Bahlil Tanggapi Agus Rahardjo: Presiden Kalau Marah Itu Diam, Enggak Pernah Suara Keras
Dia enggan menanggapi lebih lanjut polemik yang disampaikan oleh Agus. Terlebih, pada 2017 dirinya tidak mengetahui persoalan tersebut.
Presiden Jokowi jika dalam keadaan marah memilih untuk diam.
Bahlil Tanggapi Agus Rahardjo: Presiden Kalau Marah Itu Diam, Enggak Pernah Suara Keras
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia merespons pernyataan Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo yang mengaku pernah diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP yang menjerat Setya Novanto.
Agus mengaku, kala itu dirinya melihat Presiden Jokowi sudah dalam keadaan marah. Dia mengungkap Jokowi lalu meneriakkan kata 'hentikan'.
Bahlil menegaskan, bahwa Presiden Jokowi bukanlah sosok yang gampang bersuara keras. Dia menyebut, Presiden Jokowi jika dalam keadaan marah memilih untuk diam.
"Saya ini kan kenal sama Presiden waktu (saya) masih Ketua Umum HIPMI. Sekarang anggota kabinet. Bapak itu enggak pernah suara keras, bapak itu palingan kalau marah itu diam. Enggak pernah saya dengar suara keras," kata Bahlil, saat ditemui di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/12).
merdeka.com
Kendati demikian, dia enggan menanggapi lebih lanjut polemik yang disampaikan oleh Agus. Terlebih, pada 2017 dirinya tidak mengetahui persoalan tersebut.
"Saya sebenarnya tidak terlalu tahu ya, 2017 itu kan saya enggak terlalu ikutin dan enggak terlalu tahu. Secara substansi saya harus bilang enggak tahu, saya harus jujur mengatakan," imbuh dia.
Sebelumnya, Agus Rahardjo mengungkapkan dirinya pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP yang menjerat Setnov.
Setnov kala itu menjabat Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu partai politik pendukung Jokowi. Status hukum Setnov sebagai tersangka diumumkan KPK secara resmi pada Jumat, 10 November 2017.
Sebelum mengungkapkan kesaksiannya, Agus menyampaikan permintaan maaf dan merasa ada hal yang harus dijelaskan.
"Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara). Jadi, saya heran 'biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian'. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil," tutur Agus dalam program Rosi dikutip dari YouTube KompasTV, Jumat (1/12).
"Itu di sana begitu saya masuk presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak 'hentikan'. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," sambung Agus.
Namun, Agus tidak menjalankan perintah itu dengan alasan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) sudah ditandatangani pimpinan KPK tiga minggu sebelum pertemuan tersebut. Agus menegaskan hal tersebut sebagai sebuah kesaksian. Dia mengaku telah menceritakan kejadian dimaksud kepada koleganya di KPK.
Agus kemudian merasa kejadian tersebut berimbas pada diubahnya Undang-Undang KPK. Dalam revisi UU KPK, terdapat sejumlah ketentuan penting yang diubah. Di antaranya KPK kini di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan SP3.
merdeka.com