Viral Siswa Laporkan Dugaan Pungli di SMAN 2 Cibitung ke WA Lapor Mas Wapres Gibran, Sekolah Buka Suara
Viral kabar SMAN 2 Cibitung Kabupaten Bekasi diduga melakukan pungutan liar (Pungli) terhadap siswanya.
Viral kabar SMAN 2 Cibitung Kabupaten Bekasi diduga melakukan pungutan liar (Pungli) terhadap siswanya. Besaran pungli yang yang dilakukan hingga Rp2,5 juta per siswa.
Dugaan pungli di SMAN 2 Cibitung itu diunggah oleh akun @brorondm. Dalam postingannya, siswa yang diduga menjadi korban pungli sekolah tersebut juga mengatakan sempat melaporkan dugaan pungli ke nomor WhatsApp (WA) layanan Lapor Mas Wapres.
Namun menurut siswa yang namanya dirahasiakan itu, nomor layanan yang digagas oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tersebut tidak aktif.
"Dah sempat lapor, Mas Gibran kan ngadain lapor mas wapres saya coba lapor ternyata nomernya dah off," kata siswa yang diduga jadi korban pungli saat mengadu dan diposting di akun @brorondm.
Dalam postingan akun tersebut, siswa itu menjelaskan kronologi dugaan pungli di sekolahnya. Dia menceritakan awalnya orang tua siswa mendapat undangan dan diminta hadir ke sekolah.
Dalam undangan tersebut, para orang tua siswa diminta hadir untuk bersosialisasi. Namun sesampainya di sekolah, orang tua siswa diminta menulis nominal uang yang akan dikasih ke sekolah.
"Saya selaku siswa merasa dirugikan, padahal ini negeri, mana mungkin uang tanah pagar serta bangunan lain menggunakan uang siswa, tolong ditindak pak," ucap siswa tersebut dalam postingan @brorondm.
Siswa yang belum diketahui identitasnya itu juga mengirimkan bukti undangan sekolah untuk orang tua siswa, dan foto kuitansi pembayaran yang tertulis 'sumbangan tanah urug' sebesar Rp500 ribu. Bukti-bukti itu juga diposting di akun tersebut.
"Itu undangan sosialisasi ternyata ngejebak orang tua buat nulis nominal, minimal banget 1 juta, dari tahun kemarin seperti itu pak, beda-beda alasannya, tahun kemarin uang pagar, sekarang uang urug tanah, namun pagar tak dibangun, tanah pun tidak diurug," kata siswa tersebut.
Melalui akun tersebut, sang siswa juga mengatakan ada konsekuensi yang diterima jika tidak membayar uang seperti yang diminta pihak sekolah.
"Masalahnya kalo gabayar enggak dikasih kertas ulangan bang, gimana mau maju Indonesia Emas," ucap sang siswa seperti yang diposting akun tersebut.
Pemilik akun @brorondm yang merupakan kader PSI yakni Ronald A Sinaga mengapresiasi keberanian siswa tersebut untuk mengungkap dugaan pungli di sekolahnya.
Penjelasan SMAN 2 Cibitung
Sementara Humas SMAN 2 Cibitung Nana membantah adanya pungli di sekolah. Menurutnya, sumbangan berupa uang dari orang tua siswa bersifat sukarela.
"Saya rasa kalau untuk pungli enggak ada ya, tidak ada, sekarang punglinya di mana? Itu sumbangan, sukarela, tinggal terserah orang tua mau nyumbangnya berapa, bahkan ada yang tidak nyumbang, karena ekonomi di sini nih, kalau untuk wilayah sini ya kelas menengah ke bawah," katanya.
Menurut Nana, munculnya dugaan pungli di sekolah kemudian viral di media sosial disebabkan salah pemahaman. Dia juga mengira ada siswa yang salah menyampaikan informasi kepada orang tua terkait konsekuensi jika tidak ikut memberi sumbangan.
"Ya kita memahami itu, memaklumi itu, kalau memang tidak ada ya, itu yang namanya sumbangan masak harus kita paksa, kan enggak, monggo terserah saja, ya kalau pun ada yang menyumbang juga, ya enggak maksimal gitu," ucapnya.
"Ya, ini hanya miskomunikasi saja antara orang tua, siswa, dengan pihak sekolah, dengan pihak komite dalam hal ini, juga ada siswa terutama pada saat ujian ini, banyak yang salah menyampaikan kepada orang tuanya bahwa mereka katanya tidak boleh ikut ujian kalau tidak menyumbang, tidak, itu tidak ada, semua ikut ujian dan semua kita bagikan kartu," tambah Nana.
Nana menjelaskan, undangan pertemuan komite sekolah dengan orang tua siswa dilakukan pada September 2024 lalu. Pada pertemuan itu dibuka sumbangan bagi orang tua siswa yang ingin menyumbang uang untuk biaya pengurugan lahan di sekitar sekolah.
"Ya makanya kita lebih condongnya ke pengurugan untuk sumbangan itu, karena kondisi sekolah kita ini awalnya memang tanah sawah ya, tanah sawah dan posisinya juga rendah, dan aliran air dari warga pun terutama kalau hujan itu masuk ke wilayah sini semua, karena memang tadinya kan sawah, buangannya ke sini," katanya.
"Nah setelah ini jadi sekolah, aliran airnya masih tetap ke sini, dan apalagi di belakang ini, di belakang sekolah ini kan sudah dibebaskan untuk perumahan dan perumahan itu sudah mengurug satu meter ada ya, kurang lebih ada satu meter lah, itu sangat tinggi," lanjut Nana.
Sumbangan untuk pengurugan, kata Nana, merupakan inisiatif komite sekolah. Karena pihak sekolah tidak memiliki anggaran untuk mengurug area sekitar sekolah agar tidak tergenang air saat hujan.
"Karena melihat ketidakmampuan sekolah ya untuk mengurug ini maka berinisiatif lah komite untuk meminta bantuan, karena sebelumnya juga komite sudah mengajukan beberapa permohonan dan dalam bentuk proposal, enggak terealisasi juga, ya mau tidak mau membebankan juga ke orang tua meminta bantuan dengan bentuk sumbangan sukarela yang tidak ada nominalnya lah, tidak dipatok," ungkapnya.