Tanah yang dipakai tambang liar di Pakem, Sleman disewa Rp 500 juta per 2.000 meter
Merdeka.com - Maraknya pertambangan liar di kawasan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, DIY ternyata tak lepas dari godaan nilai nominal yang menggiurkan bagi masyarakat. Pertambangan liar di kawasan Pakem ini dilakukan dengan cara membeli atau menyewa tanah lalu digali dan diambil pasir dan batunya.
Menurut salah seorang tokoh masyarakat, Heri Indiantara (50), penambangan biasa dilakukan dengan menyewa atau membeli tanah warga. Tanah yang dibeli hanya untuk diambil pasir dan batunya. Sedangkan kepemilikan tanah tetap menjadi kepunyaan warga.
"Biasanya tanah dijual per 2000 meter dengan kedalaman 7 meter seharga Rp 500 juta. Dengan nominal segitu ya warga tergiur. Apalagi tanah tetap jadi milik warga sedangkan pasir dan batu diambil oleh pembeli," terang Heri, Rabu (6/9).
-
Siapa pemilik tambang ilegal? 'Tersangka sudah kami amankan setelah buron, dia adalah pemilik tambang batubara ilegal yang kami buru,' ungkap Dirreskrimsus Polda Sumsel Kombes Pol Bagus Suropratomo Oktobrianto, Senin (21/10).
-
Bagaimana cara penambangan ilegal? Tersangka melakukan aktivitas penambangan tanpa izin di wilayah hak guna usaha PT BSP dan izin usaha pertambangan (IUP) PT BA selama lima tahun terakhir, tepatnya mulai 2019.
-
Bagaimana cara warga Kampung Stabelan memanfaatkan lahan di sekitar Merapi? Pak Suwandi, salah seorang warga Desa Stabelan, menerangkan kalau aktivitas sehari-hari warga adalah pertanian. Terlihat di sepanjang jalan warga bersiap menuju ke ladang.
-
Apa yang dilakukan penambang timah ilegal? Agung menjelaskan penambangan timah ilegal berkelompok di wilayah IUP PT Timah terjadi secara masif pada tahun 2020.
-
Siapa yang menjual sebagian lahan rumah? Sebagai hasilnya, keduanya sepakat untuk memecah lahan yang mereka miliki dan menjual lebih dari sebagian lahan tersebut kepada keluarga yang sekarang menjadi tetangga.
-
Bagaimana aktivitas penambangan tanah di Gunung Gedang? Tampak dalam sebuah video yang dibagikan pemilik kanal YouTube RaraTV, tampak deretan truk muatan dan ekskavator memadati kawasan bukit Gunung Gedang. Bukit itu telah tandus sepenuhnya. Tak ada lagi vegetasi yang tumbuh di sana.
Heri menguraikan jika praktek penambangan liar dengan cara menyewa tanah ini sudah mulai dilakukan pada tahun 2006 yang lalu. Namun praktek ini sempat berhenti di tahun 2010 karena erupsi Gunung Merapi. Paska erupsi para penambang menambang di sekitar sungai yang dipenuhi pasir dari erupsi Gunung Merapi. Pertambangan dengan model menyewa tanah ini kembali dilakukan di tahun 2016 setelah pasir di sungai mulai menipis.
"Dulu menambang pakai backhoe. Tetapi sekarang menambangnya manual. Meskipun manual tapi kecepatannya tinggi sehingga merusak lingkungan. Lihat saja bekas galiannya saat ini sampai 10 meter kedalamannya," jelas Heri.
Heri menjabarkan jika kawasan Pakem merupakan daerah resapan air. Jika penambangan pasir liar terus dilakukan dikhawatirkan berdampak pada ketersediaan air di wilayah bawah Pakem.
"Ini daerah resapan. Dampaknya bisa sampai bawah (Kota Yogyakarta dan sekitarnya). Saat ini memang belum terjadi tapi jika pertambangan liar terus dilakukan lama kelamaan akan berdampak," ungkap Heri.
Heri menuturkan kawasan yang saat ini ditambang akan sulit untuk diperbaiki. Reklamasi pun mustahil dilakukan karena tak ada pihak yang mau bertanggung jawab.
Pertambangan liar, kata Heri, melibatkan para warga yang diantara merupakan pemilik tanah yang disewa. Mereka, lanjut Heri, selalu beralasan masalah perut untuk menutupi pertambangan liar yang dilakukan.
"Saya tidak percaya ini masalah perut. Bayangkan mereka (pemilik lahan) punya tanah seluas 2000 meter. Tadinya mereka berprofesi sebagai peternak sapi perah dan menggunakan tanah itu untuk menanam makanan ternak. Tetapi setelah tahu jika laku dijual pasirnya, mereka akhirnya melepaskannya. Nilai uangnya menggiurkan," ulas Heri.
Heri menambahkan jika pola pikir praktis, etos kerja yang buruk, dan keinginan kaya secara instan yang membuat pemilik lahan akhirnya mau merelakan tanahnya untuk digali dan diambil pasir maupun batunya.
"Dulunya juga mereka tidak kelaparan. Mereka bekerja menjadi peternak sapi. Kemudian tanah yang saat ini ditambang juga turut ditanami. Kenapa saat ini malah dijual. Sehingga dampaknya lingkungan menjadi rusak," tegas Heri.
Menanggapi pertambangan liar di Pakem, Bupati Sleman, Sri Purnomo mengatakan akan melakukan penertiban. Sri Purnomo juga akan menghentikan pertambangan liar yang merusak lingkungan tersebut.
"Akan kita tertibkan dan hentikan. Kita akan ajak tokoh masyarakat memberikan pemahaman. Jika tetap dilakukan akan kita tangkap dan ajukan ke pengadilan. Penambangan liar ini merusak lingkungan dan ekosistem," tutup Sri Purnomo. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
4.000 hektare lingkungan yang rusak di Kabupaten Merangin akibat PETI.
Baca SelengkapnyaNama Mukti Juharsa mencuat dalam sidang lanjutan kasus korupsi timah dengan terdakwa Haervey Moeis.
Baca SelengkapnyaHasil kerja sama itu pun membuat aktivitas penambangan makin masif hingga akhirnya membuat negara rugi hingga Rp300 triliun.
Baca SelengkapnyaSaksi mengatakan PT RBT membina penambang rakyat dan membayar ke penambang atau kolektor bijih timah tersebut.
Baca SelengkapnyaSaksi yang hadir dalam persidangan pada Kamis, 12 September 2024 antara lain warga Keposang Toboali Kabupaten Bangka Selatan Suyatno alias Asui selaku pengepul
Baca SelengkapnyaAtas transaksi tersebut, penyidik Kejati Jatim pun menemukan beberapa indikasi penyimpangan.
Baca SelengkapnyaMeski sudah ditertibkan oleh para APH, Agung menuturkan para penambang ilegal tetap kembali datang
Baca Selengkapnya