Pertama jadi Petugas Damkar, Suhada tak digaji, cuma diberi makan
Merdeka.com - Dedikasi yang tinggi muncul dari seorang petugas pemadam kebakaran bernama Suhada. Lelaki asal Ciamis, Jawa Barat ini sudah 30 tahun bergelut dengan kobaran api. Suhada yang akrab disapa Pak Haji ini memulai karirnya di pemadam kebakaran sejak tahun 1984.
Tahun ini harusnya dia sudah pensiun namun karena ada kebijakan baru, Suhada terpaksa mengundur masa pensiunnya setahun lagi. Kini, petugas pemadam kebakaran senior ini masih bertugas bersama rekan-rekannya di pemadam kebakaran sektor Jakarta Selatan.
Di saat-saat luang, Suhada menceritakan suka dukanya selama menjalani tugas. "Kalau suka duka, terus terang lebih banyak dukanya di pemadam kebakaran. Selain bertaruh nyawa kita juga harus ikhlas dengan kesejahteraan yang terbatas," tutur Suhada sambil tertawa kecil.
-
Dimana peristiwa kebakaran terjadi? Peristiwa tersebut terjadi di ibu kota Kerajaan K'anwitznal dekat lokasi pemakaman.
-
Siapa yang dihormati di Hari Pemadam Kebakaran? Pada hari ini, kesempatan diberikan kepada kita untuk mengapresiasi pemadam kebakaran yang berjuang untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan kita.
-
Siapa korban kebakaran? Atas kejadian itu, mengakibatkan satu orang meninggal dunia atas nama Cornelius Agung Dewabrata (59).
-
Siapa yang menjadi korban kebakaran? Tragedi kebakaran ini pertama kali ditemukan oleh keponakannya, Nurul Mufid (40). Ia melihat api berkobar di belakang rumah dan langsung mengecek sumbernya, menemukan tumpukan daun dan ranting bambu kering di pekarangan. Namun, saat itu Mufid belum menyadari bahwa pamannya terjebak di tengah api yang berkobar.
-
Bagaimana cara petugas damkar menyampaikan kritiknya? Sebuah video yang diunggah oleh akun Instagram @kabarnegri memperlihatkan seorang petugas damkar bernama Sandi yang memberikan pertanyaan perihal tanggapan wakil wali kota Depok tentang kerusakan alat dan mobil damkar.
-
Dimana kebakaran terjadi? Sebuah bangunan rumah dua tingkat yang berada di Jalan Kebagusan Raya, RT. 004, RW.04, Nomor 5, Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Di awal karir, Suhada pernah tidak mendapatkan gaji. Dalam menunaikan tugas, dia hanya dibayar makan saja. Gaji-gaji awalnya pun dibayar dengan jumlah yang sangat sedikit. Hanya cukup untuk ongkos dan makan saja. Padahal tugas yang dia jalankan terbilang berat dan berbahaya.
Selama 30 tahun, Suhada sudah mengalami berbagai kejadian menegangkan ketika menaklukan si jago merah yang sedang marah. Bayangan kematian sudah menjadi hal yang biasa bagi Suhada. Banyak sudah kejadian kritis yang dia lewati selama menjalankan tugas.
Nyawa pun dirasanya sudah digaris batas hidup saat berhadapan dengan kobaran api. Meski sudah puluhan tahun bergelut dengan api, tapi bayangan kematian masih saja sering muncul saat Suhada menjalankan tugas.
"Kalau sudah di depan api saya sering mikir jangan-jangan hari ini saya mati. Tapi alhamdulillah masih dikasih kesempatan hidup. Yang penting kita tulus saja menjalani tugas. Jangan banyak ngeluh," kata Suhada.
Lelaki yang sudah naik haji ini juga menceritakan kalau kaki kirinya pernah melepuh terkena air panas saat memadamkan kebakaran di sebuah pemukiman. Di lokasi kebakaran ada tempat isi ulang air mineral. Tak sengaja, kaki kiri Suhada menginjak penampungan air yang airnya sudah mendidik. Air panas pun masuk ke dalam sepatu bootnya dan merebus kaki kirinya.
"Kaki kiri saya udah mirip daging sapi yang dikuliti. Melepuh sampai warnanya putih. Seminggu nggak bisa jalan," tuturnya.
Suhada juga pernah kena setrum dan kejeblos atap rumah. Kondisi saat kebakaran sangat riuh. Sering pemadam tidak sempat memeriksa kabel-kabel listrik yang berserakan. Maka, risiko tersetrum pun harus dia hadapi. Selain risiko kebakaran, Suhada juga harus menghadapi masyarakat yang tidak kooperatif. Tak jarang warga yang memaki-maki dirinya karena tidak puas dengan pemadam kebakaran. Bahkan pernah ada warga yang mengacungkan golok ke petugas pemadam karena rumahnya tidak sempat diselamatkan dari amukan kobaran api.
"Waktu kebakaran di Manggarai, tim kita dikeroyok warga. Mereka nggak paham dengan prosedur penanganan. Ingin rumahnya duluan yang diselamatkan. Kita juga dianggap telat datang padahal jalurnya memang sulit ditempuh," ungkap Suhada.
