Fahri Hamzah sebut Setya Novanto orang sakti, tidak perlu dibela
Merdeka.com - Wakil ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, Ketua DPR Setya Novanto yang juga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, tidak perlu dibela. Alasannya, Novanto memiliki kesaktian.
"Siapa yang mau bela Novanto silakan saja. Itu orang sakti juga kok. silakan saja. Enggak perlu dibela orang itu, orang itu sudah tahu cara hidup kok," kata Fahri di komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (14/11).
Dia tak mau opininya dijadikan komoditas politik. Menurutnya, pernyataan-pernyataannya selama ini tidak bertujuan membela Setya Novanto. Sebab, dia sendiri belum tentu bisa menyelamatkan diri jika jeratan kasus.
-
Siapa yang dituduh meminta KPK menghentikan kasus e-KTP Setya Novanto? Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal Jokowi telah meminta dirinya untuk menstop kasus e-KTP dengan terpidana Setya Novanto (Setnov).
-
Kenapa Setya Novanto disebut sebagai korban dalam kasus e-KTP? 'Partai Golkar itu menjadi korban dari e-KTP, jadi saya no comment. Jelas ya, korban e-KTP siapa? (Setnov) ya sudah clear,' pungkasnya.
-
Siapa ketua DPR? Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin sampaikan apresiasi.
-
Apa yang dikatakan Agus Rahardjo tentang Jokowi dan kasus Setya Novanto? Agus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
-
Siapa yang menjadi tersangka kasus korupsi? Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi? Kejaksaan Agung secara resmi mengumumkan status Harvey Moeis sebagai tersangka, langsung mengirimnya ke tahanan.
"Kok kita bela-bela, saya bela diri sendiri saja belum tentu selamat. Ini Pak novanto, jangan begitu dong. Saya punya dignity pak. Saya enggak mau, saya bisa ngomong gini karena saya enggak mau dibeli orang pak," ungkap Fahri.
Diketahui, Ketua DPR RI Setya Novanto sudah beberapa kali lolos dari beberapa jeratan kasus sejak tahun 2001. Mulai dari kasus Cassie Bank Bali pada 2001. Saat itu nama Novanto disebut pertama kali terkait kasus hak tagih piutang Bank Bali yang menyebabkan kerugian negara nyaris Rp 1 triliun dari total tagihan sebesar Rp 3 triliun. Tetapi kasus ini berhenti, bersamaan dengan terbitnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dari kejaksaan pada 18 Juni 2003.
Nama Setya Novanto kembali terjerat dalam kasus penyelundupan beras impor dari Vietnam, sebanyak 60.000 ton pada 2010. Novanto hanya diperiksa satu kali terkait kasus ini, yakni pada 27 Juli 2006. Dia pun tidak menjadi tersangka dalam kasus ini.
Pada 2006, kasus Limbah Beracun di Pulau Galang, Kepulauan Riau. Nama Novanto kembali disebut sebagai pemilik PT Asia Pasific Eco Lestari (APEL) yang diduga telah menyelundupkan lebih dari 1.000 ton limbah beracun mendarat di Pulau Galang. Limbah itu disamarkan menjadi pupuk organik, meski mengandung tiga zat radioaktif berbahaya, yakni Thorium 228, Radium 226, dan Radium 228. Dalam kasus ini, Novanto bahkan tidak pernah diperiksa.
Dilanjut pada tahun 2012, nama Novanto kembali disebut oleh mantan bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazarudin terlibat dalam korupsi pembangunan lapangan tembak PON Riau 2012. Novanto diduga mengatur aliran dana ke anggota Komisi Olahraga DPR untuk memuluskan pencairan APBN. Tetapi, Novanto hanya diperiksa sebanyak dua kali.
Pada 2015, Novanto juga tersandung masalah etik karena hadir dalam kampanye capres AS Donald Trump. Novanto disebut melakukan pelanggaran etik karena dianggap memberikan dukungan politik pada Trump, apalagi statusnya sebagai Ketua DPR. Novanto lolos setelah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) hanya memberikan teguran.
Masih di tahun yang sama, Novanto juga terjerat kasus dugaan pemufakatan jahat perpanjangan kontrak Freeport. Dia diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo. Kasus ini terkenal dengan sebutan "Papa Minta Saham". MKD tak menjatuhkan sanksi kepada Novanto.
Terakhir, kasus korupsi proyek e-KTP. Pada Senin, (17/7) Setya Novanto resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus proyek e-KTP. Namun, Novanto melawan status tersangka dengan mengajukan gugatan praperadilan pada Senin (4/9) lalu. Novanto kembali lolos dari jerat hukum. Pada Jumat (29/9), Hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan gugatan praperadilan Novanto. Dengan putusan itu, gugurlah status tersangka Novanto dalam kasus korupsi e-KTP.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Agus Rahardjo sebelumnya menyebut pernah dipanggil ke Istana dan diminta presiden menghentikan kasus korupsi e-KTP melibatkan mantan ketua DPR Setya Novanto.
Baca SelengkapnyaDia enggan menanggapi lebih lanjut polemik yang disampaikan oleh Agus. Terlebih, pada 2017 dirinya tidak mengetahui persoalan tersebut.
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo Ngaku Diintervensi Jokowi, Firli Bahuri: Saya Kira Semua Akan Alami Tekanan
Baca SelengkapnyaAgus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Agus Rahardjo mengungkapkan dirinya pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP
Baca SelengkapnyaMenurut Koordinator Stafus Presiden Ari Dwipayana, Presiden Jokowi sudah menjelaskan kasus korupsi yang menyeret mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang diminta di untuk memberhentikan kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo yang mengaku sempat diminta Presiden untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik
Baca SelengkapnyaMoeldoko mempertanyakan Agus Rahardjo yang kembali mempersoalkan kasus yang sudah bergulir pada 2017.
Baca SelengkapnyaAirlangga menegaskan, jika Partai Golkar menjadi korban atas kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaPernyataan Rocky Gerung, kata Hasto, sangat tidak dipantas diucapkan. Sehingga wajar direspons oleh kader PDIP.
Baca SelengkapnyaHamdan mengatakan, DPR seharusnya gunakan hak konstitusional menanyakan ini kepada Presiden atau gunakan hak angket.
Baca Selengkapnya