Rieke Diah Pitaloka Jadikan PPNSB 1958-1969 sebagai Memori Kolektif Bangsa
Dia meyakini, Rieke sangat memahami makna penting dan strategis dokumen tersebut dalam menunjukkan runutan proses perencanaan pembangunan nasional bangsa.
Bappenas harap keseluruhan memori dalam PPNSB bisa menjadi energi positif.
Rieke Diah Pitaloka Jadikan PPNSB 1958-1969 sebagai Memori Kolektif Bangsa
Sekretaris Kementerian (Sesmen) PPN/Sekretaris Utama Bappenas, Teni Widuriyanti menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada Duta Arsip Nasional Dr Rieke Diah Pitaloka, karena telah mendorong Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PPNSB) 1958-1969, sebagai memori koletif bangsa.
Dia berharap, keseluruhan memori dalam PPNSB bisa menjadi energi positif dan membawa bangsa Indonesia kembali pada amanah konstitusi, dalam memperjuangkan kebijakan pembangunan di segala bidang.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rieke Diah Pitaloka, sebagai pihak yang telah mendorong komitmen kita dalam melestarikan Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1958-1969, melalui program yang dilaksanakan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), yakni Memori Kolektif Bangsa, (MKB)," kata Teni di Gedung ANRI, Jakarta, Kamis (21/12).
Dia meyakini, Rieke sangat memahami makna penting dan strategis dokumen tersebut dalam menunjukkan runutan proses perencanaan pembangunan nasional bangsa Indonesia.
Menurut dia, dokumen yang tersimpan di perpustakaan pribadi Rieke, yaituTAP MPRS RI Nomor II Tahun 1960 beserta Lampiran Djilid I, II, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIV dan XVI, memiliki kesinambungan dengan dokumen yang diarsipkan di perpustakaan Kementerian PPN/Bappenas, yakni Rancangan Dasar Undang-Undang Pembangunan Nasional Semesta Berencana.
Dalam kesempatan itu, Teni juga mengapresiasi keputusan ANRI menetapkan Arsip Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan PPNSB 1958-1969 sebagai Memori Kolektif Bangsa Tahun 2023. Menurut dia, penetapan yang dilakukan bertepatan dengan Hari Ibu 22 Desember 2023 akan menjadi bagian penting dalam sejarah bangsa Indonesia.
"Saya ingin mengucapkan selamat Hari Ibu 2023 yang akan kita peringati besok, tanggal 22 Desember 2023. Dengan Ibu yang kuat dan tangguh, akan dihasilkan generasi bermental baja yang menentukan masa depan bangsa yang kita cintai ini," ucap dia.
Lebih lanjut, dia berharap, penominasian dan penetapan Arsip Depernas dan PPNSB 1958-1969 sebagai Memori Kolektif Bangsa dapat menjadi praktik baik dan inspirasi bagi kementerian/lembaga dalam melestarikan arsip-arsip institusional sebagai aset pengetahuan, serta sumber penguatan dan pengembangan kapasitas institusi.
"Menyongsong Hari Ibu Tahun 2023, saya perlu menyampaikan, Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana juga mengamanatkan pembangunan pedesaan yang demokratis, menjamin hak yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk memimpin daerah, mendapatkan kesempatan kerja untuk mengangkat roda perekonomian secara makro, hingga meraih jaminan sosial. Perempuan merupakan bagian penting dalam membangun dan memperkuat identitas nasional, serta memainkan peran signifikan dalam Memori Kolektif Bangsa," tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Duta Arsip Nasional, Dr Rieke Diah Pitaloka menyerukan, penetapan arsip Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PPNSB) sebagai memori kolektif bangsa, bertepatan dengan momentum Hari Ibu 22 Desember 2023.
Menurut dia, momentum Hari Ibu merupakan titik balik untuk mengingat tanggal 22 Desember 1928 sebagai Kongres Perempuan Pertama, dan pelibatan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan.
"Dari arsip Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana, kita memiliki memori, perempuan terlibat aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Dan mengisi kemerdekaan melalui pembangunan di segala bidang," kata Rieke saat memberikan sambutan peringatan Hari Ibu di Gedung ANRI Jakarta, Kamis (21/12).
Dalam pidato bertajuk 'Perempuan dan Stategi Pembangunan' itu, dia berharap, keseluruhan memori dalam PPNSB dapat menjadi energi positif bagi perjalanan bangsa, dan membawa bangsa Indonesia kembali pada amanah konstitusi dalam memperjuangkan kebijakan pembangunan di segala bidang.
"Perempuan tak boleh hidup dalam penjara domestik. Keterlibatan perempuan tak lagi soal angka kuantitatif, tapi sebagai subyek dalam berbagai aspek keputusan di arena publik dan politik," tegas Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan.