Peneliti Blak-blakan soal Nyamuk Wolbachia Hasil Rekayasa Genetik
Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) Adi Utarini atau akrab disapa Uut buka-bukaan terkait nyamuk wolbachia.
Tak sedikit masyarakat yang menilai nyamuk wolbachia hasil rekayasa genetik.
Peneliti Blak-blakan soal Nyamuk Wolbachia Hasil Rekayasa Genetik
Keputusan Kementerian Kesehatan menyebarkan nyamuk wolbachia untuk menekan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia menuai penolakan. Tak sedikit masyarakat yang menilai nyamuk tersebut hasil rekayasa genetik.
Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) Adi Utarini atau akrab disapa Uut buka-bukaan terkait nyamuk wolbachia. Dia menegaskan, nyamuk yang disebut-sebut buatan Bill Gates itu bukan hasil rekayasa genetik.
“Bakteri wolbachia maupun nyamuk sebagai inangnya bukanlah organisme hasil dari modifikasi genetik yang dilakukan di laboratorium. Secara materi genetik baik dari nyamuk maupun bakteri wolbachia yang digunakan, identik dengan organisme yang ditemukan di alam,” jelas Uut melalui keterangan tulis, Senin (20/11).
Wolbachia merupakan bakteri yang hanya dapat hidup di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk. Wolbachia tidak dapat bertahan hidup di luar sel tubuh serangga dan tidak bisa mereplikasi diri tanpa bantuan serangga inangnya.
Ini merupakan sifat alami dari bakteri wolbachia. Wolbachia sendiri telah ditemukan di dalam tubuh nyamuk aedes albopictus secara alami.
“Wolbachia secara alami terdapat pada lebih dari 50% serangga, dan mempunyai sifat sebagai simbion (tidak berdampak negatif) pada inangnya,”
kata Uut.
merdeka.com
Nyamuk wolbachia telah diteliti sejak 2011 oleh World Mosquito Program (WMP) dan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Uut menyebut, analisis risiko yang dilakukan 20 ilmuwan independen di Indonesia menyimpulkan dampak buruk nyamuk wolbachia terhadap manusia atau lingkungan dapat diabaikan.
Metode Penerapan Nyamuk Wolbachia
Uut menjelaskan, penerapan nyamuk wolbachia untuk melumpuhkan kasus DBD di Indonesia menggunakan metode penggantian. Melalui metode itu, nyamuk jantan dan nyamuk betina wolbachia dilepaskan ke populasi alami.
Tujuannya agar nyamuk betina kawin dengan nyamuk setempat dan menghasilkan anak-anak nyamuk yang mengandung wolbachia. Pada akhirnya, hampir seluruh nyamuk di populasi alami akan memiliki wolbachia.
Wolbachia berperan dalam memblok replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk. Nyamuk yang mengandung wolbachia, tidak mampu lagi untuk menularkan virus dengue ketika nyamuk tersebut menghisap darah orang yang terinfeksi virus dengue.
Wolbachia akan ada dalam telur nyamuk, sehingga bakteri ini akan diturunkan dari satu generasi nyamuk ke generasi berikutnya. Akibatnya, dampak perlindungan wolbachia terhadap penularan dengue bersifat berkelanjutan (sustainable).
Uut mengatakan, pendekatan wolbachia telah terbukti mengurangi secara signifikan kejadian penyakit demam berdarah dan kebutuhan rawat inap bagi penderita penyakit tersebut. Penurunan ini akan berdampak pada penghematan biaya yang signifikan dalam pengendalian dengue bagi negara yang menerapkannya.
“Pendekatan ini sangat efektif dalam pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk di wilayah perkotaan besar yang berpenduduk padat dan dengan tingkat insidensi dengue yang tinggi,”
lanjut Uut.
merdeka.com
Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada, Riris Andono Ahmad menambahkan, uji coba nyamuk berwolbachia yang sebelumnya dilakukan di Yogyakarta pada tahun 2022 terbukti efektif.
“Hasilnya, di lokasi yang telah disebar wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77%, disamping menurunkan kebutuhan rawat inap pasien dengue di rumah sakit sebesar 86%,” jelas Riris.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes, Imran Pambudi mengatakan, kasus DBD di Indonesia masih tinggi. Kematian akibat DBD tertinggi terjadi pada anak-anak.
“Selain itu masih banyak daerah yang melaporkan kejadian luar biasa akibat DBD. (Nyamuk wolbachia) ini akan menyelamatkan anak-anak kita ke depannya” ujar Imran Pambudi.
Dia mengatakan, efektivitas pemanfaatan wolbachia untuk menurunkan kejadian demam berdarah sudah dibuktikan di 13 negara lain, yaitu di Australia, Brazil, Colombia, El Salvador, Sri Lanka, Honduras, Laos, Vietnam, Kiribati, Fiji, Vanuatu, New Caledonia, dan Meksiko.
Di Singapura, wolbachia diterapkan dengan menggunakan metode suppression atau penurunan jumlah populasi nyamuk.
Strategi ini diimplementasikan dengan melepaskan nyamuk jantan saja. Perkawinan nyamuk jantan dengan nyamuk betina di populasi alami akan menghasilkan telur yang tidak dapat menetas.
Sehingga populasi nyamuk akan berkurang. Akan tetapi nyamuk betina yang masih ada di populasi alami akan tetap mempunyai kemampuan untuk menularkan virus dengue. Di samping itu, metode supresi mensyaratkan pelepasan nyamuk jantan secara terus menerus, agar populasi nyamuk dapat selalu terkontrol. Hal ini memerlukan sumber daya yang sangat besar dengan dampak yang bersifat sementara.