Prabowo-Gibran Diminta Bentuk Kementerian Khusus Haji, Mengurai Permasalahan Umat
Kementerian Khusus Haji diyakini mampu menjawab permasalahan yang selama ini terjadi tiap musim haji
DPR mengesahkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Penyelenggaraan Ibadah Haji. Hal ini buntut Keputusan Menteri 118/2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemenuhan Kuota Haji Khusus dianggap melanggar UU No. 8 / 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh, pasal 64 ayat 2 bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 %.
Selain dugaan pelanggaran ini, Pansus juga akan mengevaluasi sejumlah persoalan seperti pemondokan, catering, transportasi darat, dan kelayakan tenda di Arofah dan lain-lain.
Menanggapi hal ini, Mantan Anggota DPR, Malik Haramain menilai, sebetulnya ada persoalan penting lain yang bersifat jangka panjang. Antara lain; pertama, manajemen pengelolaan fasilitas haji.
Menurut dia, perlu terobosan dalam mengelola fasilitas haji, terutama sewa pemondokan haji. Pemondokan itu bisa disewa dalam jangka panjang (long therm) misal 10 tahun.
“Kelebihan dari sewa long therm bisa mengatasi problem fluktuasi harga pemondokan (karena inflasi),” terang Malik.
Kedua, lanjut dia, mengurangi antrean haji. Pemerintah harus bekerja keras mengurangi antrean haji. Pemerintah RI harus terus meloby Kerajaan Saudi Arabia (KSA) untuk penambahan kuota tambahan.
Selama ini, tutur Malik, kuota tambahan (ekstra quota) berkisar 15 - 20 ribu. Tambahan kuota ini belum secara signifikan mengurangi antrean haji Indonesia yang lamanya 40 - 43 tahun.
“Selama ini jumlah pendaftar haji tidak sebanding dengan pemberangkatan haji. Pelarangan bagi bank-bank HIMBARA (Himpunan Bank Milik Negara) untuk memberi dana talangan bagi calon jama'ah haji tetap dilakukan. Kebijakan melarang orang naik haji setiap tahun tetap harus diberlakukan,” tegas Malik.
Tujuan Kementerian Khusus Haji
Ketiga, mempercepat pemberangkatan jama’ah Lansia. Jama’ah Lansia paling dirugikan dalam masa tunggu pemberangkatan haji. Malik cerita, tahun 2017 Komisi VIII DPR berhasil mendesak Kemenag RI untuk menambah kuota Lansia menjadi 20% dari total kuota reguler.
“Dengan semakin bertambahnya komposisi Lansia, pemerintah perlu menaikan (sekali lagi) kuota untuk Lansia,” ujar Malik.
Malik menilai, sudah saatnya Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka membentuk Kementerian baru atau Badan Khusus untuk mengelola haji dan umroh.
Kata malik, Kementerian atau Badan Khusus ini setidaknya memiliki 3 Tupoksi. Pertama, mengelola dana pendaftaran haji. Saat ini dana haji dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Dana ini dikelola secara profesional pada instrumen syariah yang aman dan likuid serta dilaporkan kepada DPR RI dan Presiden.
Mengutip laporan BPKH, saldo dana haji yang dikelola BPKH pada tahun 2019 sebesar Rp124,3 Triliun, tahun 2020 sebesar Rp144,9 Triliun, tahun 2021 sebesar Rp158.8 Triliun, tahun 2022 sebesar Rp166,5 Triliun dan tahun 2023 sebesar Rp166.7 Triliun.
“Kedua, mengelola secara teknis penyelenggaraan haji mulai pendaftaran, pendataan, pembinaan, pemberangkatan, pelaksanaan haji sampai kepulangan jama’ah haji,” terang Malik.
Kementerian Khusus Haji ini juga, tutur Malik, melakukan pelayanan dan mepersiapkan kebutuhan haji mulai penyiapan faisilitas pemondokan, konsumsi, transportasi udara dan darat, pelayanan di Armuzna (Arofah, Mudzalifah dan Mina) dan sebagainya.
Ketiga, mengelola pelaksanaan ibadah umroh. Meski penyelenggaran ibadah umroh tidak serumit ibadah haji, namun jumlah jama’ah umroh dari tahun ke tahun terus meningkat.
“Diperkirakan jama'ah umroh dari Indonesia 900 ribu hingga 1 juta orang setiap tahun,” jelas Malik.
Apa Tugas Kementerian Agama?
Malik menambahkan, selama ini penyelenggaran umroh cenderung bebas (pasar) dan sangat minim keterlibatan pemerintah. Melalui Kementerian baru atau Badan Khusus, pemerintah perlu terlibat, terutama dalam memanfaatkan pemondokan-pemondokan yang disewa pemerintah.
“Perlu regulasi yang spesifik terkait pengelolaan umroh,” terang Malik.
Selanjutnya, Malik mengatakan, setelah ada kementerian khusus haji, Kemenag RI bisa fokus mengelola lembaga-lembaga pendidikan agama dan membina umat.
Sebagai informasi lembaga-lembaga pendidikan di bawah naungan Kemenag RI meliputi : PTAI sebanyak 644 lembaga (55 PTAI negeri), Pondok Pesantren sebanyak 39.167 unit, MA sebanyak 9.827 (91 % swasta), MTs sebanyak 19.150 (92 % swasta), MI sebanyak 26.503 (93 % swasta), belum termasuk RA yang jumlahnya ribuan.
Sementara, jumlah guru pada lembaga keagamaan ini sangat besar : RA sebanyak 120.089 guru, MI sebanyak 294.380 guru, MTs sebanyak 298.451 guru, MA sebanyak 161.765 guru.
“Kalau dijumlah maka ada 874.685 guru yang terdata. Jumlah ini belum termasuk dosen dosen di PTAI,” tambah Malik.
Postur APBN Kemenag RI lebih terkonsentrasi pada pendidikan. Menurut catatan APBN Kemenag RI tahun 2024 sebesar Rp74 Triliun. Alokasi untuk biaya pendidikan Rp62 Triliun (84 %).
Peruntukan fungsi keagamaan Rp11 Triliun (15 %). Sementara alokasi untuk penyelenggaran ibadah haji di Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh [PHU] Rp1,5 Triliun. Dari postur APBN ini, Kemenag RI lebih strategis mengelola pendidikan keagamaan dan pembinaan umat.
“Kita berharap, Pansus menghasilkan rekomendasi terobosan, terutama berkaitan dengan usulan perlunya Kementerian atau Badan Khusus yang menangani penyelenggaraan haji dan umroh,” tutup Malik.