Dalam menghadapi warga yang tidak koperatif, Suhada dan tim pemadam lainnya dilatih agar tidak terpancing emosi. Biar bagaimana pun sikap warga, bagi Suhada, mereka merupakan korban yang harus diselamatkan. Banyak warga yang sering mengeluhkan telatnya pemadam kebakaran tiba di lokasi. Hal itu, kata Suhada, karena pemadam memang bergerak setelah kebakaran terjadi. Saat api sudah berkobar, perintah pun muncul dan pemadam langsung bergerak. Selain itu kondisi jalanan di Jakarta yang macet menjadi kendala lain.
"Warga banyak yang belum tahu saja kerja kita seperti apa. Yang sudah tahu juga banyak. Mereka kadang datang ke sini bawa makanan," kata Suhada.
Sambil menunggu jatah pensiun, Suhada tetap menjalankan tugas dengan penuh dedikasi. Hal itu terlihat, saat sedang asyik mengobrol, tiba-tiba alarm panggilan tugas berdering. Raut wajah Suhada berubah seketika, dari wajah yang ceria menjadi wajah yang serius. Perhatiannya langsung terfokus kepada bunyi dari pengeras suara yang memerintahkan agar tim penyelamat segera bersiap.
Tugas kali ini adalah menyelamatkan korban yang tercebur sumur. Suhada pun bergegas menyiapkan segala sesuatunya mulai dari pakaian dan perlengkapan. Sayangnya, saat sudah akan meluncur menuju lokasi ternyata misi penyelamatan di-cancel karena korban sudah berhasil diangkat.
Suhada kemudian kembali berbincang sambil menyeduh kopi dan membersihkan sepatu boot-nya. Kali ini Suhada menceritakan pengalamannya saat beberapa kali mengangkat korban yang tercebur sumur. Suhada mengaku sudah tiga kali menangani kejadian tersebut. Pernah dia mengangkat korban yang sudah tiga hari di dalam liang sumur. Saat diangkat tubuhnya sudah membusuk dan baunya sudah sangat menyengat.
"Sekarang pemadam tidak hanya bertugas memadamkan kebakaran. Tapi juga menjalankan misi penyelamatan. Contohnya ya orang kecebur sumur, bencana alam, hanyut di kali, dan tenggelam di danau," tandasnya.
Meski lama merasakan kesulitan kesejahteraan, namun Suhada tidak pernah berniat meninggalkan tugasnya. Dia menganggap tugas memadamkan api merupakan kewajiban sosial untuk menyelamatkan orang lain. Berbagai bentuk dan jenis korban sudah pernah dia selamatkan. Mulai dari menyelamatkan nenek-nenek, bayi, dan berbagai korban dari segala usia. Menyelamatkan korban yang terjebak di lokasi kebakaran juga sudah sering dia dan timnya lakukan.
"Saat menyelamatkan korban, kita tidak boleh panik. Kalau panik korban bisa tambah panik. Jadi kita arahkan mereka, kita tuntun sampai berada di tempat yang aman," tambah Suhada.
Kini, Suhada hidup bersama istri dan dua orang anaknya. Anak pertamanya sudah lulus kuliah dan berkeluarga. Sedangkan anak keduanya masih meneruskan kuliah di jurusan grafika. Karena dedikasinya yang tinggi, Suhada pun pernah mendapatkan bantuan untuk menunaikan haji di Tanah Suci.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menjadi pemulung merupakan salah satu profesi yang dipilih oleh beberapa orang untuk membiayai hidup.
Baca SelengkapnyaDari hasil kerjanya, dia menabung hingga bisa kuliah dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Baca SelengkapnyaEmosi karena Disuruh Cari Kerja, Pria Pengangguran di Palembang Siram Istri dengan Air Mendidih
Baca SelengkapnyaBerikut kisah seorang wanita yang bangga sang kekasih selalu baik kepada orang lain.
Baca SelengkapnyaKisah yang ia bagikan di Tiktok viral dan bikin warganet ikut nostalgia,
Baca SelengkapnyaDemi menghidupi keluarganya, Sopiah rela menyamar menjadi pria agar diterima bekerja sebagai kuli.
Baca SelengkapnyaHanya dapat 15 ribu rupiah sehari dan harus nafkahi lima orang anak, perjuangan pria ini bikin haru.
Baca SelengkapnyaDagangannya kerap tak laku. Hal ini membuatnya terpaksa harus melewati masa sulitnya di masa tua.
Baca SelengkapnyaPada tahun 2021, rumahnya terbakar. Sehingga dibangunlah gubuk reyot yang kundisinya sangat tidak layak itu.
Baca SelengkapnyaUntuk bertahan hidup, kakek Samudi hanya melakukan usaha sebisanya yakni dengan berjualan daun singkong.
Baca SelengkapnyaPetugas kebersihan memiliki peran penting dalam menjaga Jakarta agar tetap asri dan layak dihuni.
Baca Selengkapnya