Disdik Jabar Buka Suara Respons Viral di Tiktok Wali Murid Ngeluh Pungli di SMA Cirebon
Hal itu diungkap Ketua DPD PDI Perjuangan Ono Surono.
Beredar di media sosial platform Tiktok seorang wali murid mengeluhkan adanya pungutan liar alias Pungli di salah satu SMA di Cirebon, Jawa Barat, Minggu (27/7).
Hal itu diungkap Ketua DPD PDI Perjuangan Ono Surono.
"Kemarin ada yang kirim sejumlah foto ke chat WA saya. Mungkin foto-foto itu menunjukkan informasi ada pertemuan antara komite sekolah atau pihak sekolah dengan orang tua siswa salah satu SMA yang ada di Jawa Barat," kata Ono dalam video tersebut.
Ia mengungkapkan informasi foto yang pertama berisikan kebutuhan partisipasi senilai Rp3.315.500.000 dibagi 349 siswa sehingga hasilnya Rp9.500.000 yang harus dibayar untuk satu siswa.
"Dalam foto itu juga ada informasi biaya tersebut sudah menanggung subsidi silang KIP dan mencakup delapan standar program," kata bakal calon Gubernur Jabar ini.
Ia mengatakan ada juga foto yang menginformasikan rekapitulasi rencana anggaran kelas 10, yang totalnya sama, yakni Rp3.315.500.000.
Foto lainnya berupa bukti transfer yang ditujukan ke nomor rekening BJB atas nama Bend Komite SMA Negeri 1 Cirebon sebesar Rp7.500.530 dengan berita "Sumbangan Komite Sekolah".
"Nah, sehingga tentunya saya ingin mengetahui lebih lanjut ya apakah partisipasi sumbangan ini benar-benar dibenarkan sesuai regulasi yang dibuat oleh Pemprov Jabar Jawa Barat c.q. Dinas Pendidikan Jabar," ujar dia.
Ono Surono juga mengatakan hal ini juga perlu dicek kembali, apakah memang rapat tersebut sudah benar-benar disetujui oleh seluruh orang tua siswa yang hadir maupun yang tidak hadir untuk membayar jumlah partisipasi sumbangan Rp9,5 juta.
Disdik Jabar Buka Suara
Pelaksana Harian Kepala Disdik Jabar Ade Afriandi mengatakan pihaknya sedang mengklarifikasi dan menelusuri informasi tentang adanya praktik pungutan liar di salah satu SMA di Kota Cirebon.
"Klarifikasi telah dilakukan oleh Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah 10 bersama kepala sekolah dan komite sekolah," katanya di Bandung, Selasa (30/7) seperti dikutip Antara.
Saat ini, pihaknya masih menunggu hasil yang dihimpun dari proses klarifikasi.
Selain itu, dirinya juga mengaku telah melihat unggahan di media sosial yang menyebutkan terkait pungutan liar di Cirebon itu dengan disertai bukti transfer uang.
Namun, dia mengatakan tanggal yang tertera pada bukti transfer menunjukkan kejadian yang ada pada 2023.
"Kita tahu dari Tiktok, di postingan itu ternyata transfernya November 2023. Tapi kita konfirmasi dulu, yang disampaikan itu ternyata bukti transfer itu 2023, sekarang kan 2024," ujarnya.
Meski begitu, pihaknya akan terus menelusuri dugaan pungutan liar tersebut. Sebab, hal itu bagian dari upaya pencegahan serta meminta kepada sekolah maupun orang tua untuk tidak terburu-buru melakukan kegiatan di luar kepentingan pembelajaran di sekolah.
"Pemberitaan ini jadi pengingat bagi kita semua di saat PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) selesai, pembelajaran dimulai, biarkan dulu anak-anak adaptasi, jangan dulu didorong oleh sekolah oleh komite orang tua supaya di awal langsung seragam segala macam. Nanti aja bertahap sesuai kemampuan orang tua," katanya.
Terkait dengan sumbangan sekolah dari orang tua, ia menjelaskan, hal tersebut telah diatur dalam peraturan gubernur yang mengamanatkan orang tua berhak memberi sumbangan kepada sekolah sepanjang tidak memberatkan.
"Di dalam pergub itu dibenarkan sepanjang tidak mengikat dan berjangka waktu serta tidak diatur oleh sekolah. Misal, saya orang tua murid, pas masuk ada pertemuan dan ada keinginan dari orang tua. Apa yang bisa kita bantu, kalau itu datang dari orang tua dan disepakati itu gak ada masalah. Tapi kalau dari sekolah minta disumbang itu tidak sesuai," ucap Ade, tanpa menyebut peraturan yang dimaksud.