Kritik Keras Guru Besar Unhas ke Mahfud: Gagasan Satu Desa Satu Fasilitas Kesehatan Kuno
Guru Besar Unhas menilai visi misi Ganjar-Mahfud soal satu desa satu fasilitas kesehatan sudah ketinggalan zaman
Kritik Keras Guru Besar Unhas ke Mahfud: Gagasan Satu Desa Satu Fasilitas Kesehatan Kuno
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Amran Razak mengkritisi visi pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut tiga Ganjar Pranowo-Mahfud MD, terkait satu desa satu fasilitas kesehatan. Bagi Amran Razak visi tersebut kuno.
"Gagasan satu desa, satu fasilitas kesehatan satu tenaga kesehatan, ini kuno," kata Amran saat Bedah Gagasan dan Visi Calon Pemimpin Bangsa yang dihadiri Mahfud di Baruga AP Pettarani Unhas Makassar, Sabtu (13/1).
Amran menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) menjelaskan dalam satu desa tidak disertakan seorang dokter. Dia menyebut keberadaan dokter di satu desa tidak sesuai dengan kompetensi.
"Dalam Permenkes itu memang tidak boleh ada dokter satu desa. (Dokter) tidak punya kompetensi untuk itu. Jadi biasanya adalah tenaga kesehatan, perawat, bidan yang bisa mengambil tugas-tugas medis darurat," tuturnya.
Amran pun mengusulkan kepada Mahfud agar setiap desa dilengkapi satu sarjana kesehatan. Amran menjelaskan penting keberadaan sarjana kesehatan masyarakat di setiap desa.
"Kenapa perlu sarjana kesmas ada di desa, karena dialah yang akan, bukan melakukan pelayanan kesehatan, tapi pemeliharaan kesehatan untuk menjaga upaya promotif preventif," paparnya.
Amran mengaku saat ini Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesmas) sudah berbicara terkait universal cost corporate. Sehingga jika ada sarjana kesmas di setiap desa bisa mengurangi pemanfaatan pengunaan Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Bagaimana kekuatan-kekuatan, upaya-upaya masyarakat bisa mengurangi pemanfaatan BPJS dengan hidup sehat. Salah satu contoh kawasan tanpa rokok (KTR), kebiasaan di sekolah olahraga pagi. Ini harusnya dipelihara," beber dia.
Amran menambahkan jika hal itu terjadi, dalam waktu 10-20 tahun, pemanfaatan BPJS Kesehatan tidak akan digerogoti. Dia menyebut selama ini, BPJS Kesehatan digunakan oleh masyarakat kelas menengah, bahkan bagi aparatur sipil negara (ASN).
"29,7 persen BPJS dipakai oleh penyakit yan sangat peka atau mahal," ucapnya.