Blak-blakan Pegawai PT RBT di Sidang Harvey Moeis, Klaim Bantu Produksi PT Timah dan Penambang Rakyat
Saksi mengatakan PT RBT membina penambang rakyat dan membayar ke penambang atau kolektor bijih timah tersebut.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat kembali melanjutkan persidangan kasus dugaan korupsi PT Timah dengan terdakwa Harvey Moeis pada Kamis 12 September 2024. Salah satu saksi dihadirkan adalah Staf General Affair PT Refined Bangka Tin (PT RBT) Adam Marcos.
Kepada majelis hakim, Adam mengaku diminta Suparta selaku Direktur Utama PT RBT periode 2018 membantu meningkatkan produksi PT Timah, dengan membina penambang rakyat dan membayar ke penambang atau kolektor bijih timah tersebut.
"Semua pasir (pasir timah) yang dikumpulkan digunakan hanya untuk kepentingan PT Timah," tutur Adam dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Proses Produksi Timah
Menurut Adam, kala itu, ada imbauan dari mantan Kapolda Bangka Belitung untuk meningkatkan produksi PT Timah, dan mesti menghubungi pihak PT Timah terkait peningkatan produksi.
Akhirnya, Adam mengaku bertemu dengan pihak PT Timah yang dalam hal ini Kanit Darat, untuk kemudian diajak ke IUP PT Timah dan berkeliling melihat bekas tambang.
Adam pun diminta pihak PT Timah untuk mengumpulkan pasir hasil penambangan rakyat. Namun, masyarakat menolak lantaran hanya mau pembayaran tunai.
"Tetapi PT Timah tidak bisa kasih cash," jelas Adam.
Sebagai upaya membujuk kesediaan masyarakat yang menguasai pasir timah hasil pertambangan dari IUP PT Timah, pihak PT RBT menjembatani dengan membayarkan pasir tersebut secara tunai.
"Pasir timah dikirim ke PT Timah untuk memenuhi imbauan dari eks Kapolda Bangka Belitung untuk membantu PT Timah, dan PT RBT menalangi kekurangan atau masalah cash PT Timah," ujar Adam.
Pengumpulan Pasir dari Masyarakat
Dalam perjalanannya, Adam melanjutkan, pengumpulan pasir timah dari penambang rakyat tersebut sempat terhenti, sebab ada perbedaan kadar timah yang dinilai bisa menimbulkan kerugian.
Aktivitas pengumpulan pasir timah itu kemudian dilanjutkan kembali setelah melakukan evaluasi dan dilakukan dengan metode berbeda dengan sebelumnya.
Dari sana, muncul kebijakan agar kerja sama dengan penambang rakyat dilakukan lewat badan hukum berbentuk CV dengan pola kemitraan. CV itu didirikan oleh masyarakat pemilik lahan yang berada di wilayah IUP PT Timah.
"PT Timah hanya dapat melakukan pembayaran kepada badan hukum seperti CV BKM, sedangkan perseorangan sulit untuk dilakukan karena jumlah yang terlalu banyak," beber Adam.
Pasir timah yang bisa dijembatani pembeliannya oleh PT RBT sendiri tidak sembarangan. Ada kriteria khusus, di mana PT Timah menunjuk langsung lokasi-lokasi yang pasir timahnya bisa dibeli.
Pasir timah yang dikumpulkan dari masyarakat penambang rakyat kemudian dikumpulkan di gudang PT Timah yang berada di area milik PT RBT.
"PT Timah yang menunjuk lokasi-lokasi penambangan, kolektor mendapatkan pasir di IUP PT Timah yang kemudian dikirim ke Gudang PT Timah di PT RBT," kata Adam.
Dia menegaskan bahwa seluruh aktivitas tambang berada dalam pengawasan PT Timah. Gudang Biji Timah (GBT) dari IUP PT Timah untuk pelogaman di RBT pun terpisah dengan GBT dari IUP PT RBT.
"Tidak ada pasir timah yang dikirim ke gudang PT RBT digunakan untuk keperluan pribadi PT RBT," Adam menandaskan.