'Sistem Proporsional Tertutup Hadirkan Pemilu Murah, tapi Wajibkan Parpol Berbenah'
Merdeka.com - Sistem pemilu proporsional terbuka sebenarnya tak sejalan dengan semangat demokrasi yang dianut dalam UUD 1945. Bahkan cenderung menyuburkan demokrasi liberal yang sangat disenangi oligarki yang suka 'membeli' politik untuk keuntungan kelompoknya sendiri.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Riau (UNRI), Dr. Mexasai Indra menegaskan, menurut Pasal 22E ayat (3) UUD 1945, partai politik adalah peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD.
Menurutnya, ketentuan Pasal 22E ayat (3) Konstitusi tersebut mengandung makna esensi pengaturan partai politik yang merupakan praktik lazim dalam negara demokrasi. Kedudukan partai politik sebagai tiang demokrasi dan bagi negara-negara yang menganut sistem demokrasi konstitusional, partai politik menjadi organ fundamental dalam melaksanakan kedaulatan rakyat.
-
Apa yang dipilih rakyat pada Pemilu Proporsional Tertutup? Sistem proporsional tertutup adalah sistem pemilihan di mana rakyat hanya memilih partai. Pada surat suara, tertera hanya nama partai politik dan pemilih memilih melalui tanda gambar atau lambang partai.
-
Kenapa sistem pemilu proporsional terbuka dipilih di Indonesia? Sistem ini memberikan kesempatan lebih besar bagi kandidat untuk dipilih berdasarkan popularitas dan rekam jejak pribadi. Dengan adanya sistem ini, diharapkan partai politik dan kandidat dapat lebih memperhatikan kepentingan rakyat dan memenuhi harapan pemilih.
-
Apa yang dimaksud dengan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup? Sistem pemilu proporsional tertutup adalah metode pemilihan umum di mana pemilih memberikan suaranya untuk partai politik, bukan untuk kandidat individual.
-
Bagaimana calon terpilih di Pemilu Proporsional Tertutup? Dengan begitu, wakil rakyat terpilih nantinya ditetapkan oleh partai politik berdasarkan nomor urut. Dalam sistem proporsional tertutup, secara teknis pemilih hanya dapat memilih tanda gambar partai saja.
-
Kapan sistem pemilu proporsional terbuka mulai diterapkan? Namun, pada tahun 2004, Indonesia mulai menerapkan sistem pemilu proporsional terbuka berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2003.
-
Bagaimana prinsip proporsional diterapkan dalam pemilu? Dalam prinsip ini, semakin banyak suara yang diperoleh, semakin banyak pula kursi atau perwakilan yang didapatkan.
"Akan tetapi, praktik pemilu selama ini dengan sistem proporsional terbuka telah menggeser peserta pemilu menjadi perseorangan atau berbasis individu caleg. Sistem proporsional terbuka dengan nyoblos caleg telah menempatkan individu sebagai peserta pemilu sebenarnya," ujar Mexasai kepada media, Kamis (5/1).
Dia menambahkan, dalam kondisi yang demikian, maka sistem politik di Indonesia semakin mengarah ke politik liberal 'pasar bebas' yang menjunjung tinggi popularitas perseorangan semata daripada sistem kepartaian. Hal ini yang menyebabkan prinsip konstitusional pemilu telah bergeser.
"Sistem politik liberal 'pasar bebas' tersebut hanya akan menempatkan partai politik sebagai kendaraan atau perahu semata, yang bisa ditunggangi oleh pemodal-pemodal besar. Pada titik inilah sistem proporsional terbuka disenangi para Oligarki karena bisa 'membeli' partai dan membajak partai untuk kepentingan oligarki," tegas Mexasai, yang juga merupakan Pakar Hukum Tata Negara.
Meskipun konstitusi tidak menyebut secara harfiah sistem pemilu apa yang harus diterapkan, namun menurutnya, mestinya sistem yang diterapkan tersebut harus menggambarkan kehendak Pasal 22E ayat (3) UUD 1945.
Di sisi lain, lanjut Mexasai, sistem proporsional tertutup juga memiliki tantangan. Meskipun pelaksanaan pemilu akan lebih sederhana dan murah, tantangannya adalah bagaimana partai-partai dapat melakukan pengkaderan politik secara baik.
"Jadi fungsi pendidikan politik harus dijalankan secara maksimal, sehingga partai-partai dapat menawarkan caleg yang terbaik bagi kepentingan rakyat. Dalam sistem nyoblos partai ini, partai politik dituntut untuk berbenah, karena jika tidak, maka partai tersebut tidak akan dipilih rakyat," urainya.
Untuk diketahui, saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) sedang menguji materi (judicial review) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka. Apabila judicial review itu dikabulkan oleh MK, maka sistem pemilu pada 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pileg.
Uji materi ini diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).
Di sisi lain, mayoritas fraksi di DPR justru menyatakan keberatan bila sistem proporsional tertutup diberlakukan. Mereka menginginkan sistem proporsional terbuka yang digugat itu untuk terus dipertahankan. (mdk/bal)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam sistem ini, pemilih memberikan suaranya kepada partai politik, bukan kandidat individual.
Baca SelengkapnyaDi antara tahun 1955 hingga Pemilu 1999, Indonesia sempat mengimplementasikan sistem pemilu proporsional tertutup.
Baca SelengkapnyaJK menyebut, presidential Threshold (PT) atau ambang batas seharusnya tidak 20%.
Baca SelengkapnyaPemilihan Umum (Pemilu) adalah proses demokratis yang dilakukan secara periodik di suatu negara untuk memilih wakil rakyat atau pemimpin tertentu.
Baca SelengkapnyaMenurut Cak Imin, sejatinya pesta demokrasi dibuat senyaman dan seaman mungkin
Baca SelengkapnyaMK dianggap menyelamatkan wajah demokrasi Indonesia dengan menolak permohonan PDIP agar sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup
Baca SelengkapnyaMengetahui sejarah Pemilu di Indonesia dari masa ke masa sejak tahun 1955 sampai 2024.
Baca SelengkapnyaPraktik curang itu tetap bisa terjadi meskipun pemilih menggunakan hak suaranya.
Baca SelengkapnyaPakar hukum menilai putusan MK ini baik bagi demokrasi dan bisa mencegah monopoli pencalonan kepala daerah.
Baca SelengkapnyaUsul itu diajukan saat Komisi II rapat bareng Komisi Pemilihan Umum (KPU) di DPR
Baca SelengkapnyaPPP menuding kegagalan akibat dampak pertarungan politik selama kampanye dikendalikan kekuatan dana yang besar.
Baca Selengkapnya