Pertolongan Pertama Ketika Terjangkit Antraks
Pertolongan pertama orang terjangkit antraks adalah dibawa ke dokter untuk mendapatkan antibiotik.
Pertolongan Pertama Ketika Terjangkit Antraks
Antraks kembali merebak di Indonesia.
Puluhan warga di Gunungkidul, Yogyakarta, terkofirmasi terjangkit antraks. Tiga di antaranya meninggal dunia pada periode Mei hingga Juni 2023.
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, ada pertolongan pertama yang bisa dilakukan ketika terjangkit antraks. Yakni, segera mendatangi dokter.
"Orang terpapar antraks harus segera dibawa ke dokter atau dirawat di rumah sakit," kata Tjandra, Jumat (7/7).
Setelah itu, dokter harus segera memberikan antibiotik. Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara ini mengingatkan, penggunaan antibiotik harus sesuai resep dokter.
Dia menjelaskan, berdasarkan Center of Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, antibiotik bekerja melalui dua cara. Pertama, membunuh bakteri antraks. Kedua, membuat antraks tidak berkembang.
Tjandra menyebut, dua jenis antibiotika yang dapat digunakan untuk menangani antraks adalah siprofliokasin dan doksisiklin. Antibiotika ini dapat diberikan kepada hewan maupun manusia yang sudah terjangkit antraks sampai 7 hari dan bahkan 60 hari.
Dia menambahkan, orang yang berpotensi terpapar dengan spora antraks dan belum ada gejala dapat diberikan pengobatan pencegahan (prophylactic treatment).
Vaksinasi Antraks
Tjandra mengatakan, kini tersedia vaksin antraks dalam bentuk Anthrax Vaccine Adsorbed (AVA). Vaksin ini memang bukan untuk masyarakat luas, namun bisa diberikan kepada mereka yang berisiko tinggi terhadap antraks.
Bagi orang yang berisiko tinggi terpapar antraks, mereka bisa mendapatkan lima suntikan vaksin ke dalam otot (intramuscular) dalam kurun waktu 18 bulan, dan juga mendapat booster vaksin. Sementara bagi mereka yang diduga sudah terpapar atau dikenal sebagai post-event emergency use, vaksin diberikan tiga kali dalam waktu empat minggu. "Ditambah dengan pemberian antibiotika selama 60 hari," sambung Tjandra.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Imran Pambudi mengatakan, antraks merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri bacillus antrachis. Antraks umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, hingga domba. Namun, bakteri tersebut juga bisa melompat ke manusia. “Bakteri penyebab antraks apabila kontak dengan udara akan membentuk spora yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia tertentu dan dapat bertahan selama puluhan tahun di dalam tanah,” jelas Imran dalam konferensi pers virtual melalui YouTube Kemenkes RI, Kamis (6/7).Direktur Kesehatan Hewan, Nuryani Zainuddin mengungkapkan ada sejumlah gejala klinis antraks. Di antaranya demam tinggi pada hewan infeksi, hewan ternak mengalami gelisah, kesulitan bernapas, kejang, rebah, mati mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis, dan terjadi pendarahan pada lubang kumlah.
“Sapi yang mati akibat penyakit ini perlu dibakar atau dikubur untuk mencegah penularan. Tidak boleh dibedah atau dilukai,” ujar Nuryani.
Menurut Aryani, antraks sebetulnya bisa dicegah dengan berbagai cara. Misalnya melakukan vaksinasi pada area endemik. Kemudian mengontrol lalu lintas hingga tindakan disposal pada hewan infeksi. Selain itu, perlu peningkatan kepedulian masyarakat terhadap antraks, memperkuat surveilans pada area endemik dan terancam. Selanjutnya, deteksi dini, investigasi lapang, dan pengobatan yang tepat. Terakhir, kolaborasi lintas sektoral memberantas antraks.