Rekam Jejak Erupsi Gunung Marapi Sumbar, Tercatat Sejak 1807 hingga 2011 Berstatus Waspada
Terkait akankah ada erupsi susulan yang lebih besar, PVMBG tidak bisa memprediksi.
Erupsi Gunung Marapi tergolong erupsi freatik
Rekam Jejak Erupsi Gunung Marapi Sumbar, Tercatat Sejak 1807 hingga 2011 Berstatus Waspada
Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat erupsi Gunung Marapi, Sumatera Barat (Sumbar) terjadi sejak 1807 silam.
Kepala PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM, Hendra Gunawan menjelaskan, sejarah erupsi Gunung Marapi tercatat sejak 1807. Pada 1807 itu hingga 1822 terjadi kepulan asap hitam kelabu, disusul leleran lava disertai sinar api merah tua dalam waktu seperempat jam. Setelah itu terjadi asap dan awan debu selama setengah hari dan juga teramati sinar api terus-menerus sampai keesokan harinya dengan kerusakan yang diakibatkannya kecil.
Hendra merinci, erupsi selanjutnya terjadi pada Juli 1985 di kawah Tuo serta di Kawah Verbeek dengan tinggi asap 250 meter diatas puncak selama 30 hari.
Selanjutnya, pada 15-27 Januari 1987 dengan letusan eksplosiv disertai suara gemuruh dan lontaran material pijar dari Kawah Verbeek. Kemudian 27-28 Maret 1987 terjadi letusan abu disertai suara ledakan. Selanjutnya 25-30 Mei 1987 serentetan letusan eksplosif terjadi di kawah Verbeek.
Kemudian pada 1-15 Juni 1987 tercatat lebih dari 20 kali letusan dari kawah Verbeek, suara letusan terdengar sampai ke Batu Palano, Kecamatan Sunggai Pua Kabupaten Agam. Pada 18 September 1987 terjadi serentetan letusan di kawah Verbeek.
Kemudian, kata Hendra, pada 1988-1990 Gunung Marapi masih terus bergejolak dengan rentetan letusan eksplosif kadang disertai suara gemuruh dan sinar bara api terjadi secara sporadis sepanjang tahun dengan pusat letusan masih di kawah utama atau populer dengan sebutan kawah Verbeek.
Letusan itu memiliki ketinggian asap antara 400-2000 meter dengan warna hitam tebal berbentuk cendawan, hujan abu menyebar hingga 6-10 kilometer dari pusat kegiatan.
Selanjutnya hingga tahun 2010, teramati sejumlah letusan kecil dengan ketinggian asap antara 200-1500 meter.
Kemudian Pada 3 Agustus 2011 terjadi letusan eksplosif yang disertai suara gemuruh terdengar dari kawah dengan ketinggian asap mencapai 1000 meter yang menyebabkan hujan abu dengan ketebalan kurang dari 1 milimeter.
"Sejak terjadinya letusan pada 2011 itu status Marapi naik dari Normal level I menjadi Waspada level II hingga sekarang. Status level II ini terus kita sampaikan kepada semua stake holder terkait," tuturnya dikonfirmasi merdeka.com melalui sambungan telepon, Minggu, (10/12/2023).
Kemudian, pada 26 September 2012 letusan besar disertai keluarnya asap warna kelabu tebal dengan ketinggian lebih kurang 1500 meter.
Selanjutnya pada 2014, tercatat letusan sebanyak 18 kali letusan dengan warna asap kelabu dengan ketinggian 100-700 meter.
Hendra melanjutkan, erupsi kembali terjadi pada Minggu 4 Juni 2017 dengan letusan sebanyak 6 kali pada kawah Verbeek. Tinggi asap pada saa itu mencapai 700 meter yang menyebabkan hujan abu jatuh di Tanah Datar dengan ketebalan kurang dari 1 milimeter.
Kemudian pada Tanggal 2 Mei 2018 pukul 07:03 WIB kembali terjadi erupsi dengan ketinggian kolom 4000 meter dari puncak dengan warna asap kelabu tebal, tekanan kuat, dan arah angin saat terjadi letusan kearah Tenggara.
Waspada Bahaya Lahar Bila Turun Hujan
Gunung Marapi kembali erupsi pada Minggu, (03/12/2023) pukul 14.54 WIB. Erupsi tersebut semburkan abu vulkanik setinggi 3. 000 meter.
Ia juga menghimbau kepada masyarakat yang bermukim disekitar Gunung Marapi untuk tetap waspada apabila suatu waktu terjadi lahar.
"Kepada masyarakat yang tinggal tidak jauh dari bantaran sungai yang hulunya dari Gunung Marapi ketika terjadi hujan harus tetap waspada," katanya.
Ia mengatakan, erupsi Gunung Marapi tergolong erupsi freatik, erupsi itu terjadi karena pemanasan dari magma yang belum mencapai kepermukaan.
Lanjutnya pemanasan air bawah tanah tersebut meretakhan batuan-batuan dan akhirnya tekananya lepas hingga terjadilah erupsi freatik.
"Magmanya belum keluar dan ada proses yang kecil sekali sehingga sulit terdeteksi," lanjut dia.
Ia mengatakan, jenis erupsi disetiap gunung api berbeda-beda. Bila magma belum sampai kepada permukaan maka itu tergolong erupsi freatik.
Terkait akankah ada erupsi susulan yang lebih besar, Hendra tidak bisa memprediksi akan hal itu
"Sampai saat ini tidak ada yang bisa memprediksi kapan tanggal, bulan serta tahun erupsi itu terjadi, tidak ada yang tau. Yang bisa kita pegang itu data yang ada saat ini. Saat ini erupsinya sudah mulai menurun dan juga harus dilakukan mitigasi kebencanaan," lanjut dia.
Ia mengatakan, Gunungapi dengan status Waspada level II dilarang bagi masyarakat untuk mendekati kawah dengan radius 3km dari puncak dengan tujuan pada saat terjadi erupsi mereka mempunyai waktu atau jarak untuk menghindar.
"Apabila mengikuti rekomendasi 3 km ketika terjadi erupsi masyarakat bisa untuk berlari menyelamatkan diri," ujarnya.