Sengketa Tahan Ulayat di Balik Penyitaan Ribuan Kubik Kayu di Hutan Mentawai
Plisi menemukan bahwa ada perseteruan tanah ulayat antara Kaum Saogo dan Kaum Sakerebeu.
Kayu tersebut ditebang perusahaan yang lokasi penebangan diklaim masyarakat telah memasuki tanah ulayat Kaum Saogo.
Sengketa Tahan Ulayat di Balik Penyitaan Ribuan Kubik Kayu di Hutan Mentawai
Sekitar 3.000 kubik kayu ditahan masyarakat di DesaTuapejat, Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar). Kayu-kayu tersebut ditebang perusahaan PT BRN yang lokasi penebangan diklaim masyarakat telah memasuki tanah ulayat Kaum Saogo.
Perwakilan Kaum Saogo, Wirayom Friedholan Pakulak Saogo mengatakan, sebelum 3.000 kubik kayu tersebut ditahan, Kaum Saogo telah melakukan komunikasi secara baik-baik dengan pihak perusahaan untuk menghentikan sementara kegiatan pengambilan kayu di tanah ulayat.
Wirayom melanjutkan, Kaum Saogo juga pernah mengajak pihak perusahaan untuk melihat langsung kejadian di lapangan, tetapi hal itu tidak diindahkan.
Wirayom menyebut, respons perusahaan hanya mengatakan tidak tahu menahu tentang permasalahan tanah ulayat tersebut. Perusahaan juga menyebut sudah mendapatkan izin yang legal. "Kami sudah memberi tahu kepada pihak perusahaan secara lisan dan tertulis tetapi tidak indahkan, akhirnya kita menahan 3.000 kubik kayu tersebut. Kami juga membuat laporan kepada polisi karena kayu yang ditebang itu di atas tanah ulayat kami," kata Wirayom dikonfirmasi merdeka.com, Kamis (13/7).
Wirayom menambahkan berkemungkinan besar penebangan kayu sudah masuk hutan produksi, tanah ulayat Kaum Saogo itu sekitar 450 hektare. "Dari sekitar 450 hektare itu sekitar 150 hektare sudah dikelola perusahan yang bersangkutan dan mereka menebang kayu-kayu besar di sana, pohon yang ditebang sebagian besarnya adalah pohon maranti," ujar dia. Dia mengatakan, selaku penduduk asli mendukung investasi apapun di tanah Mentawai, tetapi investasi itu jangan sampai dibenturkan hal lain. "Ini tanah ulayat kami, tetapi surat izinnya keluar," kata dia. Dia berharap ke depan para pelaku investasi di Kepulauan Mentawai melihat dengan mengantisipasi permasalahan sebelum melakukan penebangan tersebut.Sementara itu, polisi membenarkan menerima laporan dari perwakilan masyarakat Kaum Saogo yang masuk pada 8 Juli 2023.
"Dalam laporan itu, Kaum Saogo mengklaim perusahan yang bersangkutan telah mengambil hasil di atas atas ulayat milik mereka tanpa sepengetahuan mereka," kata Kasat Reskrim Polres Kepulauan Mentawai, AKP Hardi Yasmar saat dihubungi merdeka.com, Kamis (13/7).
Berdasarkan laporan itu, polisi mengklarifikasi dan menyambangi lokasi dengan membawa petugas kehutanan, camat setempat untuk mengecek langsung tempat dimaksud pelapor. Kemudian berdasarkan penemuan di lapangan, aktivitas PT BRN tersebut sudah mengantongi izin dari Dinas Kehutanan. "Perusahan tersebut tidak ilegal, PT BRN tersebut memiliki izin yang dikeluarkan Dinas Kehutanan. Izin PT BRN tersebut masih berlaku sampai sekarang. Itu temuan kita di lapangan," kata dia.
Setelah memeriksa para saksi, polisi menemukan bahwa ada perseteruan tanah ulayat antara Kaum Saogo dan Kaum Sakerebeu.
Kaum Saogo ini adalah orang yang sebelumnya diberi mandat Kaum Sakerebeu untuk mengurus tanah tersebut.
"Laporan masyarakat ini tetap kami proses. Berdasarkan saksi-saki yang kami periksa, kami melihat ini merupakan perseteruan di antara kaum," kata dia. Kontributor Padang: Lisa Septri Melina