Ganjar soal RUU DKJ: Kalau Mau Konsisten dengan Otonomi Daerah, Gubernur Dipilih Rakyat
RUU DKJ yang berisi gubernur Jakarta dipilih Presiden menuai polemik.
Ganjar mengatakan, penunjukkan kepala daerah hanya berlaku di daerah administratif, bukan di daerah otonom.
Ganjar soal RUU DKJ: Kalau Mau Konsisten dengan Otonomi Daerah, Gubernur Dipilih Rakyat
Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo merespons soal polemik Rancangan Undang-Undang Daerah Kekhususan Jakarta (RUU DKJ) yang mengatur gubernur dan wakil gubernur akan ditunjuk dan diberhentikan presiden dengan memperhatikan usulan DPRD.
Ganjar menyebut, dalam mengatasi polemik tersebut hanya ada dua pilihan.
Yakni, jika mengacu pada aturan otonomi daerah maka gubernur dan wakil gubernur dipilih oleh rakyat.
"Kalau kita mau konsisten sama otonomi daerah, dipilih," kata Ganjar, saat diwawancarai di Gedung Smesco, Jakarta, Jumat (8/12).
Ganjar menjelaskan, penunjukkan kepala daerah hanya berlaku di daerah administratif, bukan di daerah otonom.
"Kecuali mau bikin kota administratif, kalau itu silakan ditunjuk. Itu saja dua pilihannya,"
tegasnya.
merdeka.com
Sebagai informasi, draf RUU DKJ mengatur bahwa gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta tidak akan dipilih langsung oleh rakyat, tetapi ditunjuk oleh presiden atas usul atau pendapat Dewan Perwakilan Daerah (DPRD).
"Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD,"
demikian bunyi Pasal 10 Ayat (2) RUU DKJ yang sudah ditetapkan sebagai RUU usul inisiatif DPR pada Selasa (5/12).
merdeka.com
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi alias Awiek, menjelaskan perihal penunjukan Gubernur Jakarta usai tak lagi jadi ibu kota masih sebatas usulan dari DPR RI.
Dia menyebut, bisa saja sikap pemerintah menolak dengan usulan tersebut.
Sehingga, usulan penunjukan Gubernur Jakarta akan didiskusikan kembali.
"Ini RUU hasil penyusunan DPR, kita belum tahu sikap pemerintah. Bisa saja pemerintah tidak setuju namanya sebuah opsi, sebuah pendapat itu memang didiskusikan satu sama lain," kata Awiek, kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/12).
"Namanya politik ya kompromi apakah nanti terjadi sebuah kesepakatan yaitu lah nanti yang dihasilkan kesepakatan itu apakah menolak ataupun menerima. Jadi masih fleksibel ini baru sebatas usulan," pungkasnya.