada triwulan pertama. Namun, pada triwulan berikutnya angka tersebut berubah menjadi Rp 15 juta perorang.
Selain ajudan bupati, uang juga diberikan pada sopir bupati dan Wabup sebesar Rp 500 ribu, ajudan wabup sebesar Rp 2 juta pada awalnya dan berubah pada termin berikutnya menjadi Rp 1,5 juta. Kemudian disebut juga peruntukan untuk ajudan Sekda sebesar Rp 1 juta. Namun, angka ini berubah pada termin berikutnya menjadi Rp 500 ribu.
Lalu, selain ke sejumlah pejabat itu, dalam daftar bukti pada triwulan ke 3 yang dimiliki jaksa juga disebutkan adanya aliran dana untuk membayar cicilan utang sebesar Rp 50 juta. Namun, terdakwa tidak bisa menjawab, utang siapa yang dimaksud saat dicecar hakim dengan alasan ia hanya melanjutkan 'tradisi' sebelumnya.
Masih dalam catatan triwulan ke 3, juga didapati aliran dana untuk Sekpri staf Ahli sebesar Rp 27 juta. Tidak hanya itu, dalam daftar juga tercatat untuk pembelian tiket pesawat sebesar Rp 60 juta. Untuk peruntukan tiket pesawat ini, terdakwa mengakui jika uang tersebut digunakan membayar DP (down payment) tiket pesawat untuk liburan dharma wanita BPPKAD.
Dalam daftar berikutnya jaksa menyebut ada penggunaan uang yang terbagi di empat termin untuk setan yang disebut sebagai setan klemat. Jaksa Andrie menyebut untuk setan klemat, ada aliran dana sebesar Rp 7,5 juta; lalu Rp 20 juta; kemudian Rp 12,5 juta; dan terakhir 20 juta.
Setan klemat oleh terdakwa dijelaskan jika yang dimaksud adalah untuk mereka yang mengajukan proposal kegiatan ke BPPKAD. Mereka yang dimaksud adalah bukan berasal dari internal, namun dari luar instansi.
M Mukhtar, Plt Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kab. Gresik ditangkap jaksa Kejaksaan Negeri Gresik dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 14 Januari lalu. Ia diduga telah melakukan pemotongan dana insentif pegawai BPPKAD Gresik. Jaksa pun menyita uang sebesar Rp 531 juta dalam kasus ini.
Jaksa pun menuntutnya dengan pidana 5 tahun penjara, dan denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, ia juga diharusnya membayar uang pengganti sebesar Rp 2 miliar. Bila tidak dibayar maka harta bendanya akan disita negara sebagai pengganti. Apabila harta yang disita tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana 2 tahun penjara. (mdk/ded)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Nama S muncul setelah penyidik Kejagung memeriksa pengacara Maqdir Ismail selaku hukum terdakwa kasus korupsi BTS Kominfo Irwan Hermawan.
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung diminta untuk transparan, dan mendorong untuk membuka penyelidikan baru.
Baca SelengkapnyaKeluarga SYL mengembalikan uang hasil urunan pejabat Eselon I Kementrian Pertanian (Kementan).
Baca SelengkapnyaDiduga Selewengkan Dana Hibah UMKM, Kepala Diskoperindag Gresik Ditahan
Baca SelengkapnyaUang-uang tersebut digunakan untuk kepentingan para tersangka seperti membayar pemeriksa BPK RI sejumlah sekitar Rp1,035 M dan dana taktis untuk operasional.
Baca SelengkapnyaSYL Gaji ART di Makassar Rp35 Juta Hasil Patungan Pegawai Kementan
Baca SelengkapnyaMenteri Agama RI Nasaruddin Umar melaporkan penerimaan gratifikasi dalam bentuk sejumlah barang ke Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi
Baca SelengkapnyaKejagung memastikan pengusutan kasus dugaan korupsi BTS Kominfo diduga mengalir ke pelbagai pihak tetap dilanjutkan.
Baca SelengkapnyaUang Rp27 miliar itu diserahkan kuasa hukum Irwan Hermawan ke Kejagung.
Baca SelengkapnyaTersangka telah merugikan keuangan Negara sebesar Rp172.760.000.
Baca SelengkapnyaPada perkara ini, modus tersangka yakni dengan memungut uang sewa TKD seluas 180.000 meter per segi
Baca SelengkapnyaMenteri tersebut menerima sejumlah barang yang diduga bentuk gratifikasi. Barang-barang tersebut lantas dilaporkan ke KPK.
Baca Selengkapnya