Moeldoko Endus Motif Politik di Balik Pengakuan Agus Rahardjo Dimarahi Jokowi soal E-KTP Setnov
Moeldoko mempertanyakan Agus Rahardjo yang kembali mempersoalkan kasus yang sudah bergulir pada 2017.
Moeldoko curiga ada motif politik di balik pernyataan Agus Rahardjo.
Moeldoko Endus Motif Politik di Balik Pengakuan Agus Rahardjo Dimarahi Jokowi soal E-KTP Setnov
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko curiga ada motif politik di balik pernyataan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2014-2019, Agus Rahardjo yang menyebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta agar kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
"Saya melihat ini ada motif tertentu, setidaknya ada motif politik," kata Moeldoko dikutip dari siaran persnya, Selasa (5/12).
Dia mempertanyakan Agus Rahardjo yang kembali mempersoalkan kasus yang sudah bergulir pada 2017. Terlebih, kata Moeldoko, Agus menyampaikannya saat Indonesia sedang menghadapi tahun politik.
"Kita tahu persoalan ini dimulai tahun 2017 kenapa baru sekarang dan saat situasi negara sedang menghadapi situasi perpolitikan yang cukup meningkat,"
jelasnya.
merdeka.com
Menurut dia, objek dan subjek hukum dalam kasus e-KTP sudah jelas. Sebab, Setya Novanto sudah divonis hukuman penjara selama 15 tahun atas kasus korupsi e-KTP.
"Kebijakan Presiden Joko Widodo dalam penegakkan persoalan korupsi sangat clear dan jelas, tidak pernah pandang bulu dan sangat tegas,"
tutur dia.
merdeka.com
Moeldoko pun mengingatkan masyarakat untuk melihat isu dan situasi yang berkembang dengan bijak.
"Saya imbau kepada masyarakat untuk melihat isu dan situasi ini secara bijak dan cerdas," ujar Moeldoko.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mempertanyakan motif di balik pengakuan Agus Rahardjo yang menyebut dirinya meminta agar kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto dihentikan. Jokowi pun menyinggung apa kepentingan Agus menyampaikan isu tersebut.
"Untuk apa diramaikan itu, kepentingan apa diramaikan itu, untuk kepentingan apa," kata Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Senin (4/12).
Jokowi mengatakan dirinyalah yang meminta Setya Novanto untuk mengikuti proses hukum di KPK. Selain itu, kata dia, Setya Novanto kini telah divonis 15 tahun hukuman penjara karena kasus korupsi e-KTP.
"Dilihat, di berita tahun 2017 di bulan November saya sampaikan saat itu, 'Pak Novanto, Pak Setya Novanto ikuti proses hukum yang ada'. Jelas berita itu ada semuanya," ujarnya.
"Yang kedua, buktinya proses hukum berjalan, yang ketiga pak Setya Novanto sudah dihukum divonis dihukum berat 15 tahun," sambung Jokowi.
Untuk itu, dia heran dengan pengakuan Agus Rahardjo soal adanya intervensi agar kasus e-KTP dihentikan. Jokowi juga menegaskan tak ada pertemuan dirinya dengan Agus Rahardjo untuk membahas soal kasus e-KTP.
"Saya suruh cek, saya sehari kan berapa puluh pertemuan. Saya suruh cek di Setneg enggak ada agenda yang di Setneg enggak ada, tolong di cek lagi aja,"
tutur Jokowi.
merdeka.com
Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto. Adapun Setnov saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu parpol pendukung Jokowi. Dia diumumkan menjadi tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017.
Sebelum mengungkapkan peristiwa itu, Agus menyampaikan permintaan maaf dan merasa semua hal harus jelas.
"Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak," kata Agus saat wawancara di Kompas TV, Kamis (30/11).
"Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara)," lanjut Agus.
Saat itu, Agus merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus. Namun, kala itu dipanggil seorang diri. Ia juga diminta masuk ke Istana tidak melalui ruang wartawan melainkan jalur masjid.
Ketika memasuki ruang pertemuan, Agus mendapati Jokowi sudah marah. Dia pun heran dan tidak mengerti maksud Jokowi. Setelah duduk, ia baru memahami bahwa Jokowi meminta kasus yang menjerat Setya Novanto disetop KPK.
"Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, 'hentikan!'," tutur Agus. "Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov," lanjut Agus.